Penanganan Kelistrikan di Bangunan Cagar Budaya: Antara Pelestarian dan Adaptasi Modern
Suasana Stroom Coffee yang berada di bangunan cagar budaya Gedung A PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) di Jalan M.I. Ridwan Rais Nomor 1 , Gambir, Jakarta Pusat. (Ryandi Zahdomo/JawaPos
17:09
31 Oktober 2025

Penanganan Kelistrikan di Bangunan Cagar Budaya: Antara Pelestarian dan Adaptasi Modern

 

– Di tengah kemajuan zaman dan kebutuhan modern, bangunan cagar budaya tetap dituntut untuk berfungsi secara aman dan efisien, termasuk dalam urusan kelistrikan. Namun, bagaimana cara menyesuaikan instalasi listrik tanpa merusak nilai historisnya?

Kepala Bidang Pelindungan Kebudayaan Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta Linda Enriany menjelaskan, penanganan kelistrikan di bangunan cagar budaya tetap dapat dilakukan. Namun, harus tetap mengikuti prinsip pelestarian yang diatur dalam UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.

"Dengan ditetapkan sebagai cagar budaya maka bagian-bagian bangunan yang memiliki nilai penting kecagarbudayaan perlu dilestarikan, walaupun berdasarkan prinsip pelestarian yang diamanatkan UU CB Nomor 11 Tahun 2010 dimungkinkan dilakukan Adaptasi (perubahan terbatas sesuai kebutuhan aktivitas masa kini tanpa menghilangkan kecagarbudayaan yang dimiliki oleh bangunan)," jelas Linda kepada JawaPos.com.

Menurutnya, prinsip adaptasi inilah yang memungkinkan adanya penyesuaian jalur kelistrikan sesuai kebutuhan aktivitas saat ini. 

"Sesuai dengan prinsip adaptasi pada poin di atas, maka penyesuaian jalur pelistrikan pun dapat dilakukan sesuai kebutuhan aktivitas saat ini serta standar keamanan pelistrikan yang berlaku bagi bangunan gedung," lanjut Linda.

Stroom Coffee yang berada di bangunan cagar budaya Gedung A PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) di Jalan M.I. Ridwan Rais Nomor 1 , Gambir, Jakarta Pusat. (Ryandi Zahdomo/JawaPos.com)

Namun, Linda menegaskan bahwa pemasangan instalasi listrik harus tetap memperhatikan keaslian dan estetika bangunan. "Perlu pula dilakukan penyesuaian posisi instalasinya agar tetap berkesinambungan antara keamanan utilitas gedung terhadap kelestarian bagian bangunan yang menjadi corak atau bagian penting kecagarbudayaan bangunan," terangnya.


Gedung PLN Gambir, Bukti Nyata Pelestarian dan Adaptasi

Salah satu contoh penerapan prinsip tersebut adalah Gedung A PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Bangunan bergaya Art Nouveau dan Art Deco ini ditetapkan sebagai Cagar Budaya DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur Nomor 475 Tahun 1993.

Meski berusia tua, gedung ini masih berfungsi aktif sebagai Kantor Unit Pelayanan Pelanggan (UP3) Menteng milik PLN UID Jaya. Bahkan, sebagian ruang lantai dasarnya kini dimanfaatkan sebagai Stroom Coffee, kedai kopi hasil kolaborasi PLN dengan UMKM lokal.

Langkah adaptif ini menjadikan bangunan heritage tetap hidup di tengah modernisasi, tanpa kehilangan identitas sejarahnya. Pilar-pilar besar, jendela berukir, dan ornamen flora di fasadnya tetap dipertahankan, sementara sistem kelistrikannya disesuaikan dengan standar keamanan masa kini.

Dari NIEM hingga Cikal Bakal PLN

Gedung bersejarah ini dulunya merupakan kantor Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (NIEM), perusahaan listrik Belanda yang membangun PLTU di kawasan Gambir, dekat Sungai Ciliwung. "Kesuksesan tersebut membawa NIEM untuk mendirikan kantor di beberapa tempat di Pulau Jawa," ungkap Linda.

Gedung A PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya (UID Jaya) di Jalan M.I. Ridwan Rais Nomor 1 , Gambir, Jakarta Pusat. (Ryandi Zahdomo/JawaPos.com)

Namun, ketika Jepang menduduki Indonesia, pengelolaan listrik diambil alih oleh pemerintah pendudukan melalui lembaga Djawa Denki Djigjo Kosja, yang kemudian berganti nama menjadi Djawa Denki Djigjo Sja. Setelah Indonesia merdeka, seluruh aset listrik diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia, melahirkan Jawatan Listrik dan Gas, cikal bakal PLN yang dikenal saat ini.

Gedung PLN Gambir bukan sekadar bangunan tua, melainkan simbol peradaban modern di Batavia (Jakarta). Bangunan ini menjadi saksi sejarah kelistrikan pertama di Indonesia, sekaligus contoh bagaimana pelestarian dan adaptasi bisa berjalan seimbang.

Dengan desain tropis khas arsitektur Belanda dan fungsinya yang kini lebih hidup, gedung ini menunjukkan bahwa pelestarian warisan budaya tidak berarti menolak kemajuan, melainkan menyesuaikannya dengan bijak.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #penanganan #kelistrikan #bangunan #cagar #budaya #antara #pelestarian #adaptasi #modern

KOMENTAR