Banyak Kasus Sengketa Tanah, Komisi II Usul Bentuk UU Pertanahan dan Pengadilan Agraria
Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (2/12/2024).(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
11:20
24 Januari 2025

Banyak Kasus Sengketa Tanah, Komisi II Usul Bentuk UU Pertanahan dan Pengadilan Agraria

Komisi II DPR RI membuka peluang untuk membahas pembentukan rancangan undang-undang (UU) terkait pertanahan hingga mengusulkan adanya pengadilan agraria.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan agenda mendengarkan aduan masyarakat yang menjadi korban mafia tanah, Kamis (23/1/2025) kemarin.

“Dulu itu pernah ada rencana untuk membuat UU Pertanahan, tapi kemudian terpotong oleh Ciptaker. Mungkin ke depan perlu kita pikirkan terkait masalah perlukah pengadilan agraria, jadi tidak harus menggunakan pengadilan umum,” ujar Dede Yusuf, Kamis.

Menurut dia, langkah itu perlu dipertimbangkan mengingat masih banyak kasus pertanahan yang dialami masyarakat dan belum dapat terselesaikan.

“Nah, hal ini perlu kita dudukan ke depan, karena rasanya UU seperti ini memang akan kita butuhkan secara spesifik,” kata Dede.

Dalam kesempatan itu, politikus Demokrat itu mengungkapkan bahwa Komisi II DPR RI periode sebelumnya menerima lebih dari 60.000 aduan terkait kasus pertanahan.

Namun, lanjut Dede, banyak di antara kasus tersebut yang hingga kini belum dapat terselesaikan.

“Jadi, kami memiliki lebih dari 60.000 laporan terkait pertanahan dan dulu itu banyak yang tidak selesai,” ucap mantan wakil gubernur Jawa Barat ini.

Atas dasar itu, Komisi II DPR RI periode saat ini akan rutin menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang khusus untuk mendengarkan aduan masyarakat, khususnya terkait dengan masalah pertanahan.

Dalam pelaksanaannya, Komisi II akan mengupayakan pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk hadir dan mendengar langsung aduan yang masuk dalam RDPU.

“Kali ini bentuknya adalah mendengarkan masyarakat dan kita hadirnya pemerintah. Di sini ada Dirjen PHPT (Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah) dan PSKP (Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan) untuk nanti segera mengawinkan permasalahan,” kata Dede.

“Sehingga kami bisa ikut memantau perkembangannya. Karena Komisi II tidak menyelesaikan, kami mengawasi jalannya pemerintah,” ujar dia.

Untuk diketahui, pembahasan soal Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan sudah pernah dilakukan oleh Pemerintah dan DPR pada 2019 silam.

Namun, DPR kemudian memutuskan untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.

Keputusan diambil dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Ketua Komisi II DPR RI saat itu, yakni Zainuddin Amali, menyatakan bahwa DPR dan pemerintah sepakat menunda pengesahan RUU tersebut lantaran masih banyak materi yang diperdebatkan publik.

Hal senada disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang saat itu, Sofyan Djalil.

Ia mengatakan penundaan pengesahan RUU Pertanahan untuk dibawa ke rapat paripurna lantaran masih banyak aspirasi masyarakat yang belum terserap.

Menurut Sofyan Djalil, sedianya dalam setiap pembahasan, DPR dan pemerintah selalu menampung aspirasi masyarakat, khususnya dalam hal pengakuan tanah ulayat.

Namun, di setiap rapat, aspirasi tersebut terus-menerus diperbaharui sehingga ada saja aspirasi yang belum tertampung.

Editor: Tria Sutrisna

Tag:  #banyak #kasus #sengketa #tanah #komisi #usul #bentuk #pertanahan #pengadilan #agraria

KOMENTAR