Sepak Terjang Sritex: dari Kios Kecil Jadi 'Raja Kain' Pemasok Baju Militer 30 Negara, Kini Pailit
Presiden Joko Widodo saat meninjau pabrik baru PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (21/4/2017). 
14:32
24 Oktober 2024

Sepak Terjang Sritex: dari Kios Kecil Jadi 'Raja Kain' Pemasok Baju Militer 30 Negara, Kini Pailit

- PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, perusahaan tekstil yang dikenal sebagai "Raja Kain" dinyatakan pailit atau bangkrut.

Setelah Juni 2024 lalu sempat dibantah Sritex, kini kabar tersebut tak terelakan.

Pasalnya, Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Jawa Tengah telah resmi mengetok status pailit perusahaan yang berdiri di Sukoharjo, Jawa Tengah itu.

Keputusan Sritex pailit itu, berdasarkan putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg oleh Hakim Ketua Moch Ansor pada Senin (21/10/2024) dengan pemohon PT Indo Bharat Rayon.

PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya sebagai termohon dinilai lalai memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tertanggal 25 Januari 2022.

Berikut sepak terjang Sritex dari yang sebelumnya hanya kios kecil berubah menjadi perusahaan besar.

Sepak Terjang Sritex

Sritex merupakan salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara yang memiliki konsumen mancanegara.

Sritex didirikan oleh HM Lukminto pada 1966 sebagai perusahaan perdagangan tradisional dengan nama UD Sri Redjeki, yang dulunya hanya berbentuk kios kecil di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah.


Kala itu, pendiri Sritex masih mengambil kain dari produsen yang berada di Bandung, Jawa Barat.

Namun, dua tahun kemudian, perusahaan mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.

Pada 1978, UD Sri Redjeki resmi diubah dan terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas dengan nama PT Sri Rejeki Isman.

Usaha yang semakin berkembang mendorong Lukminto untuk memindahkan bisnisnya dari pasar ke Sukoharjo dengan membuat sebuah pabrik pada 1982.

Satu dekade selanjutnya, pada 1992, Sritex memperluas pabrik dengan empat lini produksi, yakni pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana dalam satu atap.

Begitu besarnya pabrik ini, pada tahun yang sama, pabrik tersebut lantas diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Nama Sritex semakin melambung ketika menekan kontrak pembuatan seragam North Atlantic Treaty Organization (NATO).

Tak hanya itu, Sritex akhirnya memasok kain untuk tentara dan polisi di Jerman pada 1994.

Jumlah pesanan seragam tersebut mencapai sekitar satu juta peach stell (PS).

Kontrak yang sama juga terjadi antara PT Sritex dengan Angkatan Perang Inggris yang memesan seragam NATO sebanyak 400.000 PS.

Negara tetangga, Papua Nugini pun juga memesan seragam polisi sebanyak 50.000 PS pada Sritex.

Jika dirinci, hingga saat ini, produk Sritex telah digunakan oleh pasukan militer lebih dari 30 negara.

Bisnis Sritex juga meluas dengan memasok pemain mode dunia, seperti Guess dan H&M.

Meski sempat mengalami efek krisis moneter 1998 sampai 2001, namun Sritex berhasil selamat.

Perusahaan juga berhasil melipatgandakan pertumbuhan sampai delapan kali lipat dibanding saat pertama kali terintegrasi pada 1992.

Sritex lalu secara resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode ticker dan SRIL pada 2013.

Perusahaan ini lalu mendirikan kantor perwakilan di Jakarta dan dua kantor pemasaran (marketing) masing-masing di Jakarta dan Surabaya, Jawa Timur.

Sritex bahkan juga melebarkan sayap bisnisnya di bidang serat rayon dengan nama PT Rayon Utama Makmur (RUM).

Namun, PT RUM sempat bermasalah karena limbah cair pabrik membuat sejumlah warga mengalami gangguan kesehatan.

Sritex di bawah bendera Ultra Tech Mining Indonesia pun memiliki pabrik dan eksplorasi batu gamping sebagai bahan baku di Wonogiri, Jawa Tengah.

Di dunia olahraga, Pendiri Sritex, HM Lukminto bersama Halim Sugiarto mendirikan klub basket Bhinneka Solo pada 1966.

Sritex akhirnya menjadi sponsor utama klub ini dari 1999 sampai 2007.

Sempat berjaya di awal 2000-an, Bhinneka Sritex Solo bubar pada 2009 karena krisis finansial.

Ketika pandemi Covid-19 mendera dunia, Sritex menangkap peluang bisnis dengan cara memproduksi jutaan masker.

Beberapa penghargaan juga sempat diberikan ke Sritex.

Sritex beberapa kali menerima penghargaan atas kontribusi di dunia bisnis Indonesia.

  • Pada 2015, Sritex menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai Pelopor dan Penyelenggara Penciptaan Investor Saham Terbesar dalam Perusahaan
  • Pada 2015, menerima penghargaan Intellectual Property Rights Award untuk kategori piala IP Enterprise dari WIPO (World Intellectual Property Organization).
  • Pada 2015, majalah Investor menganugerahi "Top Performing Listed Companies in Textile and Garment Sector" kepada Sritex.
  • Pada 2016, Sritex menerima penghargaan "Best Performance Listed Companies" dari majalah Investor.
  • Pada 2016, perusahaan juga menerima penghargaan "Best Enterprise Achievers" sebagai Perusahaan Lokal Raksasa dari Obsession Media Group. 
  • Pada 2016, Sritex dianugerahi penghargaan sebagai penerbit terbaik dalam kategori Ragam Industri pada Bisnis Indonesia

Punya Utang Rp 25 T

Kabar dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi, utang Sritex mencapai Rp 25 triliun.

Padahal asetnya hanya sekitar Rp 15 triliun.

 "Jadi setahu info yang saya dapat beberapa waktu lalu, utang Sritex Group ini kan besar, bahkan lebih besar daripada asetnya," kata Ristadi, Kamis (24/10/2024).

Jika Sritex dapat memenuhi komitmen pembayaran utang sesuai perjanjian, kata Ristadi, situasi ini sebenarnya bisa dihindari.

Namun, kondisi tersebut tidak terpenuhi, sehingga kreditur yang merasa dirugikan terpaksa mengajukan gugatan pailit.

"Kreditur yang menggugat pailit ini mungkin sudah tidak sabar dan mungkin dia juga membutuhkan dana untuk perusahaannya, sehingga melakukan gugatan pailit," ujar Ristadi.

Kondisi ini pun berpotensi mengancam sekitar 20 ribu pekerja Sritex.

Bahkan, para pekerjanya berpotensi terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

"Nasib pekerjanya tentu akan terancam PHK dan juga sekaligus tidak akan mendapatkan pesangon karena aset yang dijual akan habis untuk membayar utang-utang entah itu ke bank, pajak, dan supplier-supplier."

"Biasanya pesangon akan dibelakangkan," ucap Ristadi.

(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz)(Kompas.com)

Editor: Suci BangunDS

Tag:  #sepak #terjang #sritex #dari #kios #kecil #jadi #raja #kain #pemasok #baju #militer #negara #kini #pailit

KOMENTAR