



Tambang Nikel di Raja Ampat Tuai Kritik, DPR Desak Pemerintah Cabut IUP Lima Perusahaan dan Tutup Permanen
- Aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, tengah menjadi perhatian publik. Aktivitas pertambangan di kawasan pariwisata Raja Ampat, dinilai tidak hanya melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tetapi juga membahayakan ketahanan ekosistem dan kehidupan masyarakat lokal.
"Ini bukan hanya soal perusahaan tambang. Kami minta pihak-pihak yang meloloskan izin tambang di pulau-pulau kecil yang dilindungi UU harus diinvestigasi. Ini pelanggaran terbuka terhadap UU Nomor 1 Tahun 2014 dan bentuk nyata pengabaian terhadap kepentingan rakyat," kata Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan kepada wartawan, Senin (9/6).
Daniel mendesak, Pemerintah bisa bertindak tegas dengan tidak hanya berhenti pada evaluasi semata. Ia menegaskan, aktivitas tambang harus dihentikan secara keseluruhan mengingat eksploitasi di Raja Ampat sangat merusak lingkungan dan sumber daya alam (SDA).
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, terdapat lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Keempat perusahaan itu diantaranya PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP), PT Nurham.
"Cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar segala aktivitas baik saat ini dan akan datang tutup permanen. Kita tahu Raja Ampat ikon pariwisata yang terkenal dan menjadi destinasi andalan Indonesia," tegasnya.
Ia meyakini, warga setempat menolak adanya aktivitas tambang nikel yang berdampak buruk terhadap lingkungan. Hal itu tidak seperti yang dinarasikan sebaliknya.
"Masyarakat adat dan Pemda setempat menolak adanya tambang di raja Ampat. Negara harus melihat kepentingan masyarakat adat, masyarakat lokal, bukan mementingkan soal investasi yang pada akhirnya merusak alam, mengganggu masyarakat adat, karena berdampak pada lingkungan," tuturnya.
Lebih lanjut, legislator PKB itu menegaskan penambangan nikel yang berada di pulau-pulau kecil itu tidak hanya merusak ekosistem laut. Tetapi juga merusak sumber kehidupan masyarakat pesisir.
"Kerusakan terumbu karang, pencemaran air hingga sedimentasi akan berdampak pada menurunnya populasi ikan dan hasil tangkapan nelayan. Artinya aktivitas tambang menghancurkan SDA dan kesejahteraan rakyat," pungkasnya.
Tag: #tambang #nikel #raja #ampat #tuai #kritik #desak #pemerintah #cabut #lima #perusahaan #tutup #permanen