CEO Tribun Network Paparkan Tantangan Media Massa di Tengah Disrupsi Teknologi dan AI
CEO Tribun Network Dahlan Dahi memaparkan bagaimana tantangan tersebut dan apa yang bisa dilakukan pemerintah sebagai regulator dalam menghadapi situasi ini.
Mulanya, Dahlan menjabarkan perjalanan panjang media mulai dari surat kabar hingga sekarang menjadi digital.
Dahlan mengatakan soal disrupsi yang terjadi media massa belakangan ini.
"Media massa bukan hanya satu-satunya yang memproduksi dan mendistribusikan ke ranah publik, sehingga monetisasinya pun tidak lagi monopoli media massa. Saya memahami disrupsi ini terjadi," kata Dahlan saat menjadi narasumber dalam Konsultasi Publik Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Media Massa Bertanggung Jawab, Edukatif, Jujur, Objektif, dan Sehat Industri (Bejo's) yang digelar Bappenas di Menara Bappenas, Jakarta, Senin (16/12/2024).
Dia menyebut bahwa ada paradoks dalam situasi ini.
Media massa diasumsikan bisa membentuk opini publik, dan karena itulah diciptakan regulasi.
"Tapi di nonmedia tidak ada regulasi. Ini persoalannya yang kita hadapi sekarang sehingga disrupsi yang terasa terjadi di media. Di media seperti diikat kakinya, tapi di nonmedia tidak ada yang diikat," kata Dahlan.
Lebih lanjut, Dahlan menilai bahwa sistem insentif dalam internet membawa dampak negatif bagi media massa.
Pasalnya, sistem insentif di internet berpola pada kemudian iklan yang datang lewat user engagement, lalu revenue dari iklan tersebut dibagi-bagi dalam turunannya.
Kemudian, Dahlan mengatakan bahwa peran AI menjadi tantangan bagi media massa.
Dalam paparan, Dahlan membagi peran AI dalam tiga kerangka: mencari, mengolah, dan mendistribusikan.
"Kalau kita lihat dalam kerangka mencari, mengolah, mendistribusikan, maka muncul platform baru yang bisa mendistribusikan informasi. Ini akan mendisrupsi kemampuan media massa mendapatkan audiens, dan juga kemampuannya memonetisasi, karena kan semakin kecil," kata Dahlan.
Dahlan menyebut peran AI juga membawa kabar baik bagi media massa, karena AI dapat membantu media massa mengolah dan memproduksi konten, khususnya bagaimana AI mengolah teks dan audio.
"Saya membayangkan suatu konten berbasis teks tapi diterjemahkan dalam berbahasa daerah. Ini memungkinkan dan membuat lebuh murah, karena proses produksinya lebih murah tapi advertisingnya juga akan murah," ujar Dahlan.
AI, dikatakan Dahlan, bisa membuat cerita dan berita sendiri.
Dahlan mengatakan AI juga sudah bisa mengambil keputusan sehingga membenamkan informasi dari media massa.
"Itu memengaruhi kita, tapi yang diregulasi malah medianya, bukan AI-nya. Dulu itu loper memutuskan surat kabar mana yang dipajang di depan, sekarang AI yang make decision, dan lagi-lagi ini unregulated," kata dia.
Karena itulah, Dahlan merekomendasikan bagi media massa untuk beradaptasi dengan teknologi dan membangun ekosistem yang baru.
Rekomendasi tersebut di antaranya yakni teknologi mencakup biaya peralatan, profuksi baru, dan bisnis model baru.
Kemudian rekomendasi soal pengembangan SDM yang mencakup pelatihan hingga re-skill.
"Kemudian soal regulasi yang saya sangat vokal di sini. Satu daerah punya anggaran untuk media. Yang terjadi adalah anggaran atau dana pemerintah didistribusikan kepada media yang bersertifikasi Dewan Pers. Konsekuensinya adalah satu orang di satu daerah bisa punya 24 media, sementara untuk media profesional kita butuh organisasi yang kompleks. Makanya sistem insentifnya perlu disampaikan," tandasnya.
Tag: #tribun #network #paparkan #tantangan #media #massa #tengah #disrupsi #teknologi