SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi
Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, mempekerjakan karyawan dari berbagai latar usia.(dok. Kompas TV)
13:58
17 Desember 2025

SPPG Karanggondang, Dapur yang Merajut Berbagai Generasi

Uap panas mengepul dari deretan wajan besar di dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Karanggondang, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. 

Suara sodet beradu dengan panci bersahutan sejak pagi, sementara para pekerja bergerak cepat menyiapkan ratusan porsi makanan. Sekilas, suasananya tampak seperti dapur produksi pada umumnya. 

Namun, jika diperhatikan lebih dekat, justru mempertemukan beragam kalangan usia. Mulai dari ibu-ibu, generasi milenial, hingga generasi Z, bekerja berdampingan dalam satu ritme kerja yang sama.

Di sana, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dijalankan setiap hari. Bukan hanya sebagai upaya pemenuhan gizi anak-anak sekolah di sekitarnya, tetapi juga sebagai ruang kerja lintas generasi bagi warga sekitar.

Menjaga alur pemorsian

Koordinator Pemorsian SPPG Karanggondang Darwini atau akrab disapa Ani, menjadi salah satu wajah yang selalu ada di area pembagian makanan. Ia memastikan seluruh komponen menu, mulai dari nasi, lauk, susu, hingga buah, tersedia sejak awal hingga akhir proses pemorsian. 

“Dari tempat nasi, tutup, sampai susu dan buah harus lengkap dari awal sampai akhir. Enggak boleh ada yang kurang,” ujar Ani.

Jika stok mulai menipis, Ani segera berkoordinasi dengan ahli gizi atau staf kantor agar bahan tambahan dapat disiapkan tepat waktu sebelum jadwal distribusi dimulai.

“Biasanya sebelum pemorsian selesai, kami sudah konfirmasi dulu supaya tidak telat saat distribusi,” katanya. 

Baginya, kelancaran pemorsian menjadi kunci agar makanan bisa sampai ke tangan anak-anak penerima manfaat tanpa hambatan. Soal lingkungan kerja, Ani mengaku tidak pernah merasa terbebani bekerja dengan rekan yang usianya lebih muda, malah membuat suasana dapur terasa lebih cair.  

Keterlibatannya di dapur MBG pun berdampak langsung bagi kehidupannya. Ia merasa senang bisa terlibat dalam program tersebut. Dukungan keluarga pun menguatkan keputusannya untuk tetap bekerja di SPPG Karanggondang.

“Saya happy. (Gaji di sini) sangat membantu menambah penghasilan dan buat nabung,” ungkap dia. 

Merajut komunikasi di tengah perbedaan usia

Sementara itu, Akuntan SPPG Karanggondang, Dipta Aqila Zahidah bertanggung jawab mengelola pencatatan keuangan harian, mulai dari pengeluaran bahan makanan, logistik, gaji relawan, hingga biaya operasional.

Sebagai generasi Z, Dipta kerap berkolaborasi dengan relawan yang lebih senior. Bersama ahli gizi, ia bertugas menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB), menghitung biaya operasional dapur, mengecek stok, hingga membuat laporan keuangan. 

Perbedaan usia sempat menjadi tantangan tersendiri, terutama dalam hal komunikasi. Ia mengakui, karakternya yang cenderung tertutup turut memengaruhi proses adaptasi tersebut. 

“Cukup sulit karena saya introvert. Dengan (adanya) perbedaan umur (antar-pekerja), awalnya agak sulit,” ungkapnya. 

Namun, seiring waktu, proses saling memahami berjalan perlahan. Ia menilai, relawan yang lebih tua mampu mengayomi sehingga komunikasi menjadi lebih cair. Keseharian di dapur itu pula membuat perbedaan usia tidak lagi terasa sebagai jarak.

“Lama-lama bisa komunikasi dengan baik,” ujar Dipta.

Bagi Dipta, SPPG Karanggondang bukan sekadar tempat bekerja. Ia bahkan menyebut dapur tersebut sebagai rumah kedua.

Padatnya aktivitas membuatnya lebih banyak berinteraksi dengan sesama relawan dibandingkan dengan keluarga di rumah. Keseharian yang intens inilah relasi antar rekan kerja lintas usia terbangun.

