



Cicilan Enggak Lagi Ringan? Simak Cara Pejuang KPR Bertahan Tanpa Nambah Utang
— Bagi Dionisia (32), keputusan membeli rumah pertama bukan sekadar urusan lokasi dan harga. Sejak 2019, ia dan pasangannya telah menjalani perjalanan panjang sebagai pejuang Kredit Pemilikan Rumah (KPR), lengkap dengan naik turunnya cicilan.
“Waktu itu kami ambil KPR di Bank Permata, bunganya flat 3 tahun, 6,9 persen. Setelah itu masuk fase floating,” ujar pekerja swasta kelahiran 1992 itu kepada Kompas.com.
Pada tiga tahun pertama, cicilan bulanannya sekitar Rp 2,5 juta termasuk asuransi. Tapi setelah bunga mengambang mulai berlaku, cicilan naik sekitar Rp 400.000 menjadi Rp 2,9 juta per bulan.
Meski masih sanggup membayar, Dion mengakui ia dan suaminya harus lebih bijak mengatur keuangan.
“Strateginya sederhana: setiap habis gajian langsung beresin semua tagihan. Lalu sisihkan untuk tabungan dan kebutuhan bulanan. Sisanya baru untuk jajan atau main,” tuturnya.
Pengalaman Dion menggambarkan realita yang dihadapi banyak keluarga muda hari ini. Ketika masa promo bunga fixed berakhir, dan bunga floating mulai berlaku, cicilan bisa melonjak tanpa ampun.
Jangan Panik, Banyak Jalan Selama Arus Kas Aman
Menurut Risza Bambang, Penasihat Keuangan sekaligus Pendiri Oneshildt Financial Planning, hal pertama yang harus dilakukan saat cicilan mulai membebani adalah jangan panik.
“Ketika bunga naik dan cicilan melonjak, ada beberapa opsi yang bisa ditempuh untuk meringankan beban. Kuncinya cepat tanggap,” ujarnya.
Beberapa opsi realistis yang bisa dilakukan:
- Restrukturisasi ke bank: ajukan perpanjangan tenor atau negosiasi ulang bunga mengambang agar cicilan lebih ringan.
- Pelunasan sebagian pokok utang, agar beban bunga ikut berkurang.
- Take over ke bank lain yang menawarkan bunga dan biaya lebih rendah.
- Negosiasi penalti pelunasan dini, jika ingin lunas lebih cepat tapi khawatir kena biaya tambahan.
“Semua opsi ini butuh kesiapan data dan komunikasi yang jujur dengan bank. Konsumen punya hak untuk minta penjelasan dan simulasi resmi,” tambah Risza.
Kalau Masih Berat, Waktunya Evaluasi Aset
Jika opsi perbankan belum cukup membantu, langkah selanjutnya adalah evaluasi kondisi keuangan keluarga. Pertimbangkan menjual aset yang tidak terlalu krusial, seperti kendaraan atau investasi, untuk membantu pelunasan sebagian utang.
Alternatif lain adalah meminta bantuan ke keluarga. Namun, Risza mengingatkan, bantuan semacam ini tetap harus disepakati secara hukum agar tidak menimbulkan persoalan baru.
“Banyak yang akhirnya berselisih hanya karena bantuan keuangan tidak jelas di awal. Padahal niatnya baik,” ucapnya.
Bagi yang Baru Mau Ambil KPR, Waspada Bunga Floating
Bagi masyarakat yang baru akan mengambil KPR, kondisi ini bisa menjadi pelajaran berharga. Risza menekankan, jangan hanya terpikat promo bunga rendah di awal tanpa memahami struktur keseluruhan KPR.
“Bank sering menonjolkan bunga tetap yang rendah. Tapi begitu masuk floating, bisa melonjak cukup tajam,” ujarnya.
Ia menyarankan agar setiap calon debitur membaca dengan cermat perjanjian kredit: kapan bunga floating mulai berlaku, berapa persen, dan indikator apa yang digunakan bank untuk menetapkannya.
Bertahan Bukan Berarti Menyerah
Dion dan suami hingga kini belum berniat memindahkan KPR ataupun menjual rumah. Dengan penghasilan ganda dan pola hidup hemat, mereka merasa masih bisa mengelola beban cicilan.
“Puji Tuhan, masih cukup tanpa cari sampingan,” ujarnya sambil tertawa.
Namun bagi banyak pejuang KPR lainnya, strategi seperti yang dilakukan Dion, ditambah saran finansial dari para ahli, bisa jadi pegangan penting agar tetap waras dan stabil, tanpa perlu menambah utang baru di tengah ketidakpastian suku bunga.
Tag: #cicilan #enggak #lagi #ringan #simak #cara #pejuang #bertahan #tanpa #nambah #utang