Marahi Saksi Korupsi di Basarnas yang Berbelit, Hakim: Saudara Pikir di Sini Dagelan!
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) pengadan rescue carrier vehicle (RCV) di Basarnasa tahun 2014, Kundori (kiri) diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2025).(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)
14:22
16 Januari 2025

Marahi Saksi Korupsi di Basarnas yang Berbelit, Hakim: Saudara Pikir di Sini Dagelan!

Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memarahi saksi agar tidak mempermainkan persidangan dan menganggapnya seperti "dagelan" dengan memberikan keterangan berbelit-belit.

Peringatan itu disampaikan hakim anggota Alfis Setiawan ketika menggali keterangan dari Ketua Kelompok Kerja (Pokja) pengadaan rescue carrier vehicle (RCV) di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) tahun 2014, Kundori.

Dalam persidangan itu, Hakim Alfis mengonfirmasi keterangan Kundori dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Keterangan saudara di poin 13 saudara Anjar Sulistiyono selaku PPK (pejabat pembuat komitmen) mengarahkan tim Pokja atas lelang apa dan siapa pemenangnya. Ada ini keterangan saudara?” tanya Hakim Alfis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (16/1/2025).

Namun, Kundori mengatakan bahwa pertanyaan itu ia jawab secara ngawur. Sebab, ia ingin pemeriksaan cepat diselesaikan dan segera pulang dari KPK.

Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan menyangkut waktu dari penyidik KPK tidak jelas.

“Begitu pertanyaan itu dijawab agar pertanyaan selanjutnya terisi agar cepat pulang, ya itu seperti itu yang harus saya jawab. Itu asumsi saya,” jawab Kundori.

Dalam sidang, Kundori berulang kali mengaku tidak mengetahui terkait pelaksanaan lelang proyek di Basarnas, siapa yang menentukan pemenang, dan siapa pemenangnya.

Karena itu, ia menjawab pertanyaan penyidik dengan asumsi dan membubuhkan tanda tangan di BAP agar segera pulang.

Menjawab pertanyaan hakim, Kundori terus tidak menjawab dengan jelas terkait siapa pihak yang memberi arahan.

 

“Saya ini sebenarnya ngawur, dalam artian (penyidik) kok langsung nunjuk nama, padahal itu belum tentu yang nyuruh dia,” ujar Kundori.

Mendengar ini, Hakim Alfis pun geram. Dengan nada tinggi, ia mengingatkan Kundori untuk tidak bermain-main.

Ia menekankan, majelis hakim mengetahui bagaimana mekanisme pemeriksaan oleh penyidik KPK.

Pemeriksaan itu direkam baik audio maupun video sehingga bisa dibandingkan dengan pengakuannya di persidangan.

“Kan ada rekaman saudara selama diperiksa di KPK itu dan ini lagi di persidangan. Jangan main,” kata Hakim Alfis.

“Betul Pak. Makanya saya jawab Pak itu adalah asumsi saya pribadi,” tuturnya.

Ia mengaku asumsi itu berdasar pada penyampaian teman-temannya di tim Pokja. Mereka melaksanakan lelang sesuai arahan PPK.

Hakim Alfis pun terus mengejar keterangan Kundori dengan menanyakan kapan informasi itu disampaikan koleganya, apakah ketika mereka menyerahkan dokumen pengadaan untuk ditandatangani.

Namun, lagi-lagi ia mengaku lupa.

“Apakah dokumen terkait pengadaan ini? Truk angkut atau RCV?” tanya Hakim Alfis.

“Lupa Yang Mulia,” jawab Kundori.

Mendengar ini, Hakim Alfis semakin geram. Menurutnya, jawaban Kundori tidak masuk akal karena telah menyebut arahan itu dari PPK namun tidak bisa menjawab lebih lanjut.

“Saya tanya pengadaan yang mana? Dua (truk dan RCV) ini atau yang lain? Saudara enggak bisa jawab, lupa. Jangan ngawur-ngawur di sini! Yang jelas-jelas! Saudara pikir dagelan di sini!” kata Hakim Alfis marah.

“Siap,” jawab Kundori singkat.

Hakim Alfis pun mengulangi pertanyaannya, apakah arahan itu diberikan PPK dalam pengadaan truk dan RCV atau pengadaan yang ia tergabung dalam Pokja lain.

Namun, lagi-lagi ia mengaku lupa.

Meski demikian, Kundori mengaku bahwa informasi arahan memenangkan pihak tertentu oleh PPK itu disampaikan teman-temannya.

Ia akhirnya mengakui bahwa PPK tersebut adalah Anjar Sulistiyono yang duduk sebagai terdakwa.

“Ada PPK yang lain selain terdakwa ini?” tanya Hakim Alfis.

“Ada. Adit, Agung. Sudah,” kata Kundori.

Dalam perkara ini, Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4 WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.

Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000.

Artinya, terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.

Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500.

Artinya terdapat selisih Rp 10.389.200.000.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widarta selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.

Perbuatan mereka disebut merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.

Editor: Syakirun Ni'am

Tag:  #marahi #saksi #korupsi #basarnas #yang #berbelit #hakim #saudara #pikir #sini #dagelan

KOMENTAR