Utang Jatuh Tempo RI Tembus Rp178 Triliun Pada Bulan Ini, Kemenkeu Putar Otak Agar Bisa Bayar
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu dengan tegas memastikan bahwa seluruh kewajiban utang akan dilunasi secara tepat waktu dan tepat jumlah.
08:39
14 Juni 2025

Utang Jatuh Tempo RI Tembus Rp178 Triliun Pada Bulan Ini, Kemenkeu Putar Otak Agar Bisa Bayar

Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, dengan tegas memastikan komitmennya untuk melunasi seluruh kewajiban utang secara tepat waktu dan tepat jumlah.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Suminto, di Jakarta International Convention Center (JICC) pekan ini. Penegasan ini muncul di tengah lonjakan signifikan beban utang pemerintah dari Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai puncaknya pada Juni 2025.

Komitmen Tegas di Tengah Puncak Jatuh Tempo Utang

Suminto menegaskan bahwa pembayaran kewajiban utang bukan hanya sekadar tugas, melainkan prioritas utama yang telah direncanakan dan dikelola dengan cermat. "Yang penting itu semua kewajiban utang kami tunaikan dengan baik, semua kewajiban kami bayar secara tepat waktu, tepat jumlah. Semuanya kami rencanakan dengan baik, dikelola dengan baik," ujarnya dengan nada meyakinkan.

Pernyataan ini menjadi angin segar bagi stabilitas fiskal negara, terutama mengingat data menunjukkan bahwa nilai SBN jatuh tempo pada Juni 2025 menembus Rp 178,9 triliun. Angka ini melonjak tajam dibandingkan kewajiban jatuh tempo bulan Mei 2025 yang hanya senilai Rp 42,4 triliun.

Ketika dikonfirmasi mengenai besaran utang jatuh tempo yang melonjak di bulan Juni, Suminto tidak membantahnya. Namun, ia menekankan bahwa pemerintah telah memperhitungkan dengan matang setiap detailnya dan memastikan tidak akan ada keterlambatan pembayaran utang.

"Tidak pernah dong (terlambat bayar). Kewajiban yang terkait dengan bond maupun terkait pinjaman kami tunaikan dengan baik, dibayar secara tepat waktu, tepat jumlah," tegasnya, menghilangkan keraguan publik.

Suminto menambahkan bahwa variasi besaran utang jatuh tempo setiap bulannya adalah hal yang normal dan telah masuk dalam perencanaan pengelolaan utang yang komprehensif. "Jatuh tempo kan terdistribusi di berbagai tanggal, tapi kan semuanya sudah masuk ke dalam perencanaan pengelolaan utang dengan baik," pungkasnya.

Profil Utang Pemerintah: Kenaikan dan Struktur

Data terbaru menunjukkan bahwa nilai utang pemerintah pusat mengalami kenaikan per Januari 2025. Total utang mencapai Rp 8.909,14 triliun, naik sekitar 1,22% dari catatan per Desember 2024 sebesar Rp 8.801,09 triliun. Peningkatan ini menunjukkan dinamika pembiayaan negara yang terus bergerak.

Struktur utang pemerintah pusat per Januari 2025 terdiri dari dua komponen utama:

1. Pinjaman: Sebesar Rp 1.091,90 triliun. Pinjaman ini didominasi oleh pinjaman luar negeri senilai Rp 1.040,68 triliun.

Rincian pinjaman luar negeri ini meliputi:

  • Bilateral: Rp 272,45 triliun
  • Multilateral: Rp 604,53 triliun
  • Komersial: Rp 163,7 triliun
  • Pinjaman dalam negeri sebesar Rp 51,23 triliun.

2. Surat Berharga Negara (SBN): Menyumbang porsi terbesar, yaitu Rp 7.817,23 triliun. SBN ini mayoritas berasal dari denominasi rupiah sebesar Rp 6.280,13 triliun, menunjukkan dominasi pasar domestik dalam pembiayaan.

Sedangkan SBN dalam bentuk denominasi valuta asing (valas) sebesar Rp 1.537,11 triliun, menunjukkan diversifikasi sumber pembiayaan dari pasar internasional.

Dalam laporan kinerjanya, DJPPR Kementerian Keuangan secara eksplisit mengakui betapa pentingnya pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan. Tujuannya tidak lain adalah untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan.

Pengelolaan utang yang efektif adalah fondasi bagi stabilitas ekonomi makro dan keberlanjutan pembangunan.

DJPPR juga menguraikan dampak negatif dari pengelolaan utang yang tidak profesional. Kondisi fiskal pemerintah dapat terganggu, yang tercermin dalam:

  • Ketidakmampuan pemerintah membayar kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran. Ini bisa memicu krisis kepercayaan dan merusak reputasi negara di mata investor.
  • Bertambahnya kewajiban utang di luar perkiraan. Tanpa perencanaan yang matang, utang bisa membengkak di luar kendali, membebani anggaran negara di masa depan.
  • Terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan. Apabila sumber dana untuk kegiatan operasional dan pembangunan terganggu, program-program vital pemerintah bisa mandek.

Lebih lanjut, DJPPR memperingatkan bahwa pengelolaan utang yang buruk juga dapat berdampak serius pada aspek eksternal, antara lain:

  • Menurunnya kepercayaan investor dan kreditor. Investor akan ragu menanamkan modalnya jika mereka melihat risiko gagal bayar.
  • Terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating). Penurunan peringkat ini akan membuat biaya pinjaman menjadi lebih mahal dan membatasi akses ke pasar keuangan global.
  • Terhambatnya perkembangan pasar keuangan domestik. Kondisi pasar yang tidak stabil akibat keraguan terhadap kemampuan bayar pemerintah akan menghambat pertumbuhan sektor keuangan.
  • Ekonomi biaya tinggi. Biaya pinjaman yang mahal dan ketidakpastian fiskal akan meningkatkan biaya operasional bagi sektor swasta, menghambat investasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

"Selain itu, dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terhambatnya perkembangan pasar keuangan domestik, serta ekonomi biaya tinggi," demikian dikutip dari Laporan Kinerja (Lakin) DJPPR 2024.

Editor: Mohammad Fadil Djailani

Tag:  #utang #jatuh #tempo #tembus #rp178 #triliun #pada #bulan #kemenkeu #putar #otak #agar #bisa #bayar

KOMENTAR