Lembaga Bantuan Hukum UI Soroti Proses Hukum Kasus Korupsi Mardani Maming
Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa (LKBH-PPS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). 
20:17
30 Oktober 2024

Lembaga Bantuan Hukum UI Soroti Proses Hukum Kasus Korupsi Mardani Maming

- Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa (LKBH-PPS) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) menyoroti sejumlah kejanggalan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) terkait kasus dugaan korupsi mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming.

Dalam sebuah pendapat hukum yang mereka susun, para ahli hukum ini memberikan kritik tajam terhadap proses peradilan yang telah dilalui.

Pendapat hukum yang ditandatangani oleh Aristo Pangaribuan, Abdul Toni, Ludwig Kriekhoff, Puspa Pasaribu dan Maria Dianita Prosperiani, menggarisbawahi beberapa poin penting.

Di antaranya adalah ketidakjelasan pertimbangan hakim terkait unsur menerima hadiah, penggunaan bukti yang tidak sah, serta penerapan standar pembuktian yang dinilai terlalu rendah.

Aristo selaku pimpinan LKBH-PPS FH UI mencatat, hakim mengabaikan fakta-fakta hukum yang menguntungkan terdakwa dan lebih mempertimbangkan hal-hal yang menguntungkan Penuntut Umum dan berpotensi menghasilkan putusan yang keliru.

“Hakim seakan-akan terlalu mengandalkan kesimpulan jaksa penuntut umum tanpa melakukan analisis yang mendalam terhadap seluruh bukti yang ada,” ujarnya dalam keterangan, Rabu (30/10/2024).

Mereka juga menyoroti adanya fakta-fakta yang menguntungkan Mardani H. Maming yang justru diabaikan oleh majelis hakim. 


Hal ini, menurut mereka, mengindikasikan adanya ketidakadilan dalam proses peradilan.

Para ahli hukum ini mendukung upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Mardani H Maming. Tujuan utama dari PK ini adalah untuk mendapatkan keadilan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan hukum yang terjadi dalam putusan sebelumnya.

“Kami berharap MA dapat mengabulkan permohonan PK ini dan melakukan pemeriksaan ulang terhadap perkara ini secara menyeluruh,” kata Abdul Toni.

Kasus Mardani H Maming ini bukan hanya menyangkut nasib seorang individu, tetapi juga menyangkut kualitas peradilan di Indonesia. Kritik yang disampaikan oleh para ahli hukum UI ini menjadi sorotan penting bagi penegakan hukum di tanah air.

Mereka berharap agar MA dapat memberikan respons yang bijaksana terhadap permohonan PK Mardani H Maming dan memastikan keadilan ditegakkan.

Perkara ini bermula saat KPK menetapkan tersangka terhadap mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming dalam kasus dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 104,3 miliar atas pemberian IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, pada Februari 2024 .

Sempat mangkir dari dua panggilan pemeriksaan KPK dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), Mardani H Maming akhirnya menyerahkan diri ke KPK pada pada Kamis (28/7/2022). 

Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Mardani divonis bersalah dan dihukum pidana penjara selama 10 tahun, serta denda Rp 500 juta.

Tidak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp110.601.731.752 (Rp 110,6 miliar).

Tak terima atas putusan tersebut, Mardani mengajukkan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin. Pun demikian dengan jaksa KPK.

Namun, PT Banjarmasin dalam putusannya menolak banding Mardani H Maming dan memperberat hukumannya menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Mardani pun melalui penasihat hukumnya mengajukkan kasasi ke MA. Namun, MA dalam putusannya menolak kasasinya.

Masih tidak puas atas putusan perkaranya, Mardani dan penasihat hukumnya pun rupanya mengajukkan Peninjauan Kembali (PK) putusan kasasi itu ke MA pada 6 Juni 2024.

 

 

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #lembaga #bantuan #hukum #soroti #proses #hukum #kasus #korupsi #mardani #maming

KOMENTAR