Elon Musk Tegaskan soal Pembelian TikTok
- CEO Tesla, SpaceX, sekaligus pemilik platform microblogging X (dulu Twitter) Elon Musk mengungkapkan dirinya tidak berminat untuk mengakuisisi bisnis TikTok di Amerika Serikat (AS).
Pernyataan ini disampaikan langsung Musk dalam sebuah wawancara di acara WELT Economic Summit di Axel Springer, Berlin, Jerman, pada 28 January 2025. Video wawancara dalam pertemuan tersebut baru saja diunggah di kanal YouTube WELT Documentary pada Minggu (9/2/2025).
Dalam wawancara berdurasi 30 menit itu, ada beberapa poin pembahasan. Mulai dari keberadaan Musk yang kini masuk di jajaran kabinet Presiden AS Donald Trump, hingga harapannya untuk Eropa selama 10 tahun ke depan.
Namun, dalam sesi tanya jawab, Musk menegaskan bahwa dirinya tidak memilki ketertarikan untuk mengambil alih bisnis TikTok di AS.
“Saya belum mengajukan tawaran untuk TikTok. Saya (juga) tidak memiliki rencana apa pun terkait apa yang akan saya lakukan, jika saya memiliki TikTok,” ungkap Musk.
Video wawancara berlangsung tak lama setelah Trump menunda undang-undang yang mewajibkan induk TikTok, ByteDance menjual layanannya ke pemerintah AS. Di saat yang bersamaan, beredar laporan soal pemerintah China secara terbuka melakukan kesepakatan dengan Musk untuk mengakuisisi aplikasi tersebut.
Lewat konfirmasi Musk soal TikTok dalam wawancara WELT, ia juga mengatakan dirinya tidak memiliki rencana terkait sistem algoritma yang dimiliki TikTok, sejauh mana sistem tersebut dapat dikembangkan menjadi “sesuatu” yang lebih produktif.
“Saya kita saya akan melihat algoritmanya dan akan mencoba memutuskan, seperti ‘Seberapa membantu/berguna algortima ini? Apa yang dapat kita lakukan untuk mengubah algoritma menjadi lebih produktif, dan pada akhirnya bermanfaat bagi umat manusia?’,” tambah Musk.
Musk sendiri juga tidak terlalu akrab dengan penggunaan layanan TikTok. Ia mengaku tidak menggunakan TikTok sebagai konsumsi pribadi. Ia justru membandingkan layanan TikTok dengan aplikasi X (dulu Twitter) miliknya sebagai anomali terhadap karier-nya.
“Saya biasanya membangun perusahaan dari awal,” tambah Musk, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Tech Crunch, Senin (10/2/2025).
TikTok dan ancaman blokir di AS
Logo TikTok (kiri) dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan) saat tiba di Pengadilan Pidana Manhattan pada 30 Mei 2024.
Keberadaan TikTok di AS saat ini sedang dalam posisi tidak aman. AS lewat pemerintahan Joe Biden, meresmikan undang-undang (UU) divestasi TikTok yang berlaku pada 19 Januari lalu.
Dalam UU ini, TikTok akan diblokir di AS apabila tak tidak dijual (divestasi) ke perusahaan atau entitas AS. Jika tidak, maka platform ini akan diblokir di AS.
Namun, pada hari pertama menjabat sebagai Presiden AS 20 Januari lalu, Donald Trump "menyelamatkan" TikTok dengan menandatangani EO untuk memberi waktu hingga 75 hari ke depan hingga 20 April 2025 mendatang.
Dalam durasi waktu ini, Trump dan timnya di Gedung Putih akan melakukan berbagai hal, termasuk negosiasi hingga mencari pembeli potensial TikTok supaya platform tersebut bisa tetap beroperasi di AS.
Pada saat yang sama, Trump juga menelusuri opsi untuk pembelian 50 persen saham TikTok oleh entitas atau pihak AS sehingga setengah kepemilikan TikTok akan didapatkan oleh AS, setengahnya lagi dimiliki oleh ByteDance dan pihak lainnya.
Update terbaru soal kabar ini adalah Trump berencana membuat instrukti Presiden (Executive Order/EO) terbaru yang berisi perintah untuk membuat Dana Kekayaan Negara alias Sovereign Wealth Fund (SWF).
Dana ini nantinya akan bisa digunakan untuk berbagai keperluan negara. Trump mengisyaratkan, dana ini juga dapat digunakan untuk membeli media sosial populer bikinan ByteDance, TikTok.
"Kami mungkin akan atau tidak akan melakukan sesuatu dengan TikTok. Jika kami bisa bernegosiasi dengan baik, maka kami akan melakukan sesuatu. Jika tidak, maka kami mungkin akan 'membelinya' dengan dana SWF," kata Trump, dikutip dari Reuters.
SWF sendiri merupakan tabungan atau investasi yang dibuat suatu negara yang bisa dipakai untuk mendanai proyek hingga pembangunan infrastuktur.
Dana dari tabungan ini berasal dari berbagai sumber, mulai dari biaya anggaran yang berlebih (surplus), pendapatan pajak, hingga keuntungan negara yang didapat dari sumber daya alam macam minyak hingga tanah.