Pakar Usul Seleksi Partai Peserta Pemilu Seperti Liga Champions Usai MK Hapus Presidential Threshold
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi bertajuk Kontroversi Pemilihan Presiden Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025). 
16:22
12 Januari 2025

Pakar Usul Seleksi Partai Peserta Pemilu Seperti Liga Champions Usai MK Hapus Presidential Threshold

- Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengusulkan proses seleksi partai peserta pemilu seperti liga sepak bola Liga Champions di Eropa setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden melalui putusannya beberapa waktu lalu.

Menurutnya, syarat pendirian partai setelah putusan MK perlu dibuat sangat mudah sehingga lahir banyak partai-partai lokal baru.

Partai-partai lokal baru yang nantinya akan lahir tersebut, kemudian akan berkompetisi di tingkat lokal.

Ia menganalogikan proses kompetisi itu dengan istilah dalam liga sepak bola di negara-negara Eropa seperti Divisi 3, Divisi 2, dan Divisi 1.

Menurut dia dengan demikian isu-isu atau permasalahan di tingkat lokal tetap mendapat perhatian.

Seiring dengan itu menurutnya syarat partai untuk menjadi peserta pemilu perlu dipersulit.

Kembali merujuk ke istilah dalam Liga Eropa, ia menggambarkan partai peserta pemilu presiden atau di tingkat nasional nantinya hanyalah partai yang berada di Divisi Utama.

Partai-partai yang berada di Divisi Utama tersebutlah yang kemudian berkompetisi di tingkat nasional atau yang diistilahkannya dengan "Liga Champions".

Sehingga, menurutnya partai peserta pemilu ke depan bukanlah partai-partai baru yang berpotensi hanya menjual dukungan atau "jualan perahu", melainkan partai yang memang sudah teruji dan mendapatkan dukungan secara nyata.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertajuk Kontroversi Pemilihan Presiden Pasca Pembatalan Syarat Ambang Batas Oleh MK yang digelar secara daring pada Minggu (12/1/2025).

"Jadi ini mirip Liga Champions lah menurut saya. Kalau dia sudah menguasai lokal, sudah punya kandidat di beberapa lokal, baru dia bisa tarung di nasional. Dibikin sederajat begitu. Jadi silakan orang tarung di lokal dulu. Sabar. Jadi dia meniti di lokal," ungkap Uceng.

"(Partai).Baru berdiri, mereka tarung di lokal dulu, mereka sudah bisa memenangkan berapa kursi. Misalnya berapa kursi di beberapa kabupaten kota atau provinsi baru silakan tarung di nasional," kata dia.

Dengan demikian, kata Uceng, DPR tidak perlu kasak kusuk untuk berupaya membatasi peserta pemilu dengan memaknai putusan MK di luar dari dihapuskannya syarat ambang batas pencalonan presiden.

Apalagi, ungkap dia, dengan berusaha membuat syarat ambang batas pencalonan presiden menjadi 4 persen seperti syarat ambang batas perolehan suara partai peserta pemilu (parliamentary threshold).

"Maksud saya adalah kita ketatkan (persyaratan) partainya (peserta pemilu). Selemah-lemahnya iman adalah pakai aturan sekarang perketat peserta pemilu," kata Uceng.

"Tapi jangan kasak kusuk bikin lagi angka-angka untuk presidential thereshold. Karena itu menurut saya mengangkangi putusan MK yang dimaksud MK 0 persen itu," sambung dia.

Putusan MK Soal Syarat Ambang Batas Pencalonan Presiden

Diberitakan sebelumnya MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang sebelumnya diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu melalui putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024.

Dengan begiru setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu memenuhi persyaratan minimal dukungan suara tertentu.

Akan tetapi, menurut MK juga memberikan sejumlah catatan. 

Catatan itu di antaranya, dalam praktik sistem presidensial di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu. 

Hal tersebut dinilai menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.

Kemudian, MK juga menegaskan penghapusan syarat ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik. 

Namun, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.

MK pun menyoroti, meski konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, namun jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia. 

Dengan begitu, keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia, sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.

Putusan MK tersebut merupakan putusan atas permohonan yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. 

Dalam putusan itu, MK menegaskan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama Gedung MK Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025).

 

 

Editor: Eko Sutriyanto

Tag:  #pakar #usul #seleksi #partai #peserta #pemilu #seperti #liga #champions #usai #hapus #presidential #threshold

KOMENTAR