Pengamat Dorong Sejumlah Hal untuk Tingkatkan Pariwisata Danau Toba
Untuk diketahui, penetapan Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) Tahun 2010-2025.
Dia menilai hal itu belum juga mampu mendongkrak Kawasan Danau Toba sebagai industri andalan di sektor pariwisata yang mampu menjadikannya primadona sumber pendapatan bagi negara.
Di sisi lain, hasil penelitian letusan mahadahsyat gunung purba di dunia yang terjadi pada sekitar 73.000-75.000 tahun lalu dan membentuk kubangan besar yang kemudian dikenal dengan Danau Toba, hingga saat ini dentumannya dinilai baru sampai di tingkat domestik bahkan mungkin hanya sebatas warga Kota Melayu Deli, julukan Provinsi Sumatera Utara.
Sanggam mengatakan, ada keterkaitan antara sunyinya pengetahuan tentang kisah nyata letusan maha dahsyat, terbentuknya Danau Toba dengan tak bergairahnya industri pariwisata Danau Toba sebagai destinasi berkelas dunia.
"Siapa bilang Danau Toba terkenal di sentero bumi ini? Apakah itu bukan hanya sekadar halusinasi? Sebab faktanya lebih banyak yang tidak tahu akan keberadaan Danau Toba itu. Bahkan, didalam negeri pun, masih banyak yang tidak tahu Danau Toba," kata Sanggam Hutapea, dalam keterangannya Senin (16/12/2024).
Pandangan mendasar disampaikan Sanggam terkait Refleksi Akhir Tahun 2024, sekaligus catatan dinamika pengembangan dan pembangunan Kawasan Danau Toba menuju wisata kelas dunia, mengingat periodeisasi RIPPARNAS sesuai PP Nomor 50 Tahun 2011 untuk periode 15 tahun (2010-2025) akan berakhir tahun depan.
Sanggam mengungkapkan harapannya bahwa masih ada waktu untuk berbenah, menutup kelemahan dan memperbaiki menjadi lebih baik bahkan sangat baik untuk perkembangan pariwisata Kawasan Danau Toba ke depan.
Diakui Sanggam, saat ini keinginan menjadikan Danau Toba menuju destinasi wisata kelas dunia masih jauh dari mimpi.
Padahal, keinginan itu sangat bisa diwujudkan karena hasil penelitian telah menunjukkan kebenaran bahwa Danau Toba terbentuk dari rangkaian letusan gunung berapi purba.
Termasuk di antaranya adalah satu letusan maha dahsyat di dunia pada sekitar 73.000-75.000 tahun lalu.
Untuk itu, Sanggam Hutapea menekankan pengembangan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata internasional harus dilakukan secara terpadu dan terintegrasi di antara aspek pendukung lainnya.
Dia juga mengaku prihatin soal koordinasi antar pemerintah daerah yang belum dilakukan secara maksimal. Artinya, pemerintah daerah di tujuh kabupaten masih jalan sendiri-sendiri.
Akses ke Danau Toba di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) sudah sangat terbuka, karena pemerintah memberikan perhatian penuh dengan membangun jalan tol guna memperpendek jarak tempuh ke Danau Toba.
Demikian juga dengan pembangunan bandara Internasional Silangit di Siborong-borong Tapanuli Utara, yang makin mendekatkan wisata langsung menikmati keindahan kawasan Danau Toba.
Tetapi, sarana dan prasarana yang dibangun saat ini tidak serta merta mampu mendatangkan wisatawan.
Seba,b kawasan Danau Toba yang mengandalkan keindahan alamnya tidak memilliki produk wisata apa yang ditawarkan.
"Sejak pemerintah menetapkan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata, sampai sekarang belum ada bentuk produk wisata di kawasan Danau Toba yang dimunculkan sebagai usaha memberikan nilai tambah, kecuali monoton hanya menjual keindahan alamnya," ujar Sanggam.
Padahal menurutnya satu di antara produk wisata Danau Toba yang mampu menjadi daya tarik yakni sejarah Danau Toba itu sendiri.
Di mana danau ini terbentuk dari letusan gunung vulkanik yang mahadasyat, bahkan disebut sebagai salah satu letusan gunung berapi paling terbesar di dunia, di mana berbulan-bulan lamanya, dunia ini gelap tertutup abu, hingga menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
"Kalau sejarah itu dikemas maka akan banyak yang tertarik dan akan datang ke Danau Toba," ucap dia.
Selain itu, lanjut dia, kawasan Danau Toba juga belum ada tempat kuliner bagi wisatawan untuk menimati suasana kawasan Danau Toba.
Dia mencontohkan di Bali ada Jimbaran tempat wisatawan makan malam di tepi pantai. Dan pada saat makan malam, wisatawan disungguhi tari tarian tradisional dan alunan lagu-lagu.
