Agung Sedayu Group Akui Punya SHGB di Desa Kohod, Hasil Beli dari Masyarakat dan Langsung Dibalik Nama
Personel TNI AL dan Nelayan membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)
18:32
23 Januari 2025

Agung Sedayu Group Akui Punya SHGB di Desa Kohod, Hasil Beli dari Masyarakat dan Langsung Dibalik Nama

 

Menyusul penjasalan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agung Sedayu Group (ASG) menyampaikan pengakuan atas Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten. Namun mereka menyatakan tidak tahu-menahu soal pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang melintas di perairan Desa Kohod. 

Kuasa Hukum Agung Sedayu Muannas menjelaskan hal itu saat dikonfirmasi pada Kamis (23/1). Dia menyampaikan bahwa pagar laut bukan milik Agung Sedayu maupun anak perusahaannya seperti Pantai Indah Kapuk (PIK).

”Dari 30 kilometer pagar laut itu, kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja. Di tempat lain dipastikan tidak ada,” kata dia menegaskan. 

Muannas menyampaikan hal itu untuk meluruskan opini yang dia nilai bisa menjadi liar. Dia menyampaikan bahwa pagar laut puluhan kilometer itu melewati enam kecamatan di pesisir Kabupaten Tangerang. Anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI yakni PT IAM dan PT CIS hanya punya SHGB di satu kecamatan, persisnya di Desa Kohod.

”Jadi, bukan sepanjang 30 kilometer itu ada lahan SHGB milik kami,” imbuhnya. 

Lebih lanjut, Muannas menyampaikan bahwa ada pengakuan dari mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar berkaitan dengan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang. Menurut dia, pagar laut itu sudah ada sejak 2014. Karena itu, dia menyebut pagar laut tersebut ada sebelum PIK Dua hadir. Bahkan sebelum Joko Widodo (Jokowi) terpilih menjadi presiden ke-7 Indonesia. 

”Beliau (Zaki) melakukan kunjungan di tahun 2014 dengan menyewa tiga boat bersama sejumlah awak media, memantau langsung kondisi pesisir pantura Kabupaten Tangerang. Sudah ada pagar-pagar laut itu sebelum PIK Dua ada, bahkan sebelum Pak Jokowi menjabat presiden,” terang dia. 

Muannas menyebut, bidang-bidang yang sudah memiliki SHGB itu dulunya adalah daratan. Namun, daratan tersebut lama kelamaan terdampak abrasi sehingga menjadi lautan. Menurut dia, dulunya di sana ada sawah dan tambak. Bahkan, sawah dan tambak itu memiliki girik. Para pemilik sawah dan tambak itu lantas menyelamatkan harta benda mereka dengan memasang pagar-pagar bambu. 

”Dan itu yang kami beli, daripada musnah dari SHM menjadi SHGB karena ada alas hak dan lahannya masih bisa teridentifikasi. BPN menjamin bisa diterbitkan sertifikat HGB, makanya kami beli,” terang dia. 

Berkaitan dengan keterangan Menteri ATR/BPN yang menyampaikan bakal membatalkan beberapa sertifikat yang sudah terbukti cacat prosedur dan cacat materil, Munnas menyampaikan bahwa pihaknya belum bisa merespons lebih jauh. Mereka perlu memeriksa dan memastikan alasan pembatalan itu. Sebab, Muannas menyebut, belum ada otentik tertulis yang diterima oleh ASG terkait dengan keterangan itu. 

 

”Para pihak mesti cek dulu soal pernyataan pak menteri yang rencananya membatalkan SHGB itu. Kami mesti pelajari alasan prosedur dan alasan yuridis yang menjadi pertimbangannya. Jadi, kami belum bisa tanggapi lebih jauh. Apalagi SHGB diatas sesuai proses dan prosedur, dan kami beli dari rakyat SHM dan di balik nama resmi, bayar pajak dan ada SK surat izin lokasi atau PKKPR,” terang dia.

Editor: Bintang Pradewo

Tag:  #agung #sedayu #group #akui #punya #shgb #desa #kohod #hasil #beli #dari #masyarakat #langsung #dibalik #nama

KOMENTAR