Pegawai Basarnas Terus Berbelit-belit, Jaksa KPK Ingatkan Pasal Obstruction of Justice
Analis Kepagawaian Ahli  madya Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Kundori menutup wajahnya ketika persidangan kasus korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dijeda, Kamis (16/1/2025).(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)
22:40
16 Januari 2025

Pegawai Basarnas Terus Berbelit-belit, Jaksa KPK Ingatkan Pasal Obstruction of Justice

- Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pegawai Badan SAR Nasional (Basarnas) Kundori, karena terus berkelit dan membantah berita acara pemeriksaan (BAP) pemeriksaannya sendiri.

Jaksa menyebut bahwa Kundori bisa dijerat dengan pasal perintangan penyidikan (obstruction of justice).

Peringatan ini disampaikan oleh jaksa di tengah sidang setelah Kundori menuding penyidik KPK ditelepon istri dan buru-buru pulang, sehingga ia tidak bisa mengubah materi dalam BAP.

Adapun Kundori dihadirkan sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnas tahun anggaran 2014.

Jaksa KPK kemudian menunjukkan BAP Kundori yang pada setiap halamannya ia bubuhkan paraf sebagai bentuk persetujuan atas materi BAP tersebut.

“Ini paraf Bapak atau paraf penyidik?” tanya jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2025).

“Iya, paraf saya,” jawab Kundori.

Jaksa pun menanyakan apakah sebelum membubuhkan paraf itu ia membaca BAP tersebut terlebih dahulu.

Namun, Kundori mengaku tidak membacanya. Jawaban ini membuat jaksa KPK heran.

Sebab, Kundori memiliki riwayat pendidikan magister atau S2, sehingga tidak mungkin diarahkan oleh penyidik.

“Enggak (baca), langsung mau pulang,” jawab Kundori.

“Yang mau pulang itu penyidik atau Bapak?” timpal jaksa KPK.

“Dua-duanya,” jawab Kundori.

Jawaban ini kembali membuat jaksa KPK heran. Sebab, ketika dicecar hakim, ia menuding penyidik lah yang buru-buru pulang karena ditelepon istri.

“Iya, dua-duanya. Kalau saya penginnya cepat selesai,” tutur Kundori.

Setelah itu, jaksa menunjukkan ketentuan Pasal 21, Pasal 35 Ayat 1, dan Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 21 menyatakan bahwa setiap orang yang sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa, ataupun para saksi dalam perkara korupsi, bisa dipenjara.

“Paling singkat tiga tahun. Itu ya, Pak,” kata jaksa KPK.

Jaksa kemudian melanjutkan ketentuan pasal berikutnya yang menyebut, siapapun yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberikan keterangan tidak benar dipidana penjara minimal tiga tahun.

“Ini nasib para terdakwa, Pak. Nah, dengan pasal ini, ini sekarang nasib saudara juga. Saya enggak menakut-nakutin, Pak, karena Bapak di sini memberikan paraf,” tutur jaksa KPK.

Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.

Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.

Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.

Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500.

Artinya, terdapat selisih Rp 10.389.200.000.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta, selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.

Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.

Editor: Syakirun Ni'am

Tag:  #pegawai #basarnas #terus #berbelit #belit #jaksa #ingatkan #pasal #obstruction #justice

KOMENTAR