Menimbang Peluang dan Tantangan Daya Saing Usaha Kaum Perempuan Dalam Industri Fintech
Acara Media Gathering RupiahCepat bertajuk ''Mengatasi Stereotip: Peran Perempuan dalam Transformasi Fintech P2P Lending'', Selasa (30/4/2024). (Foto: Dimas Choirul/JawaPos.com)
09:27
1 Mei 2024

Menimbang Peluang dan Tantangan Daya Saing Usaha Kaum Perempuan Dalam Industri Fintech

Industri Fintech P2P Lending terus berkembang pesat. Namun di sisi lain, masih terdapat stereotip terkait peran perempuan di dalamnya.

Menurut laporan dari Female Founders Fund, perusahaan yang didirikan oleh perempuan mendapatkan kurang dari 3% dari total modal ventura yang diberikan. Ini mencakup keseluruhan perusahaan di sektor Fintech.

Wakil Bendahara II AFTECH, Chrisma Albandjar mengatakan, hal tersebut dikarenakan masih banyaknya tantangan terkait minimnya literasi P2P Lending terhadap kaum perempuan. Karena itu, perlu ditingkatkan lagi literasi terkait tujuan dan fungsi investasi atau pinjaman.

"Pertama itu Literasi. Dia harus tau tujuan investasi itu apa tujuan dia mau pinjem apa," ujarnya dalam acara Media Gathering RupiahCepat bertajuk "Mengatasi Stereotip: Peran Perempuan dalam Transformasi Fintech P2P Lending", Selasa (30/4/2024).

Selain itu, lanjut Chrisma, juga harus memahami peluang yang bisa dimanfaatkan dari adanya P2P Lending ini. Tak melulu berpikir soal keuntungan, analisis risiko juga penting untuk dihitung.

"Jadi jangan hanya dipikir untungnya. Nah untuk memperkecil risiko itu maka dia harus belajar," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif AFPI, Yasmine Meylia Sembiring menjelaskan, peluang perempuan dalam memaksimalkan fasilitas P2P Lending masih sangat terbuka. Salah satunya dengan membuka usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang memiliki prospek bagus.

"Kalau saya bilang peluangnya masih sangat banyak. Nah tapi bicara center pemberdayaan perempuan. Usaha-usaha apa yang cocok untuk perempuan, jadi dari sisi kami banyak melihat sektor UMKM atau mikro," ungkapnya.

"Selain itu perempuan juga tahu needs and wants. Mereka harus paham kebutuhan usaha dan pengeluaran rumah tangga. kami akan mengajarkan literasi dan penguatan perempuan dan mikro UMKM," lanjutnya.

Ditambah dengan laporan dari McKinsey & Company yang menunjukkan bahwa perempuan memiliki keterwakilan yang lebih rendah di tingkat eksekutif dan posisi kepemimpinan di berbagai industri, termasuk teknologi dan keuangan.

Hal itu juga didukung oleh data AFTECH pada 2023, hanya ada 16% dari keseluruhan Chief Executive Officer (CEO) di perusahaan fintech seperti pinjaman online (pinjol) hingga dompet digital di Indonesia. Adapun, perempuan yang masuk sebagai founder fintech di Indonesia hanya mencapai 22,7%.

Bahkan keterwakilan posisi Board of Director (BoD) perempuan di perusahaan fintech di Indonesia pun tergolong rendah karena kurang dari 10%. Padahal peran perempuan dalam posisi BoD di fintech sangat dibutuhkan. Data tersebut merujuk dari survei AFTECH, yang menyebutkan bahwa 53,3% penyelenggara fintech menilai bahwa urgensi pasar perempuan cukup penting.

Sementara 30,7% penyelenggara fintech menilai urgensi pasar perempuan sangat penting. Selain itu, survei AFTECH menunjukan 39,23% transaksi fintech disumbang dari kalangan perempuan.

Editor: Mohamad Nur Asikin

Tag:  #menimbang #peluang #tantangan #daya #saing #usaha #kaum #perempuan #dalam #industri #fintech

KOMENTAR