EKs Kabasarnas Akui Ada ''Dana Komando'' dari Pemenang Proyek
- Mantan Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas) Letnan Jenderal TNI Mar (Purn) M Alfan Baharudin membenarkan terdapat dana komando (Dako) di lingkungan Basarnas.
Dana komando merupakan uang yang disetorkan dari perusahaan atau pengusaha yang menjadi pelaksana proyek di Basarnas.
Pernyataan ini Alfan sampaikan ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) tahun 2014 Senin (20/1/2025).
“Terkait dan dana Dako itu ada?” tanya hakim Alfis di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).
“Ada, Pak. Bohong Pak kalau saya bilang enggak ada, Pak,” jawab Alfan.
Hakim Alfis kemudian menanyakan apakah dana komando itu sudah ada sejak 2012 atau sejak Alfan menjabat pada 28 Agustus 2012.
Hakim ad hoc itu mengonfirmasi apakah dana komando sudah ada atau menjadi kebiasaan sejak tahun-tahun sebelumnya.
“Berarti itu (dana komando) bukan kebijakan bapak sebagai Kepala Basarnas di tahun 2012?” tanya Hakim Alfis.
“Siap,” ujar Alfan.
“Tapi melanjutkan kebijakan dari Kabasarnas sebelumnya kan begitu?” tanya Hakim Alfis.
“Siap, yang Mulia,” tutur Alfan.
Meski demikian, kata Alfan, ketika ia mulai menjabat Kabasarnas, dana komando kosong karena sudah dihabiskan pimpinan sebelumnya.
Alfan mengakui terdapat dana komando yang mengalir ke Basarnas pada 2013.
Namun, ia tidak bersedia menjelaskan tempus 2013 lebih lanjut.
Menurutnya, dana itu hanya dilaporkan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas saat itu, Max Ruland Boseke, pada akhir tahun, yakni sekitar Oktober, November, dan Desember 2013.
“Saat Bapak menjabat sebagai Kepala Basarnas, sumber dana yang disebut Dako itu dari mana saja? Tadi kan sudah disebutkan dari pihak penyedia yang dimenangkan berkaitan dengan pengadaan di Basarnas. Kan begitu?” tanya hakim Alfis.
“Siap betul,” jawab Alfan.
Dalam perkara ini, KPK menyebut korupsi pengadaan truk angkut ini merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
Kasus berawal ketika Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000, sehingga terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500, artinya terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widharta selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
Tag: #kabasarnas #akui #dana #komando #dari #pemenang #proyek