Fasilitas yang begini belum ada di kawasan Danau Toba.
Padahal, lanjut Sanggam Hutapea, banyak lokasi di kawasan Danau Toba yang bisa dibenahi sebagai tempat kuliner.
"Jadi, perumusan prodak wisata Danau Toba ini harus dibicarakan seluruh pemerintah daerah supaya semua ambil bagian dan semua merasa memiliki. Begitu kita bicara produk maka masyarakat pasti terlibat," ujarnya.
Kerja Sama Antar-PemdaSanggam Hutapea mengakui belum melihat banyak peran pemerintah daerah, khususnya Pemda di wilayah kawasan Danau Toba.
Demikian juga, keberadaan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) sebagai wakil pemerintah pusat di kawasan Danau Toba, hanya membuat konsep, sedang yang mengeksekusi produk-produk itu sejatinya adalah Pemda di kawasan Danau Toba itu sendiri.
Pemerintah, sebutnya, harus lebih kreatif karena salah satu kunci keberhasilan pariwisata adalah kreativitas, termasuk bagaimana mereka kreatif mengemas produk-produk lokal.
Satu di antara contoh kreatif yang diutarakan Sanggam yakni bagaimana mengemas narasi untuk mengisahkan kawasan wisata Danau Toba.
"Atraksi budaya juga perlu dikemasi dan digelar setiap akhir pekan di sekitar kawasan Danau Toba. Upacara adat jika dikemas dengan baik bisa menjadi atraksi hiburan bagi wisatawan," ujarnya.
"Upacara adat yang masih hidup dan dilestarikan di sejumlah wilayah di kawasan Danau Toba menjadi potensi untuk menghadirkan wisatawan, sekaligus memperkuat keberadaan desa wisata setempat," imbuhnya.
Sanggam mencontohkan budaya dan adat Batak yang masih asli dan terpelihara hingga saat ini adalah tradisi yang digelar rutin oleh kalangan Parmalim (aliran kepercayaan).
Satu di antara tradisi Parmalim yakni Sipaha Lima untuk mensyukuri nikmat atas hasil panen yang diberkati Yang Maha Esa.
Jika tradisi budaya ini dikemas dan digelar secara rutin di kawasan Danau Toba akan menjadi daya tarik tersendiri. Selain mengemas sajian upacara dan ritual adat, juga sebagai upaya melindungi dan melestarikan aset wisata budaya tersebut.
"Upacara adat yang beragam jenisnya jika digelar secara rutin akan merupakan bagian dari upaya melestarikan serta melindungi aset budaya lokal untuk terus tetap bertahan hidup," katanya.
Dari sisi promosi, Sanggam mempertanyakan apakah promosi pariwisata Danau Toba dilakukan di luar negeri atau di dalam negeri. Kalau promosi dilakukan ke luar negri maka harus jelas sasarannya, apakah wisatawan Asia atau Eropa.
Sanggam Hutapea mengingatkan sudah hampir 20 tahun Danau Toba tidak pernah lagi diperhatikan Pemerintah sebelum Presiden Jokowi. Dengan demikian dapat dikatakan sekitar 20 tahun juga agenda pariwisata dunia melupakan Danau Toba.
"Mereka-mereka (20 tahun lalu) mengenal Danau Toba, tentu sudah pada tua. Jadi harus disadari karena sudah 20 tahun terputus maka diperlukan terobosan untuk mengenalkan pariwisata Danau Toba itu kembali ke pasar potensial," ucap Sanggam.
Sebagai pelaku pariwisata aktif, Sanggam Hutapea berpandangan untuk promosi kawasan destinasi Danau Toba saat ini, penopangnya adalah pasar dalam negeri. Kalau pasar luar negeri (wisatawan manacanegara) butuh waktu.
Karenanya, Sanggam lebih mendorong promosi diintensifkan untuk pasar domestik dengan melakukan rekayasa-rekayasa mendatangkan wisatawan domestik ke Danau Toba.
Menurut Sanggam salah satu yang harus dilakukan alam waktu dekat ini yakni bagaimana membuat kawasan Danau Toba itu menjadi tujuan utama wisatawan lokal untuk berakhir pekan, seperti bagaimana warga Jakarta berbondong bondong ke wilayah Pucak Bogor dan Bandung untuk berakhir pekan dengan keluarga.
"Formula menjadikan kawasan Danau Toba sebagai tujuan utama akhir pekan bagi wsiatawan nusantara perlu diformulasikan. Apa lagi di kawasan Danau Toba banyak potensi wisata domestik yang bisa dikembangkan," tandasnya.
Tag: #pengamat #dorong #sejumlah #untuk #tingkatkan #pariwisata #danau #toba