100 Hari Prabowo-Gibran: Mengkonsolidasikan Kekuatan Parpol demi Stabilitas dan Program Prioritas
- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memasuki 100 hari kerja pertamanya sejak dilantik pada 20 Oktober 2024.
Selama periode awal ini, langkah konsolidasi politik tampaknya menjadi fokus utama pemerintah, demi menjaga stabilitas serta mempercepat pelaksanaan program-program prioritas.
Konsolidasi yang dilakukan mencakup upaya internal untuk menyelaraskan kabinet yang besar, sekaligus menjalin harmoni dengan kekuatan politik eksternal.
Langkah yang telah dilakukan pun dinilai berhasil, meskipun sejumlah tantangan masih membayangi efektivitas pemerintah dalam memenuhi ekspektasi publik.
Menyatukan semua kekuatan politik
Di tataran internal, Prabowo berupaya melakukan langkah konkret untuk menyatukan visi dan misi kabinetnya.
Di antaranya dengan pembekalan di Hambalang dan retreat di Magelang, yang melibatkan seluruh anggota kabinet.
Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, koordinasi hingga penyamaan visi misi antar-menteri menjadi perhatian utama.
Mengingat banyak menteri dalam kabinet yang juga menjabat sebagai ketua umum partai politik.
“Pemerintahan Prabowo intensif melakukan konsolidasi politik baik secara langsung maupun tidak, menimbang para Menko (ataupun menteri) di kabinetnya sebagian besar juga menjabat sebagai ketum-ketum partai,” ujar Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro, kepada Kompas.com, Minggu (19/1/2025).
Di sisi eksternal, pemerintahan Prabowo-Gibran juga dianggap berhasil membangun harmoni dengan partai-partai besar seperti PDI-P.
Kesepakatan untuk tidak merevisi Undang-Undang (UU) MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) menjadi salah satu bukti adanya pembagian peran yang jelas antara Gerindra dan PDI-P.
“Presiden Prabowo yang notabene Ketum Gerindra juga menjalin harmoni dengan PDI-P ketika UU MD3 tak direvisi dan Puan jadi Ketua DPR lagi,” ucap Agung.
“Artinya ada pembagian peran secara jelas di mana PDI-P pemenang pileg sebagai Ketua DPR dan Gerindra pemenang pilpres sebagai presidennya,” sambungnya.
Agung berpandangan, langkah konsolidasi tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo tidak hanya berfokus pada program teknis, tetapi juga pada penguatan koordinasi politik.
Pada masa awal pemerintahannya, Presiden Prabowo pun terlihat mengedepankan kolaborasi dengan DPR dalam pengambilan keputusan strategis.
Dia mencontohkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akhirnya diterapkan secara terbatas, setelah melibatkan dialog intensif dengan parlemen.
Tantangan efektivitas kabinet besar
Agung mengakui bahwa kerja-kerja Prabowo-Gibran dalam mengkonsolidasikan kekuatan politik berjalan efektif.
Meski begitu, dia menyoroti efektivitas kerja dari Kabinet Merah Putih yang masih menjadi tantangan besar.
“Di titik inilah, harus diakui kerja-kerja politik pemerintahan Prabowo jelang 100 hari efektif. Namun, perlu diperbaiki lagi soal optimasi kinerja para menteri agar lebih substantif. Maksudnya, kualitas kerja mesti menjadi dasar agar tak sekadar menjalankan program semata,” kata Agung.
Dia mencontohkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai belum maksimal, khususnya dalam hal pemerataan ke seluruh daerah, kualitas makanan, dan transparansi anggaran.
Jika tidak ada perbaikan signifikan, lanjut Agung, program yang sudah baik secara konsep berisiko kehilangan kepercayaan publik.
“Perlu diperhatikan hal-hal yang masih minor agar semakin minim dan ke depan lebih baik lagi soal pemerataan program, kualitas makanannya, transparansi keuangan penyaluran MBG, dan hal-hal teknis lainnya,” ungkap Agung.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Lili Romli mengatakan, konsolidasi politik memang efektif untuk menciptakan stabilitas pada awal pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Semua kekuatan politik tergabung dalam pemerintahan memang sengaja dilakukan dan kerja-kerja itu sangat berhasil,” kata Romli, kepada Kompas.com, Minggu (19/1/2025).
Namun, kata Romli, hal tersebut tidak serta-merta membuat setiap program pemerintah baru berjalan baik dan lancar.
Faktanya, implementasi program-program pemerintah saat ini justru masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.
“Tujuan dari konsolidasi kekuasaan tersebut untuk stabilitas pemerintahan, agar program-program pemerintahan Prabowo-Gibran berjalan baik dan akselerasi pembangunan lancar,” kata Romli.
“Namun, bila kita amati menjelang 100 hari pemerintahan, belum terlihat secara nyata tentang programnya, kecuali Makan Bergizi Gratis. Itu pun masih belum semuanya berjalan ke seluruh daerah-daerah,” sambung dia.
Peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ini berpandangan persoalan itu tidak terlepas dari gemuk kabinet dan banyaknya kementerian baru.
Alhasil, perlu waktu untuk menata struktur organisasi, merekrut staf, hingga menyelaraskan anggaran.
Kondisi tersebut pun membuat beberapa program pemerintah belum menunjukkan hasil yang signifikan di lapangan.
“Mungkin program-program belum berjalan karena kabinet sangat tambun. Masing-masing masih konsolidasi internal, dan lain-lain,” ucap Romli.
Atas dasar itu, evaluasi terhadap kinerja kabinet dan percepatan pelaksanaan program menjadi kunci untuk menjawab ekspektasi publik dalam tahun-tahun mendatang.
“Ke depannya, Prabowo-Gibran harus bersikap tegas dan melakukan evaluasi, mana titik lemah dari masing-masing kementerian, termasuk juga koordinasi dan sinerginya,” sambung dia.
Perhatikan prinsip demokrasi
Romli menambahkan, langkah konsolidasi politik yang telah dilakukan Prabowo di awal masa pemerintahannya memang menjadi fondasi penting untuk bisa mempercepat realisasi program-program prioritas.
Namun, Romli berharap pemerintah tetap harus memastikan bahwa stabilitas politik tidak mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi.
Keberhasilan merangkul hampir seluruh partai politik ke dalam koalisi pemerintah, kata Romli, berpotensi melemahkan mekanisme check and balances.
“Ya, pada pemerintahan Prabowo-Gibran ini semua partai politik nyaris menjadi bagian dari koalisi pemerintah, sehingga kekuatan penyeimbang dan kontrol tidak ada,” ucap Romli.
“Setelah Nasdem, PKB, dan PKS bergabung, publik berharap PDI-P tetap berada di luar pemerintahan. Namun, tampaknya harapan itu sulit terwujud,” sambung dia.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia itu juga mengingatkan bahwa absennya oposisi formal dapat mengancam perkembangan demokrasi.
“Jika tidak ada partai oposisi yang kuat, pemerintahan bisa mengancam atau bahkan mematikan demokrasi,” pungkas dia.
Tag: #hari #prabowo #gibran #mengkonsolidasikan #kekuatan #parpol #demi #stabilitas #program #prioritas