Boyamin Ungkap Ada 4 Klaster Korupsi PT Timah, Mulai dari Tambang Ilegal hingga Aliran Uang Haram
Ilustrasi - Kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah PT Timah di Bangka Belitung mencapai Rp 271 triliun. 
20:49
5 April 2024

Boyamin Ungkap Ada 4 Klaster Korupsi PT Timah, Mulai dari Tambang Ilegal hingga Aliran Uang Haram

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengungkap ada empat klaster dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 yang berpotensi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun.

Klaster pertama, disebut Boyamin, ialah terkait dengan tambang ilegal.

"Saya jadikan dua klaster dulu. Klaster pertama, dugaan tambang ilegal. Artinya mengambil tambangnya PT Timah, kemudian seakan-akan dibawa keluar, diolah kemudian dijual ke PT Timah, padahal itu barangnya PT Timah kan, 'mencuri barangnya sendiri' lah, bersekongkol dengan oknum di PT Timah, mestinya kan gitu," kata Boyamin dalam wawancara eksklusif bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, dikutip dari tayangan YouTube Tribunnews, Jumat (5/4/2024).

"Atau setidaknya pura-pura dibiarkan atau pura-pura tidak tahu atau betul-betul tidak tahu kalau barangnya diambil. Itu kan istilahnya ironi gitu. Nah, itu yang klaster pertama dari sisi tambang ilegal," imbuhnya.

Kemudian klaster kedua, kata Boyamin, berkaitan dengan dugaan markup pembengkakan biaya smelter.

"Klaster kedua adalah dari dugaan markup pembengkakan biaya smelter. PT Timah ini diduga kerja sama kontrak dengan PT A, kira-kira 3.000 lah per ton atau berapa lah, terus kemudian PT A melakukan kontrak lagi dengan PT B. Nah, ternyata PT B ini lah yang punya mesin, punya alat, punya tenaga, punya keahlian, punya modal untuk melakukan smelter," ungkapnya.

Dari situ, lanjut Boyamin, kemudian PT A hanya membayar antara 1.200-1.500. Terdapat selisih kira-kira 1.500.

Berdasarkan hal tersebut, ujar Boyamin, mestinya PT Timah harusnya cuma membayar 1.500.

"Kenapa membayar 3.000. Dan mestinya dia melakukan kontrak kerja sama dengan PT B bukan dengan PT A. Sehingga PT A ini kan sebenarnya fungsinya hanya makelar aja, makelar kok dapat upahnya paling gede. Nah, ini dugaan markup dari smelter," ujar dia.

Kata Boyamin, berdasarkan catatannya maka dugaan kerugian negara yang disebabkan markup smelter adalah Rp 950 miliar hingga Rp 1 triliun.

Sementara kerugian negara akibat tambang ilegal disinyalir mencapai Rp 10 triliun hingga Rp 20 triliun.

"Jadi dua itu, klaster pertama dugaan illegal mining, tambang ilegal. Yang kedua adalah dugaan pembengkakan biaya smelter atau penjernihan dari timah. Jadi penjernihan dari timah itu gambaran yang pernah saya dapat itu kerugian diangka 950 miliar sampai 1 triliun. Nah, kalau dari tambang ilegal itu 2015 sampai tahun kemarin misalnya, kira-kira 10 sampai 20 triliun, itu gambaran kasar saya," bebernya.

Boyamin berharap Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa menemukan kerugial riil dari tambang ilegal PT Timah.

Kemudian yang ketiga, sebut Boyamin, berkaitan dengan klaster kerugian lingkungan hidup.

Di mana bekas tambang tersebut dibiarkan tak terurus.

"Bekas tambang dibiarkan berlubang-lubang, tanaman yang tergusur enggak ada yang mengganti, sungai yang hancur juga enggak ada yang ganti. Jadi itu yang kemudian nanti klaster ketiga itu yang kerugian lingkungan hidupnya," sebutnya.

Berikutnya, klaster keempat terkait dengan aliran uang.

"Dan klaster yang keempat adalah aliran uang. Tadi saya sudah saya contohkan, ada yang menerima 1,6 sekarang menjadi tersangka, ada orang yang kira-kira punya money changer dan diminta untuk juga menyalurkan uang dengan CSR, Helena Lim itu jadi tersangka. Dan kemudian lebih besar lagi, ini kepala dan badannya itu," katanya.

Seperti diketahui, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka, yakni SW alias AW dan MBG, keduanya selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tersangka HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN), MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2017-2018.

Selanjutnya, BY selaku Mantan Komisaris CV VIP; RI selaku Direktur Utama PT SBS, TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN, AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP.

Lalu RL selaku General Manager PT TIN; SP selaku Direktur Utama PT RBT, RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah Tbk.

Kemudian, dua tersangka yang menarik perhatian publik, yakni crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim selaku Manajer PT QSE dan Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT RBT.

Dalam perkara ini, penyidik juga menetapkan satu tersangka terkait perintangan penyidikan berinisial TT.

Editor: Muhammad Zulfikar

Tag:  #boyamin #ungkap #klaster #korupsi #timah #mulai #dari #tambang #ilegal #hingga #aliran #uang #haram

KOMENTAR