Mantan Ketum PBNU Tidak Sepakat Agama Jadi Alat Politik
Mantan Ketum PBNU 2010-2021 Said Aqil Siroj (kiri) berbicara soal toleransi di Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda (16/3) malam. Hilmi/Jawa Pos
10:32
17 Maret 2024

Mantan Ketum PBNU Tidak Sepakat Agama Jadi Alat Politik

   - Ketua Umum PBNU periode 2010-2021 Said Aqil Siroj menolak upaya menjadikan agama sebagai alat politik. Baginya agama justru digunakan untuk membuka mata batin. Sehingga bisa membedakan mana hal yang baik dan buruk.    Pesan tersebut dia sampaikan dalam talk show di Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda di Jakarta pada Sabtu (16/3) malam. Pada acara bertajuk Semangat Pluralisme untuk Merawat Bhineka Tunggal Ika itu, Said menyampaikan bahwa dirinya tidak sepakat bila agama dijadikan sebagai alat politik.    Dia menjelaskan, agama bukan hanya membawa teologi tetapi membawa budaya. Said menyebut bahwa percuma beragama tetapi hatinya dan perilakunya buruk. "Agama membangun spiritual. Membuka mata batin untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk," katanya.    

  Oleh karena itu, Said menegaskan bahwa agama tidak boleh dijadikan politik. Sebaliknya, agama harus mengarahkan agar berpolitik berjalan dengan baik. Dia menekankan, agama juga tidak boleh dijadikan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Tetapi agama dijadikan untuk mengarahkan agar berjalannya bisnis dengan baik.    "Percuma beragama kalau tidak untuk kemanusiaan. Percuma masjid mewah besar kalau kanan kirinya orang miskin," jelasnya. Kemudian percuma gereja bersalib emas kalau anak-anak kanan kirinya kurus kering kurang makan. Lalu percuma ada vihara besar dan mewah kalau membiarkan orang disekitarnya hidup dengan sengsara.   

  Dalam kesempatan yang sama, tokoh agama Budha Dr. Ponijan Liaw menyampaikan apresiasinya atas kehadiran kiai Said Aqil Siroj yang hadir dalam acara ini. Ia menyampaikan, untuk menjaga pluralisme atau semangat atas keberagaman khususnya di Indonesia dengan mendalami ajaran agamanya.    Ia menambahkan, apabila seseorang telah mendalami ajaran agamanya, maka pasti tidak akan menjadi orang yang rasis. "Karena agama tidak ada yang mengajarkan rasis. Karena saya 9 tahun belajar Islam gak pernah itu belajar itu (rasis)," ungkapnya. Menurutnya, apabila terjadi perbedaan, hal itu diakibatkan oleh penafsiran yang tidak sampai. Sebab, bila seseorang tidak sampai, maka kemungkinan akan mengada-ngada. 

Editor: Bintang Pradewo

Tag:  #mantan #ketum #pbnu #tidak #sepakat #agama #jadi #alat #politik

KOMENTAR