Hakim Semprot Bos Smelter Timah Tamron Saat Dicecar Soal Nilai Keuntungan: Jangan Pura-pura Bego
Bos Smelter Swasta CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron Alias Aon saat hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/10/2024) 
23:37
16 Oktober 2024

Hakim Semprot Bos Smelter Timah Tamron Saat Dicecar Soal Nilai Keuntungan: Jangan Pura-pura Bego

- Bos CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron alias Aon disemprot Majelis Hakim lantaran terus mengaku tidak tahu saat ditanya soal keuntungan dari hasil kerja sama penyewaan peralatan pelogaman timah dengan PT Timah Tbk.

Adapun momen itu terjadi saat Tamron hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi timah dengan terdakwa Helena Lim, eks Dirut PT Timah Riza Pahlevi, mantan Direktur Keuangan PT Timah Emil Ermindra dan petinggi PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) MB Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Mulanya Hakim Anggota Alfis Setyawan mencecar Tamron soal berapa keuntungan yang didapatkan CV VIP dari hasil kerja sama penyewaan alat smelter dengan PT Timah Tbk.

Akan tetapi Tamron mengaku tidak tahu berapa keuntungan yang didapatkan CV VIP dari kerja sama tersebut.

Mendengar jawaban Tamron, Hakim pun merasa geram dan mempertanyakan.

Pasalnya kata Hakim, Tamron selaku pemilik CV VIP tidak mungkin tidak mengetahui berapa keuntungan yang didapatkan perusahaanya itu dari kerja sama dengan PT Timah.

"Masak tak tahu, saudara pegang uangnya kok, pengusaha besar loh, punya perusahaan sawit tiga, perusahaan tambang tiga. Masak saudara pengusaha besar tak tahu hitung-hitunganya?" cecar Hakim.

"Tak tahu Yang Mulia," kata Tamron.

"Jangan pura-pura bego," ucap Hakim.

"Tak tahu Yang Mulia," jawab Tamron.

Hakim Alfis pun terus mencecar Tamron dengan pertanyaan yang sama.

Terlebih dalam kerja sama ini, CV VIP tidak hanya menyewakan peralatan smelter saja melainkan juga beberapa karyawannya turut dilibatkan dalam kerja sama dengan PT Timah Tbk.

Akan tetapi Tamron menyebut dirinya hanya mengambil upah dari hasil kerja sama itu dan tidak tahu soal keuntungan yang didapat perusahannya.

"Hanya ambil upah Yang Mulia," ucap Tamron.

"Lah iya, sekarang ambil upah, tadi sewa smelter, semua alat disewa, sampai pegawai juga disewa, kan begitu?" tanya Hakim.

"Betul Yang Mulia," kata Tamron.

"Berapa yang diterima dari penyewaan itu? Barangnya disewa, manusianya juga disewa, berapa terima semuanya?" tanya Hakim lagi.

"Enggak ingat Yang Mulia," ucap Tamron.

Hakim yang kesal sampai meminta Tamron untuk mengingat lagi berapa keuntungan yang didapatkan CV VIP.

Namun, saat diminta mengingat, Tamron justru menyebut uang yang didapatnya itu sudah habis untuk biaya operasional.

"Kalau yang 500 USD ingat yang dikirim ke Quantum? Tapi total yang diterima enggak ingat?" cecar Hakim.

"Enggak ingat Yang Mulia," ucap Tamron.

"Masak? Coba diingat lagi," ucap Hakim ke Tamron.

"Enggak ingat, uangnya juga sudah habis Yang Mulia," kata Aon.

"Habis untuk operasional," ucap Tamron.

Tak berhenti di situ Hakim yang masih dibuat heran kemudian mencecar Tamron lagi.

Sebab menurut Hakim Alfis, seorang pengusaha seharusnya mampu berpikir berapa keuntungan yang didapat ketika hendak bekerja sama dengan pihak lain.

Akan tetapi lagi-lagi Tamron berkilah dengan menyebut tak ingat secara rinci berapa keuntungan yang dirinya dapat.

"Kira-kira berapa? Saudara kan pelaku usaha masak enggak bisa, di saat ada orang menawarkan kerja sama ya kan dalam pikirannya pasti saya dapat untung berapa. Pasti begitu," kata Hakim.

"Secara rinci saya enggak hitung," ucap Tamron.

"Dari angka 3.700 (angka kerja sama dengan PT Timah) itu pasti ada untung?" tanya Hakim memastikan.

"Ada untung Yang Mulia," kata Tamron.

Terkait perkara ini, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun. 

Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah. 

Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun.

Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.

Editor: Adi Suhendi

Tag:  #hakim #semprot #smelter #timah #tamron #saat #dicecar #soal #nilai #keuntungan #jangan #pura #purabego

KOMENTAR