“Lebih sering di dapur jika dibandingkan di rumah,” katanya. 

Jaga mutu dan standar gizi di balik dapur produksi

Peran penting lain di SPPG tersebut adalah ahli gizi yang tugasnya diemban Nur Azizah. Setiap hari, ia menyusun menu bergizi seimbang, menentukan standar porsi, serta melakukan pengawasan kualitas dan keamanan makanan sebelum didistribusikan.

Baginya, pekerjaan di dapur bukan semata soal hitungan gizi di atas kertas. Ia harus memastikan standar tersebut dipahami dan dijalankan oleh relawan dengan latar usia serta kebiasaan yang berbeda. Karena itu, pendekatan kerjanya pun disesuaikan.

Ahli Gizi SPPG Karanggondang Nur Azizah berasal dari generasi Z. Ia memiliki sejumlah tugas, mulai dari menyusun gizi seimbang hingga mengawasi kualitas dan keamanan makanan. dok. Kompas TV Ahli Gizi SPPG Karanggondang Nur Azizah berasal dari generasi Z. Ia memiliki sejumlah tugas, mulai dari menyusun gizi seimbang hingga mengawasi kualitas dan keamanan makanan.

Ia menilai pekerja dari generasi Z relatif cepat memahami prosedur, meski kerap disertai banyak pertanyaan.

“Kalau gen Z itu cepat menangkap, tetapi banyak bertanya. Ini bagaimana, itu bagaimana,” kata dia.

Sementara itu, relawan milenial cenderung lebih teliti, meski terkadang masih membawa kebiasaan memasak rumahan.

“Kadang masih terbawa seperti masak di rumah, padahal di sini porsinya bisa ratusan sampai ribuan,” sambung Azizah.

Menurutnya, dapur produksi tidak bisa disamakan dengan dapur rumah tangga karena menuntut standar keamanan dan higienitas yang lebih tinggi.

Untuk menjembatani perbedaan pandangan tersebut, ia kerap memberi contoh langsung di lapangan serta membagikan video pendek dari media sosial sebagai materi edukasi. 

Ia juga terus mengedukasi seputar penggunaan sejumlah peralatan dapur modern, seperti alat potong serbaguna dan pengering ompreng. Sebab, peralatan ini dapat membantu menjaga efisiensi kerja sekaligus higienitas makanan.

Kolaborasi lintas generasi dirancang sejak awal 

Pengelola SPPG Karanggondang, Andung Supriagi, menjelaskan bahwa kolaborasi lintas generasi memang dirancang sejak awal sebelum beroperasional. Proses rekrutmen dilakukan dengan mengacu pada petunjuk teknis Badan Gizi Nasional (BGN) serta melibatkan pemerintah desa.

Menurutnya, wawancara tatap muka menjadi krusial untuk melihat motivasi pelamar.

“Kami memprioritaskan mereka yang benar-benar membutuhkan pekerjaan, bukan sekadar ingin mencoba,” tegasnya. 

Pelamar dengan motivasi kuat, lanjut Andung, cenderung lebih bertahan dan bertanggung jawab terhadap tugasnya. Komposisi usia juga diperhitungkan. Karena, jika seluruh tenaga kerja berasal dari satu kelompok usia, efektivitas kerja justru berpotensi menurun. 

Oleh karena itu, SPPG Karanggondang sengaja menerapkan variasi demografi, termasuk dari berbagai usia. Meski diakui membawa tantangan terutama karena para pekerja belum pernah bekerja sama sebelumnya.

“Maka dari itu, kami lakukan evaluasi secara rutin untuk mengetahui kelemahan masing-masing pekerja serta mengidentifikasi yang harus ditingkatkan. Sistem reward and punishment juga kami terapkan,” katanya. 

Selain itu, sistem kerja rotasi juga diterapkan sejak awal agar setiap pekerja memahami alur kerja dapur secara menyeluruh, mulai dari pemorsian hingga pencucian ompreng. Pola ini dinilai efektif membangun, saling pengertian, serta kerja sama yang solid dalam tim lintas generasi.

Tag:  #sppg #karanggondang #dapur #yang #merajut #berbagai #generasi

KOMENTAR