



Trump Ingin Apple Produksi iPhone di AS, Pengamat: Halu
- Di tengah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, Presiden Donald Trump sesumbar bahwa dirinya percaya diri, Apple bisa memproduksi iPhone dan perangkat lainnya di Amerika.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt. Ia mengatakan, Presiden Trump percaya bahwa AS memiliki tenaga kerja, sumber daya, dan kapasitas yang cukup untuk memproduksi iPhone di dalam negeri.
"Dia (Presiden Trump) yakin bahwa kita (Amerika) memiliki tenaga kerja dan sumber daya untuk melakukan itu," kata Leavitt dalam sebuah konferensi pers.
Selama ini, Apple mempercayakan perakitan sebagian besar produknya di China. Apple juga bermitra dengan vendor perakitan produknya di Vietnam dan India.
Akan tetapi, porsi produksi perangkat Apple di China paling dominan. Menurut laporan Evercore ISI, melansir dari CNBC, 80 persen produksi Apple bergantung pada China. Khusus untuk iPhone, seitar 85-90 persen produksinya juga masih mengandalkan fasilitas di China.
Di sini lah masalahnya.
Baru-baru ini, Trump mengumumkan kenaikkan tarif impor dari China menjadi 125 persen dari sebelumnya 104 persen.
Trump juga memberlakukan tarif impor ke lebih dari 70 negara mitra dagangnya, termasuk India, Vietnam, dan Indonesia.
Kendati demikian, Trump memberikan kelonggaran dengan menunda penerapan tarif impor selama 90 hari untuk 75 negara, kecuali China. Selama kurun waktu ini, tarif impor diturunkan 10 persen untuk memberi kesempatan negara-negara tersebut bernegosiasi.
Tingginya tarif impor dari China membuat Apple tertekan. Sebab, perusahaan yang berbasis di Cupertino, California, AS itu akan dibebani biaya produksi yang naik signifikan.
Trump menyebutkan bahwa jika perusahaan seperti Apple tidak ingin membayar tarif, maka mereka harus memproduksi perangkat mereka di Amerika Serikat.
Keinginan Trump terlalu "halu"
Anggota Kongres AS berencana mengajukan pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam waktu 30 hari ke depan. Trump melambaikan tangan ke awak media saat tiba di South Lawn Gedung Putih, Washington DC, Minggu (23/3/2025).
Banyak pihak menilai memindahkan lini produksi iPhone ke AS sebagai optimistisme yang berlebihan.
Salah satunya Dan Ives, Global Head of Wedbush Securities, sebuah firma riset teknologi yang berbasis di Los Angeles, AS.
Menurutnya, gagasan untuk membawa "pulang" perakitan iPhone dan jajaran produk Apple ke Negeri Paman Sam, terlalu "halu" - meminjam istilah anak muda zaman sekarang.
Ia menambahkan, mereplikasi rantai pasokan Apple dari Asia ke Amerika, akan menjadi keputusan finansial yang besar dan merugikan.
"Anda membangun rantai pasokan di AS, dengan fasilitas pabrik di West Virginia atau New Jersey, dan Anda akan memiliki iPhone seharga 3.500 dollar AS (sekitar Rp 58 juta, kurs rupiah Rp 16.775)," kata Ives.
Ives mengatakan, untuk mendirikan fasilitas perakitan, modal dan kompleksitas akan menjadi tantangan besar.
Ia mengatakan, Apple setidaknya butuh 30 milliar dollar AS (sekitar Rp 503,2 triliun), sebagaimana KompasTekno rangkum dari Live Mint, Kamis (10/4/2025).
Selain itu Apple juga butuh minimal tiga tahun untuk memindahkan 10 persen rantai pasokannya ke AS.
Hal yang sama juga dikatakan Laura Martin, analis teknologi dari Needham & Company.
"Menurut saya itu hal yang mustahil," kata Martin kepada CNBC.
Senada dengan Ives, Martin juga mengatakan bahwa biaya produksi Apple akan meroket jika memaksakan perakitannya di AS.
Seperti disebutkan sebelumnya, saat ini 90 persen produksi iPhone berpusat di China, di mana komponen vital disuplai dari Taiwan dan Korea Selatan.