Soal Rumah Subsidi 18 Meter, Pekerja Milenial: Lebih Cocok untuk yang Single...
Ilustrasi rumah subsidi 18 meter persegi.(Dok. Kementerian PKP)
17:48
17 Juni 2025

Soal Rumah Subsidi 18 Meter, Pekerja Milenial: Lebih Cocok untuk yang Single...

- Rencana pemerintah melalui Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) membangun rumah subsidi 18 meter persegi menjadi sorotan publik.

Ini lantaran tipe hunian tersebut dianggap terlalu kecil untuk ditempati.

Sekalipun, pemerintah menargetkan sebagian pekerja milenial yang masih lajang (single) dan hidup di kawasan metropolitan sebagai pasar utama, rumah subsidi 18 meter itu dipandang kurang menguntungkan secara jangka panjang.

Denah rumah subsidi ukuran 18/25 dan 18/30Dok. Kementerian PKP Denah rumah subsidi ukuran 18/25 dan 18/30

Salah seorang pekerja milenial di Jakarta Selatan, Zulfikar Ali Husein (30 tahun), merasa keberatan untuk menempati rumah subsidi 18 meter persegi. Menurutnya, luas hunian hanya cocok bagi mereka yang hidup seorang diri alias belum berkeluarga.

Selain itu, akan menjadi lebih sempit, bila rumah ini diisi lebih dari satu orang.

Adapun, konsep hunian baru ini ditawarkan salah satunya oleh Lippo Group sebagai investor rumah subsidi 18 meter persegi di antaranya, tipe 1 kamar tidur (LT 25 m2, LB 14 m2) dan tipe 2 kamar tidur (LT 26.3 m2, LB 23.4 m2).

“Jadi kalau untuk gue yang masih single ya itu sih sangat tertarik sih sebenarnya, karena belum banyak buntut lah, belum ada istri, belum ada anak, maksudnya untuk single yang benar-benar sendiri gitu ya,” ujar Husein kepada Kompas.com, Selasa (17/6/2025).

“Tapi kalau udah buat berdua, buat teman main ya emang agak berat gitu untuk hal-hal yang sifatnya sosial gitu, ngundang teman atau apa itu emang berat, jadi emang buat khusus para pekerja yang mau mandiri dan masih single sih,” paparnya.

Pria asal Pondok Labu, Jakarta Selatan ini mengaku lebih memilih rumah subsidi dengan ukuran yang lebih luas, sekalipun ia sendiri masih lajang. Pertimbangannya, rumah menjadi tempat tinggal di masa depan dengan waktu yang relatif lebih lama.

Ilustrasi membeli rumah, kredit pemilikan rumah (KPR). FREEPIK/WIRESTOCK Ilustrasi membeli rumah, kredit pemilikan rumah (KPR).

“Kalau untuk gue tempatin gitu itu enggak ya,” beber Ucen, sapaan akrabnya.

Kendati begitu, Ucen membuka diri mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) yang ditawarkan pemerintah untuk diinvestasikan lagi. Seperti disewakan lagi ke pihak yang membutuhkan.

“Kalau gue untuk kalau emang di Jakarta ya, kalau di Jakarta bukan di Bogor atau Tangerang gitu, kalau di Jakarta untuk investasi ya bakal gue ambil sih, jadi gue bakal kontrakin lagi, gue jadiin kos-kosan,” tutur Ucen.

Senada, Ahmad Riyadi (27 tahun), seorang pekerja milenial lainnya memandang, tren kepemilikan rumah bagi anak muda di Jakarta tengah meningkat, khususnya konsep hunian Transit Oriented Development (TOD).

Riyadi menilai, pembangunan rumah subsidi 18 meter persegi bakal menjadi menarik bila terintegrasi dengan transportasi umum dan kawasan urban.

Kawasan hunian yang muda diakses dengan bus, light rail transit (LRT), kereta rel listrik (KRL), hingga transportasi publik lainnya.

Hunian juga harus nyaman dan aman ketika ditempati, tanpa ada gangguan. Dengan konsep seperti itu, rumah subsidi yang tengah digodok pemerintah bisa menarik pasar anak muda di perkotaan.

Riyadi sendiri enggan mengambil tawaran rumah subsidi 18 meter persegi karena ukurannya terlalu kecil bagi ia yang sudah berkeluarga.

“Pasti orang beli rumah itu catatannya kenyamanan, keamanan, aksesibilitas gitu kan. Kalau rumah itu nyamannya dari mana? Kemudian nanti aksesibilitas masih belum tau kan? ini rumah yang dibangun gimana, kalau nanti rumahnya dibangunnya di daerah-daerah Tangerang?" ungkap Riyadi kepada Kompas.com.

“Maksudnya, ketertarikannya untuk rumah yang model kayak gitu, pasti kalau gue dari sudut pandang gue, gue kayaknya enggak akan,” lanjutnya.

Tag:  #soal #rumah #subsidi #meter #pekerja #milenial #lebih #cocok #untuk #yang #single

KOMENTAR