



ICW Minta KPK Segera Periksa Anggota BPK dan Berkoordinasi dengan PPATK
- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera memeriksa auditor dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disebut dalam persidangan kasus korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).
"Keterangan saksi dalam proses persidangan Syahrul Yasin Limpo, yang menyatakan bahwa ada permintaan uang dari auditor BPK harus dipandang sebagai fakta persidangan," kata Diky kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/5).
Menurut, Diky, keterangan itu harus ditindaklanjuti segera. Apalagi disebutkan bahwa dari permintaan uang sebesar Rp12 miliar, transaksinya sudah terjadi dengan kesepakatan sebesar Rp5 miliar agar Kementerian Pertanian mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.
Maka dari itu, sambung Dicy, keterangan saksi itu harus dijadikan sebagai fakta petunjuk oleh KPK untuk melihat apakah unsur pasal suap telah dipenuhi.
"Caranya adalah dengan melakukan pengembangan perkara dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan atas indikasi suap menyuap ini dengan segera memanggil dan memeriksa auditor dan anggota BPK yang disebutkan namanya," kata Diky.
Diky juga mengingatkan KPK segera bertindak tanpa harus menunggu persidangan SYL selesai.
"KPK tanpa harus menunggu pembacaan vonis persidangan Syahrul Yasin Limpo," ujar Diky.
Sementara, tambah Diky, untuk mendalami aliran dana dan dugaan pencucian uang dari konstruksi dugaan suap menyuap itu, KPK bisa berkoordinasi dengan PPATK. "Dalam rangka pelacakan aset," ujarnya.
Kasus dugaan korupsi Menteri Pertanian SYL ternyata melibatkan banyak pihak. Munculnya nama anggota IV BPK Haerul Saleh yang dikaitkan dengan dugaan suap Rp12 miliar untuk penerbitan status WTP sangat mengejutkan sejumlah kalangan.
Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/5), bahkan meminta KPK serius dalam menyikapi dugaan keterlibatan anggota BPK ini.
"Praktek oknum BPK yang diduga meminta dana untuk opini WTP itu termasuk gratifikasi dan ini termasuk kejahatan besar," kata Roy Salam.
Oleh karena itu, kata Roy Salam, KPK tidak boleh main-main dan harus menelusuri dugaan aliran dana suap tersebut. "Harus segera memeriksa oknum pejabat BPK yang bersangkutan. Karena memang diduga praktek gratifikasi terkait hasil audit BPK sudah sering terjadi, bukan hanya pada auditor lapangan, namun sudah masuk pada level pimpinan BPK," ujarnya.
Seharusnya BPK, lanjut Roy, bisa belajar dari kasus yang menjerat Anggota III BPK Achsanul Qosasi terkait suap proyek BTS.
"Nah, kalau dugaan suap WTP Kementan ini terjadi lagi, maka oknum BPK itu tidak amanah mengelola uang rakyat. Dengan begitu, tidak ada lagi lembaga yang bisa menggaransi pengelolaan APBD dan APBN," terang peneliti kebijakan publik.
Ditanya soal peran Majelis Kehormatan Kode Etik BPK agar memeriksa oknum pejabat itu, Roy Salam mengatakan jangan terlalu berharap dengan peran lembaga tersebut.
"Majelis Etik ini tidak berfungsi maksimal, karena sifatnya hanya kumpulan anggota majelis yang didominasi pimpinan, apalagi mereka juga bagian kolega. Pengalaman kita selama ini, bahwa sifatnya Majelis Etik hanya menunggu. Jadi tidak mungkin proaktif, nah saat kita melaporkan oknum BPK, kita juga yang harus aktif mencari bukti-bukti," jelas pegiat antikorupsi.
Lebih jauh Roy Salam mendesak agar Revisi UU BPK harus segera diselesaikan. Namun sayangnya, usulan Revisi UU tersebut selalu mentok di DPR.
"Terus terang, selama pandemi banyak tata keloala keuangan negara menjadi carut marut. Ini memang bagian kelemahan BPK. Nah, dengan revisi UU BPK, diharapkan menjadi lebih kuat," pungkasnya.
Tag: #minta #segera #periksa #anggota #berkoordinasi #dengan #ppatk