Auditor BPK Disebut Kecipratan Uang Korupsi di Basarnas, Disimpan di Laci Kamar Hotel Jakarta
Uang tersebut diserahkan di laci kamar hotel Grand Orchardz.
Adapun hal itu disampaikan Kamil saat menjadi saksi pada sidang kasus korupsi pengadaan truk pengangkut personel dan Rescue Carrier Vehicle di Basarnas tahun 2014 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Ia bersaksi untuk terdakwa mantan Sekretaris Utama (Sestama) sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Basarnas, Max Ruland Boseke.
Selanjutnya terdakwa Direktur CV Delima Mandiri, William Widarta dan terdakwa Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
"Berikutnya juga ada kaitannya dengan BPK, Badan Pemeriksa Keuangan. Ada sejumlah uang yang diberikan kepada pihak BPK tahun 2016. Bisa Saudara jelaskan ini?" tanya hakim Alfis di persidangan.
Kemudian Kamil mengungkapkan ada arahan penyerahan uang untuk BPK.
"2016 saya sudah pindah dari Biro Umum itu Sestamanya Pak Dadang Arkuni. Dia memang ada voice note, 'Mil, tolong anterin dana ke BPK'," kata Kamil.
Kemudian hakim menanyakan siapa orang BPK yang menerima.
"BPK itu setahu saya, jadi gini, izin bapak, 'Mil coba hubungi Kapusdatin' tempo hari itu Jenderal siapa lupa lagi. Jadi saya terima bungkusan itu," kata Kamil.
Kamil menegaskan bungkusan tersebut berisi uang.
"Ya mungkin duit lah, iya (Uang)," ucap Kamil.
Kemudian hakim menanyakan sosok yang menerima uang tersebut.
Namun, Kamil tak menjawab secara pasti.
"Nah 'Mil,sesuai arahan Sestama Pak Dadang, ini uang buat BPK'," kata Kamil.
Sestamanya siapa waktu itu, tanya hakim kembali.
"Pak Dadang Arkuni, memang sudah pensiun. Terus saya terima, 'tolong masukin ke hotel Grand Orchardz di belakang Basarnas," kata Kamil.
"Saya masukin, nanti ada orang yang ngambil," lanjutnya.
"Siapa orang yang ngambil?" tanya hakim.
"Yang dari BPK Pak," jawab Kamil.
"Namanya siapa? Firman Nur Cahyadi kalau di berita acara pemeriksaan Saudara. Benar?" tanya hakim kembali.
Kemudian dikatakan Kamil siapa pun yang mengambil mungkin staf dari BPK.
"Bukan dia yang ngambil langsung? Bukan Firman? kan Saudara yang menyerahkan ini. Uang itu kan Saudara yang menyerahkan, yang terima siapa? Firman Nur Cahyadi atau bukan?" tanya hakim kembali.
Kamil lalu menerangkan uang tersebut disimpan di box kamar hotel.
"Saya hanya nyimpan di box kamar hotel. Jadi saya nggak ketemu orangnya," ucap Kamil.
Sebagai informasi dalam perkara ini, Mantan Sekretaris Utama (Setama) Basarnas Max Ruland Boseke didakwa telah merugikan keuangan negara senilai Rp 20,4 miliar terkait kasus pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014.
Kerugian itu muncul akibat dugaan korupsi pengadaan truk pengangkut personel yang memiliki nilai Rp 42.558.895.000 dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 Rp 43.549.312.500.
Adapun sidang perdana digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dalam dakwaannya, Jaksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Max Ruland diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dua terdakwa lainnya yakni William Widarta selaku CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikaya Abadi Prima dan Anjar Sulistyono selaku Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Pengawakan dan Perbekalan Direktorat Sarana dan Prasarana Basarnas sekaligus pejabat pembuat pembuat komitmen (PPK) Basarnas tahun anggaran 2014.
"Telah turut serta atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan secara melawan hukum," kata Jaksa KPK Richard Marpaung di ruang sidang.
Dalam surat dakwaannya, Jaksa menyebutkan, bahwa perbuatan tersebut dilakukan oleh Max Ruland dan dua terdakwa lainnya pada tahun 2013 hingga 2014. Dimana kata Richard perbuatan yang dilakukan di Kantor Basarnas RI, Kemayoran, Jakarta Pusat itu telah memperkaya Max Ruland Boseke yakni Rp 2,5 miliar dan William Widarta sebesar Rp 17,9 miliar.
"Dalam pengadaan truk pengangkut personel dan rescue carrier vehicle di Basarnas tahun 2014 memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya William Widarta sebesar Rp 17.944.580.000,00 dan memperkaya terdakwa Max Ruland Boseke sebesar Rp 2.500.000.000,00 yang dapat merugikan negara sebesar Rp 20.444.580.000,00," jelas Jaksa.
Kemudian Richard menjelaskan bahwa Max dan Anjar diduga mengarahkan William selaku pemenang lelang pengadaan truk tahun 2014 untuk menaikkan harga penawaran sebesar 15 persen.
Yang dimana penawaran 15 persen itu dengan rincian 10 persen untuk dana komando dan 5 persen sisanya untuk perusahaan pemenang lelang.
Selain itu Richard menuturkan, bahwa dari nilai pengadaan truk Rp 42.558.895.000 itu diketahui jumlah yang benar-benar digunakan hanya senilai Rp 32.503.515.000.
Alhasil kata dia terdapat selisih angka kelebihan bayar yaitu senilai Rp 10.055.380.000. Sedangkan terkait pembelian pengadaan Rescue Carrier Vehicle hanya sebesar Rp 33.160.112.500 yang benar-benar digunakan dari anggaran yang telah ditandatangani yaitu Rp 43.549.312.500.
Sehingga lanjut Richard terdapat selisih sebesar Rp 10.389.200000 dari nilai pembelian peralatan tersebut.
"Yang mengakibatkan kerugian keuangan negara seluruhnya Rp Rp 20.444.580.000,00 sebagaimana laporan investigative dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan truk angkut personel 4WD dan pengadaan Rescue Carrier Vehicle pada Badan Sar Nasional (Basarnas) tahun 2014 yang dibuat Tim Auditor Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI tanggal 28 Februari 2024," pungkasnya.
Akibat perbuatannya Max Ruland Boseke Cs didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHP.
Tag: #auditor #disebut #kecipratan #uang #korupsi #basarnas #disimpan #laci #kamar #hotel #jakarta