Patok-patok Laut
Sejumlah nelayan membongkar pagar laut yang terpasang di kawasan pesisir Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu (18/1/2025). Sebanyak 600 personel TNI AL dan para nelayan Tanjung Pasir membongkar pagar laut tanpa izin dengan target penyelesaian selama 10 hari dengan jarak sepanjang 30,16 km. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
06:04
23 Januari 2025

Patok-patok Laut

PATOK adalah pembatas: ini bagian milikku, bukan milikmu. Patok adalah identifikasi diri: saya berada di sini, jangan diganggu.

Patok adalah deklarasi dan klaim: wilayah ini adalah yurisdiksi yang memberi saya otoritas dan kedaulatan penuh.

Patok adalah alat untuk mengancam: wilayah ini adalah daulat saya, maka kalian yang lain-lain, akan berurusan dengan saya dan hukum bila ingin mencoba-coba mengganggu wilayah daulat saya ini. Singkatnya, patok adalah garis demarkasi yang membedakan.

Cara berpikir di atas, nampaknya tidak berlaku di negeri kita ini. Masalahnya, ada laut yang dipatok sepanjang 30 kilometer, membentang jauh di Banten sana, tetapi tidak ada yang mengklaim siapa dan mengapa memasang patok-patok itu?

Pihak organ negara pun seolah mengikuti irama gendang, sepakat tutup mulut. Diam. Membisu. Tak ada yang mau bersuara, apalagi bertanggungjawab.

Astaga, di negeri ini, peristiwa maha dahsyat, laut panjang dan luas dipatok tapi tidak ada yang mengetahuinya.

Mana mungkin laut itu dipatok oleh rakyat miskin, nelayan papa yang membuat patok-patok itu. Makan dan minum saja susah. Dari mana uang mereka membeli bambu?

Astaga, di negeri ini, negara takluk dan kalah dalam melindungi wilayahnya yang bernama laut. Padahal, laut itu, menurut konsep Konvensi Internasional Mengenai Laut 1981, adalah common heritage of human kind (warisan bersama umat manusia).

Untung, Presiden Prabowo Subianto bereaksi, memerintahkan Angkatan Laut mencabut patok-patok tersebut. Untung ada Menteri Nusron Wahid yang mempertaruhkan diri memberi penjelasan detail dan tegas kepada publik.

Selama ini, para pejabat seolah tidak tahu menahu. Bagaimana mungkin patok-patok yang begitu masif dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang tanpa sepengetahuan administrasi dan organ negara?

Akal waras ini disimpan di mana? Hati Nurani ini disampirkan di mana?

Menteri Nusron membuka tabir. Menguak misteri. Patok-patok tersebut dilakukan oleh pihak swasta. Laut yang dipatok itu sudah dikapling dalam bentuk bidang-bidang dan bidang-bidang itu sudah ada yang diberi status hak guna bangunan dan hak milik. Astaga.

Mancabut patok-patok, tidak berarti mencabut kasus. Mencabut patok-patok adalah pintu awal menegakkan kedaulatan negara: penegakan hukum.

Jangan lagi dianggap kasus ini selesai. Ini bukan setitik embun di ujung rumput yang langsung kering begitu mentari pagi hari bersinar. Ini masalah harkat negara. Harkat untuk tidak dipecundangi oleh oligarki.

Letak masalah hukumnya sangat jelas. Bagaimana mungkin laut (bukan tanah) yang diberi status hak guna bangunan dan hak milik? Hello hello, mengapa akal waras kita biarkan dihina begitu dalam dan sistematis?

Yang diberi hak guna bangunan dan hak milik itu adalah tanah, yang jelas muncu di permukaan. Bukan air.

Bagaimana kalau air mau diberi status hak guna bangunan dan hak milik? Harus dimulai dengan reklamasi dulu. Untuk melakukan reklamasi, sejumlah aturan main dan mekanisme harus ditaati lebih dulu.

Kalau toh melakukan reklamasi, tetap prosesnya panjang. Reklamasi membutuhkan studi awal berkaitan dengan lingkungan hidup. Reklamasi mensyaratkan adanya perhitungan dampak pada kehidupan sosial-ekonomi rakyat. Tidak serta merta.

Dengan proses dan mekanisme baku yang diterjang, jelas ada permufakatan jahat antara orang-orang yang mematok laut itu, dengan aparat negara.

Ini bukan ikhtiar seketika. Bukan keinginan sesaat. Mematok laut yang begitu masif adalah ikhtiar sistematis dan panjang. Penuh perencanaan dan hitung-hitungan yang matang.

Jelas dan terang, di republik kita sekarang ini, para aparat negara masih saja terlilit oleh kehendak para oligarki. Merekalah yang mendikte kehendak. Mendesakkan kemauan. Menindih yang menolak.

Administrasi negara sebagai penjaga aturan main agar ditaati, dijadikan sebagai wilayah taklukan para oligarki. Mereka jadi anak jajahan.

Mematok wilayah laut di Banten itu, adalah deklarasi tentang penaklukan. Pihak penakluk adalah para oligaki, sementara yang ditaklukkan adalah negara.

Hukum pun harus diketepikan. Segala aturan main mutlak dimarjinalkan. Para aparat dijadikan babu oligarki, yang tidak pernah diberi hak istirahat.

Saatnya negara berdaulat. Saatnya negara menunjukkan diri. Segala aturan main harus ditegakkan.

Wah, nanti para oligarki bereaksi. Membawa kapital mereka ke luar sehingga ekonomi kita terseok-seok. Biarkan saja mereka hengkang. Toh, akhirnya mereka kembali mencari dan mengais rezeki di negeri ini.

Siapa bilang bahwa dengan hukum yang ditegakkan, ekonomi tidak jalan? Itu ajaran sesat.

Dengan hukum yang ditegakkan, kepastian pasti ada. Ekonomi itu, di mana pun dan di zaman kapan pun, hanya bisa berputar di dataran kepastian.

Pelaku ekonomi yang memutar ekonominya di tengah ketidak-pastian, pastilah penjahat ekonomi. Mengail di air keruh.

Mari kita lihat angka statistik. Makin banyak kasus hukum yang tidak terselesaikan secara adil, maka makin kurang investor masuk.

Makin liar permainan pat gulipat para birokrat negara yang melecehkan hukum, makin jauh para investor dari kita.

Jangankan hukum yang tidak memberi kepastian, kebijakan para pejabat saja yang tidak pernah pasti, membuat para investor lari.

Tidak perlu negara gelisah dengan oligarki yang mau memboikot karena negara mau menegakkan hukum.

Tidak perlu negara khawatir dengan para oligarki, hanya karena negara hendak menegakkan hukum. Oligarki yang tidak menyenangi penegakan hukum yang ketat, adalah pelaku bisnis kotor.

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, baru berjalan beberapa bulan. Karya monumental Presiden Prabowo yang kelak dikenang oleh bangsa ini, adalah karyanya yang melawan oligarki, dan merawat kepentingan rakyat.

Karya agung Presiden Prabowo yang monumental, adalah menjalankan perintah hukum. Bukan tunduk dengan perintah oligarki. Bravo Prabowo Subianto.

Tag:  #patok #patok #laut

KOMENTAR