Ciri-ciri Digital Hoarding, Kebiasaan Menimbun File di Dunia Maya
Ilustrasi alasan susah mengantuk akibat main HP sebelum tidur.(Pexels/Miriam Alonso)
11:39
7 Oktober 2025

Ciri-ciri Digital Hoarding, Kebiasaan Menimbun File di Dunia Maya

Di era serba digital, hampir semua aktivitas meninggalkan jejak berupa file, foto, dan dokumen yang tersimpan di perangkat. Dari ribuan tangkapan layar, pesan lama, hingga folder “arsip” yang tak pernah dibuka lagi, semua perlahan menumpuk tanpa disadari. 

Bagi sebagian orang, hal ini sekadar dianggap sebagai masalah penyimpanan yang penuh. Namun, di baliknya, kebiasaan tersebut bisa menjadi tanda digital hoarding, yaitu  perilaku menimbun data digital secara berlebihan karena takut kehilangan informasi atau merasa sayang untuk menghapusnya.

Fenomena digital hoarding kini semakin umum terjadi seiring meningkatnya kapasitas penyimpanan dan kemudahan akses ke layanan cloud. 

Tanpa disadari, kebiasaan menimbun file ini bisa memengaruhi kesehatan mental, memicu stres, dan menurunkan produktivitas karena sulitnya mengatur tumpukan data. 

Lantas, apa saja ciri-ciri seseorang mengalami digital hoarding? Selengkapnya KompasTekno menguraikannya. 

Menyimpan semua file, bahkan yang tidak penting

Tanda paling umum dari digital hoarding adalah kecenderungan untuk menyimpan semua bentuk data digital tanpa pertimbangan. Mulai dari e-mail promosi, tangkapan layar percakapan, foto duplikat, hingga dokumen kerja lama yang tidak lagi relevan, semuanya disimpan dengan alasan “nanti mungkin dibutuhkan.” 

Kebiasaan ini sering muncul karena rasa aman yang muncul ketika memiliki cadangan data sebanyak mungkin. Padahal, kebiasaan menimbun ini justru membuat ruang penyimpanan cepat penuh dan memperburuk kemampuan seseorang dalam memilah informasi penting.

Dalam jangka panjang, file yang menumpuk akan menimbulkan rasa kewalahan dan menurunkan efisiensi kerja.

Enggan menghapus file yang sudah tidak digunakan

Banyak orang merasa sulit untuk menghapus file lama, bahkan setelah menyadari bahwa data tersebut tidak lagi berguna. Rasa takut kehilangan informasi atau “menyesal nanti” menjadi penyebab utama di balik perilaku ini. 

Akibatnya, foto, video, dokumen, dan pesan lama dibiarkan menumpuk tanpa pernah ditinjau ulang. Kebiasaan ini memperkuat rasa keterikatan terhadap data digital dan menimbulkan beban psikologis setiap kali muncul notifikasi “penyimpanan hampir penuh.” 

Padahal, kemampuan untuk menghapus file yang tidak perlu justru menjadi kunci menjaga keseimbangan antara produktivitas dan ketenangan digital.

Kesulitan menemukan file ketika dibutuhkan

Salah satu konsekuensi nyata dari menimbun file digital adalah kesulitan mencari data tertentu saat diperlukan. Ketika folder dan penyimpanan tidak terorganisasi, pengguna sering merasa frustrasi karena harus membuka banyak folder atau melakukan pencarian berulang-ulang. Kondisi ini bukan hanya membuang waktu, tetapi juga menurunkan produktivitas dan meningkatkan stres. 

Meskipun fitur pencarian di perangkat modern semakin canggih, jumlah data yang berlebihan tetap membuat sistem sulit bekerja efisien. Tanpa manajemen file yang baik, pengguna akan terus terjebak dalam lingkaran pencarian dan penumpukan data.

Memiliki keterikatan emosional terhadap file

Sama seperti penimbun barang fisik, digital hoarder kerap merasa terikat secara emosional terhadap file yang dimiliki. Mereka sulit menghapus foto, video, atau pesan lama karena mengandung kenangan atau nilai sentimental tertentu. Misalnya, seseorang mungkin tetap menyimpan seluruh foto dari satu perjalanan lama, meskipun banyak di antaranya buram atau tidak bermakna. 

Keterikatan ini membuat pengguna merasa bersalah ketika menghapus data, seolah kehilangan sebagian dari dirinya. Padahal, menjaga beberapa file yang benar-benar penting jauh lebih bermakna daripada menyimpan semuanya tanpa batas.

Menyimpan salinan file di banyak perangkat atau platform

Demi alasan keamanan, banyak orang menggandakan file ke berbagai media seperti laptop, ponsel, flashdisk, hard disk eksternal, hingga layanan cloud. Sekilas hal ini tampak bijak, tetapi duplikasi yang berlebihan justru menimbulkan kekacauan dan risiko baru. 

Ketika file yang sama tersimpan di berbagai tempat, pengguna sering kehilangan jejak versi terbaru atau mengalami kesulitan saat ingin membersihkan penyimpanan.

Selain itu, semakin banyak salinan file tersebar, semakin besar pula potensi kebocoran data dan serangan siber. Praktik ini bukan hanya tidak efisien, tetapi juga membebani sistem penyimpanan dan menambah emisi energi digital secara global.

Fenomena digital hoarding bukan sekadar persoalan ruang penyimpanan yang menipis. Lebih dari itu, ia mencerminkan pola pikir yang tidak sehat terhadap data dan rasa takut kehilangan yang berlebihan. 

Jika dibiarkan, kebiasaan ini dapat memicu stres, gangguan fokus, bahkan risiko keamanan siber. Maka dari itu penting bagi setiap pengguna untuk mulai meninjau ulang kebiasaan digitalnya, menghapus yang tidak perlu, menata ulang folder, dan hanya menyimpan yang benar-benar penting. Dengan begitu, kehidupan digital bisa menjadi lebih ringan, aman, dan teratur.

Dapatkan update berita teknologi dan gadget pilihan setiap hari. Mari bergabung di Kanal WhatsApp KompasTekno.

Caranya klik link https://whatsapp.com/channel/0029VaCVYKk89ine5YSjZh1a. Anda harus install aplikasi WhatsApp terlebih dulu di ponsel.

Tag:  #ciri #ciri #digital #hoarding #kebiasaan #menimbun #file #dunia #maya

KOMENTAR