



BI Telah Gelontorkan Insentif Likuiditas Rp 393 Triliun
– Bank Indonesia (BI) menggelar Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dengan angka jumbo untuk mempercepat pertumbuhan kredit dan pembiayaan di sektor perbankan.
Hingga pekan pertama Oktober 2025, total insentif yang telah disalurkan mencapai Rp 393 triliun.
“Hingga minggu pertama Oktober 2025, total insentif KLM mencapai Rp 393 triliun,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo nya dalam konferensi pers RDG BI yang dilansir pada Kamis (23/10/2025).
Dari jumlah tersebut, Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) menjadi penerima terbesar dengan total Rp 174,4 triliun, disusul oleh Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rp 173,6 triliun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp 39,1 triliun, dan Kantor Cabang Bank Asing (KCBA) Rp 5,7 triliun.
Secara sektoral, insentif KLM disalurkan untuk mendukung sektor prioritas seperti pertanian, perdagangan, manufaktur, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, serta sektor UMKM, ultra mikro, dan ekonomi hijau.
Perry menegaskan, kebijakan KLM akan terus diperkuat agar mendorong ekspansi pembiayaan bank sekaligus mempercepat transmisi penurunan suku bunga perbankan.
“Pemberian insentif KLM juga didasarkan pada kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit terhadap suku bunga kebijakan Bank Indonesia,” ujarnya.
Mulai 1 Desember 2025, BI akan memperkuat implementasi KLM berbasis kinerja dan berorientasi ke depan dengan dua skema insentif: lending channel dan interest rate channel.
Melalui kebijakan ini, bank akan memperoleh insentif atas komitmennya menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas dan menurunkan suku bunga kredit sesuai arah kebijakan moneter BI.
Adapun sektor yang masuk dalam program insentif meliputi pertanian, industri dan hilirisasi, jasa dan sektor kreatif, konstruksi dan perumahan, serta UMKM, koperasi, dan kegiatan inklusif berkelanjutan.
Secara total, bank dapat menerima insentif KLM hingga 5,5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK), dengan rincian 5 persen dari lending channel dan 0,5 persen dari interest rate channel.