Kasus ''Fraud'' eFishery, TaniFund hingga Investree ''Hantui'' Masa Depan Startup RI?
- Rentetan kasus fraud yang melibatkan startup Indonesia, termasuk eFishery, TaniFund, dan Investree, memunculkan kekhawatiran terhadap masa depan ekosistem startup di tanah air. Kasus ini tidak hanya berdampak pada operasional perusahaan, tetapi juga memengaruhi kepercayaan investor terhadap startup digital di Indonesia.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyoroti kasus eFishery yang mencuat setelah perusahaan mencopot salah satu pendirinya, Gibran Huzaifah, dari posisi CEO dan menggantikannya dengan Adhy Wibisono pada pertengahan Desember 2024.
Langkah ini diambil setelah dugaan fraud mencuat, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak terhadap sejumlah karyawan.
Nailul menjelaskan, dugaan fraud di eFishery melibatkan ketidaksesuaian perjanjian antara pendiri perusahaan dengan investornya. Ia menduga adanya laporan keuangan palsu yang dibuat untuk mengklaim nilai valuasi perusahaan.
"Terkait masalah hukum, saya melihat ranahnya kepada perdata perjanjian antara kedua belah pihak, antara founders eFishery dengan investor. Penyelesaiannya pun administrasi," ujar Nailul saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/1/2025).
Ia menambahkan bahwa penghitungan valuasi startup di Indonesia sering kali tidak mencerminkan kondisi sebenarnya dari perusahaan, sehingga membuka peluang terjadinya kasus serupa di masa depan.
"Ini didasari bahwa penghitungan nilai valuasi untuk startup digital di Indonesia masih jauh dari kata valid menggambarkan kondisi sebenarnya dari perusahaan," jelasnya.
Kasus serupa juga terjadi pada TaniFund dan Investree, yang turut memengaruhi persepsi investor terhadap startup di Indonesia.
Nailul memperingatkan bahwa maraknya kasus fraud ini dapat menurunkan minat pendanaan dari investor.
"Setelah eFishery menjadi unicorn, kenapa malah ada fraud di dalamnya? Ini akan membuat persepsi negatif di kalangan investor, yang berujung pada penurunan pendanaan," ujarnya.
Lebih jauh, Nailul menilai bahwa rangkaian kasus ini mendorong investor untuk lebih memerhatikan tata kelola internal perusahaan.
Tata kelola yang baik kini menjadi kriteria utama dalam investasi berbasis ESG (Environmental, Social, and Governance).
"Investor sebelumnya cenderung lepas tangan setelah memberi dana. Namun, dengan banyaknya kasus fraud, mereka kini akan lebih peduli terhadap kondisi internal perusahaan," kata Nailul.
Sebagai informasi, eFishery sempat melaporkan pendapatan sebesar 752 juta dollar AS (Rp 12,18 triliun) dengan keuntungan 16 juta dollar AS (Rp 259 miliar) untuk sembilan bulan pertama tahun 2024.
Namun, data tersebut ternyata tidak akurat. Pendapatan yang sebenarnya adalah 157 juta dollar AS (Rp 2,54 triliun) dengan kerugian sebesar 35,4 juta dollar AS (Rp 573,48 miliar).
(Tim Redaksi: Elsa Catriana, Erlangga Djumena)
Tag: #kasus #fraud #efishery #tanifund #hingga #investree #hantui #masa #depan #startup