Ini Empat Alasan Pemerintah untuk Segera Realisasikan Zero ODOL
Menhub Dudy menegaskan penegakan zero ODOL tak butuh aturan baru. Regulasi lama dinilai cukup untuk cegah kerugian dan tekan angka kecelakaan.(Kompas.com/Dian Erika)
20:32
27 Juni 2025

Ini Empat Alasan Pemerintah untuk Segera Realisasikan Zero ODOL

- Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi mengungkapkan sejumlah fakta yang mendorong pemerintah ingin lekas merealisasikan kebijakan larangan kendaraan kelebihan muatan di jalan raya atau zero over dimension over loading (ODOL).

Pertama, penerapan zero ODOL menurut Dudy sudah tertunda selama 16 tahun sejak 2009.

Dudy mengungkapkan, secara roadmap pemerintah merencanakan penerapan zero ODOL sejak 2017.

"Di mana pada saat itu sudah disepakati oleh para stakeholder untuk pemberlakuan zero ODOL bisa dilaksanakan pada tahun 2023," ujarnya pada sesi bincang bersama media di Jakarta pada Kamis (26/6/2025).

Namun, saat itu ada keberatan dari pihak pengemudi soal pemberlakuan kebijakan itu.

Pengemudi minta agar penerapan aturan tersebut ditunda sampai 2018.

Lalu saat 2018 penerapan kembali ditunda.

"Terus berlangsung hingga sampai saat ini yang mestinya diperlakukan tahun 2023. Jadi sudah berapa tahun? 2017 sampai 2023 itu 6 tahun. Jadi ada kesepakatan tapi kemudian penundaan dan kemudian akhirnya tidak dijalankan," ungkap Dudy.

Sementara jika dihitung hingga 2025, penundaan sudah berlangsung selama 8 tahun.

Akan tetapi, Dudy lantas menyebut bahwa sebenarnya peraturan mengenai zero ODOL sudah masuk di Undang-undang (UU) Lalu Lintas Angkutan Jalan Tahun 2009.

"Kalau dari tahun 2009 berarti sudah 16 tahun. Jadi pengaturan mengenai odol sudah ada dari tahun 2009. Jadi bayangkan bahwa pengaturan ini sedemikian lama tapi tidak kita laksanakan sebagaimana mestinya. 16 tahun," tutur Dudy.

Diketahui, kebijakan zero ODOL ini sebelumnya mendapat protes keras oleh para supir truk yang melakukan demonstrasi serentak di sejumlah daerah di Indonesia pada 19 Juni 2025.
Para sopir menolak rencana penerapan kebijakan pada 2026.

ODOL picu 6.000 kematian akibat kecelakaan

Ia melanjutkan, dampak dari operasional kendaraan ODOL mengancam keselamatan pengguna jalan raya.

Sebab kendaraan itu kerap terlibat dalam kecelakaan yang menimbulkan banyak korban.

"Dampaknya adalah yang paling utama yang menjadi concern adalah keselamatan. Keselamatan itu banyak akhirnya terjadi kecelakaan-kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia," kata Dudy.

Berdasarkan data yang dirangkum pemerintah pada 2024, kecelakaan yang melihatnya angkutan barang kelebihan muatan sebanyak 27.337 kejadian.

Jumlah ini setara dengan 10 persen total seluruh kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

"Kemudian untuk jumlah yang meninggal, yang berkaitan dengan kecelakaan-kecelakaan tahun 2024. Data dari Jasa Raharja. Sekitar 6.000 yang meninggal yang terkait dengan kecelakaan yang melibatkan angkutan barang," ungkap Dudy.

"6.000 itu bukan angka yang sedikit tentunya ya. Jadi inilah yang menyebabkan kita merasa sangat peduli terhadap aspek itu. Terutamanya adalah aspek keselamatan. Dengan jumlah yang meninggal yang cukup banyak itu kita harus peduli," tuturnya.

Dudy menegaskan, semakin lama pemerintah merealisasikan kebijakan bebas kendaraan kelebihan muatan atau zero ODOL maka semakin terbuka peluang terjadinya kecelakaan.

Selain itu, kerugian yang ditanggung juga semakin besar.

"Semakin lama kita tunda pelaksanaan zero ODOL, kita akan membuka peluang ataupun terjadinya kecelakaan, yang akan menimbulkan korban-korban lagi, yang akan menimbulkan kerugian-kerugian," ujar Dudy.

"Kalau memang ada yang keberatan, mari kita sama-sama mencari solusi, tapi bukan menunda. Jangan menunda, nanti kalau ada kecelakaan lagi, masyarakat juga akan ribut, terdampak kemudian masyarakat juga," jelasnya.

 

Habiskan Rp 43,4 triliun untuk perbaikan jalan

Selain korban jiwa, beroperasinya kendaraan ODOL juga merugikan dari sisi anggaran negara.

Menhub Dudy kembali menyampaikan data bahwa untuk pemeliharaan infrastruktur yang disebabkan oleh kerusakan jalan akibat kendaraan ODOL, kurang lebih sebesar Rp 43,4 triliun per tahun.

"Jumlah yang cukup besar. Mungkin kalau itu jumlah itu bisa dialokasikan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat, rasanya mungkin lebih jelas," kata Dudy.

"Tapi kita harus mengeluarkan dana sebesar itu untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh kendaraan-kendaraan berat ini.

Merujuk berbagai alasan yang ada, Dudy menyatakan terbuka terhadap masukan dari masyarakat soal kebijakan zero ODOL.

Ia berharap tidak ada lagi resistensi atau penolakan atas rencana penertiban kendaraan ODOL.

"Kita berharap bahwa masukan itu adalah masukan untuk perbaikan, bukan untuk menunda lagi. Another 5 years, 10 years, akhirnya kita tidak akan pernah selesai dalam menghargai aturan," tegasnya.

 

Tak perlu aturan baru

Lebih lanjut Dudy juga mengungkapkan, pemberlakuan kebijakan zero ODOL sebenarnya tidak memerlukan aturan baru.

Sebab berbagai aturan baik undang-undang (UU) maupun peraturan pemerintah (PP) yang mengatur ODOL sudah ada.

"Jadi ini bukan aturan baru. Kami hanya ingin mengingatkan kembali kepada seluruh stakeholder yang terkait. Kalau saya bilang, kita ini sudah pernah berkomitmen untuk melaksanakan zero ODOL," katanya.

Untuk diketahui, pemerintah sudah menerbitkan sejumlah aturan untuk menekan pelanggaran ODOL di jalan raya.

Antara lain ada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 60 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penetapan Jenis dan Fungsi Kendaraan.

Lalu ada pula Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Selain itu, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan, yang mengatur batasan muatan dan dimensi kendaraan.

Sementara itu, Dalam Permenhub Nomor 60 Tahun 2019, pasal 71 ayat (1) menegaskan bahwa pengemudi dan perusahaan angkutan wajib mematuhi ketentuan tata cara pemuatan, daya angkut, dimensi kendaraan, dan kelas jalan.

Untuk pengawasan, petugas dapat melakukan pemeriksaan langsung di lokasi seperti Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), pelabuhan, kawasan industri, terminal barang, bahkan di ruas jalan nasional yang rawan pelanggaran ODOL.

"Pengawasan dilakukan apabila terdapat indikasi pelanggaran atau kecenderungan kerusakan jalan akibat truk ODOL,” demikian bunyi aturan pada Permenhub 60/2019 itu.

Tag:  #empat #alasan #pemerintah #untuk #segera #realisasikan #zero #odol

KOMENTAR