Harga Emas Naik Tajam, Saham Emiten Logam Mulia Dilirik Investor
Harga emas menguat.(DOK. Shutterstock.)
18:12
12 Juni 2025

Harga Emas Naik Tajam, Saham Emiten Logam Mulia Dilirik Investor

 

Lonjakan harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir menarik perhatian pelaku pasar. PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menilai saham-saham emiten emas layak dipertimbangkan untuk trading jangka pendek, seiring ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi.

Farras Farhan, Research Analyst Mirae Asset, menyampaikan optimismenya bahwa harga logam mulia masih berpotensi menguat dalam waktu dekat. Ia memproyeksikan harga emas dunia bisa menembus 3.500 dollar AS per troy ounce atau setara Rp57,7 juta (kurs Rp16.500 per dollar AS) dalam 1 hingga 3 bulan ke depan.

"Kami masih optimis harga emas bisa menguat hingga 3.500 dollar AS per troy ounce dalam jangka pendek, karena ketidakpastian globalnya masih tinggi. Saham-saham emiten terkait emas bisa menjadi pilihan trading jangka pendek," ujar Farras dalam acara Media Day: June 2025 by Mirae Asset di Jakarta, Kamis (12/6/2025).

Hingga penutupan perdagangan kemarin, harga komoditas emas global tercatat di kisaran 3.340 dollar AS per troy ounce atau sekitar Rp55 juta. Angka ini melonjak lebih dari 27 persen dibandingkan posisi akhir 2024 sebesar 2.620 dollar AS per troy ounce.

Farras menambahkan, rerata harga emas tahunan diperkirakan bisa mencapai 3.100 dollar AS per troy ounce, di atas rerata harga sejak awal tahun yang masih di bawah 3.000 dollar AS per troy ounce.

"Bulan depan juga ada momen 90 hari suspensi tarif dagang Presiden AS Donald Trump terkait kebijakan perdagangan dan politiknya. Selain itu, permintaan emas global biasanya meningkat menjelang Diwali di India pada Oktober," ujarnya.

Meski ada potensi kenaikan dalam jangka pendek, Farras memperingatkan harga emas bisa melemah di akhir tahun ini. Faktor penyebabnya adalah tambahan pasokan dari Australia dan penurunan permintaan global.

Senada dengan itu, Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, menyebut ketidakpastian geopolitik dan makroekonomi masih menjadi motor utama penguatan harga emas.

"Sebagai instrumen safe haven, harga emas akan kembali naik jika kondisi global penuh ketidakpastian atau muncul sentimen negatif," ucap Rully dalam kesempatan yang sama.

Rully menambahkan, terkait kebijakan tarif dagang Trump, pasar baru akan bereaksi jika keputusan tarif tersebut jauh dari acuan wacana sebelumnya, yakni 30 persen untuk barang impor dari China ke AS dan 10 persen sebaliknya.

"Kalau keputusan tarif jauh dari level 30 persen-10 persen itu, baru ada perubahan signifikan di prediksi pasar," jelas Rully.

Rully juga mencatat, dalam dua bulan terakhir tensi perang dagang sempat mereda, diiringi pelemahan dolar AS dan harga komoditas. Namun, pekan pertama Juni justru diwarnai aksi jual bersih investor asing di pasar saham Indonesia dengan total aliran dana keluar mencapai Rp4,7 triliun, terutama dari saham-saham perbankan besar.

Sementara itu, Direktur PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) Herwin Hidayat optimistis penguatan harga emas akan memberi dampak positif bagi kinerja emiten emas. Pihaknya menargetkan kenaikan produksi emas tahun ini.

"Setiap kenaikan harga emas bisa memperbaiki kinerja keuangan BRMS, apalagi seiring peningkatan kapasitas produksi. Kami targetkan produksi emas tahun ini naik menjadi 70.000-75.000 troy ounce dari 64.983 troy ounce pada 2024," ujar Herwin.

Sebagai informasi, Mirae Asset Sekuritas Indonesia merupakan bagian dari Mirae Asset Financial Group dengan dana kelolaan global mencapai 550 miliar dollar AS atau sekitar Rp 9.075 triliun per akhir tahun lalu.

Perusahaan ini juga tercatat sebagai salah satu broker teraktif di Bursa Efek Indonesia selama empat tahun terakhir, dengan modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) sebesar Rp 1,32 triliun, jauh di atas ketentuan minimal Rp 25 miliar.

Tag:  #harga #emas #naik #tajam #saham #emiten #logam #mulia #dilirik #investor

KOMENTAR