Reformasi Komunikasi Strategis Polri
BUKAN kali pertama Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo ‘dimarahi’ oleh presiden mengenai kinerja polisi.
Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dalam pengarahan selama 15 menit pada 14 Oktober 2022, kepada pejabat POLRI se-Indonesia, mengkritik “jelimet”-nya visi Presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi, berkeadilan) untuk dipahami, apalagi dilaksanakan dengan baik dan benar.
“Visi Presisi Kapolri. Saya minta juga tidak usah jelimet-jelimet. Tolong disederhanakan, sehingga di bawah itu mengerti apa yang harus dijalankan. Apa sih kalau disederhanakan? POLRI sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,” ujar Jokowi.
“Intinya tuh ke sana. Presisi-nya tuh apa. Sekali lagi, secara sederhana dan jelas,” lanjutnya.
Keresahan Jokowi itu beralasan. Visi Presisi Kapolri Listyo memiliki 16 program utama, penuh jargon, istilah-istilah yang mengerutkan dahi, sulit untuk diingat oleh manusia pada umumnya.
Enam belas program itu adalah Penataan Kelembagaan, Perubahan Sistem dan Metode Organisasi, Menjadikan SDM Polri yang Unggul di Era Police 4.0., Perubahan Teknologi Kepolisian Modern di Era Police 4.0., Pemantapan Kinerja Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, Peningkatan Kinerja Penegakan Hukum, Pemantapan Dukungan Polri Dalam Penanganan Covid-19.
Pemulihan Ekonomi Nasional, Menjamin Keamanan Program Prioritas Nasional, Penguatan Penanganan Konflik Sosial, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Polri, Mewujudkan Pelayanan Publik Polri yang Terintegrasi, Pemantapan Komunikasi Publik, Pengawasan Pimpinan Dalam Setiap Kegiatan, Penguatan Fungsi Pengawasan, Pengawasan Oleh Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complaint).
Berapa banyak polisi yang paham mengenai konsep “Police 4.0”? Jika visi di hulu sudah rumit, maka kita tidak bisa berharap pelaksanaan tugas dan fungsi Polri di hilir bisa harmonis.
Profesor Paul Argenti dari Tuck School at Dartmouth University mengatakan, kerumitan, ukuran, dan jangkauan institusi besar semakin meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
Menurut Paul, para pemimpin harus dapat menjalankan komunikasi secara jelas dan terus menerus mempromosikan tujuan strategis institusi kepada seluruh anggota tim.
Salah satu kisah sukses mengkomunikasikan tujuan strategis institusi adalah ketika pada tahun 1962, Presiden John F. Kennedy mengunjungi kantor National Aeronautical and Space Administration (NASA) di Florida, Amerika Serikat.
Saat melakukan tur di kantor NASA, Presiden Kennedy berhenti dan mengobrol dengan seorang petugas kebersihan dan bertanya, “Apa tugas pekerjaan Anda di NASA?”
Petugas kebersihan menjawab, “Pak Presiden, tugas saya adalah membantu mendaratkan manusia di bulan.”
Refleksi jawaban yang mengandung tujuan strategis yang berhasil ditularkan dari hulu dan diserap di hilir. Sederhana, jelas, dan kuat.
Kata-kata dan bahasa tidak seharusnya menjadi tembok, melainkan jembatan. Seringkali, persoalannya bukan di kecerdasan, tapi pemilihan bahasa yang kita gunakan untuk bisa mudah saling memahami, sehingga bergerak dalam harmoni.
Ketika anggota Polri harus berpikir untuk memahami jargon program Presisi, seperti “Police 4.0.” atau “Pengawasan oleh Masyarakat Pencari Keadilan (Public Complaint)”, itu akan menjadi rintangan mental bagi mereka dalam menyerap tujuan strategis institusi.
Reformasi komunikasi strategis Polri
Dengan birokrasi yang kompleks, seringkali menjadi penghambat progres dan kelancaran komunikasi, Polri dapat memakai pendekatan komunikasi verbal (copywriting) berbasis data, guna mengatasi isu ‘jelimet’ visi Presisi.
Copywriting yang sederhana, jelas, dan persuasif dapat ditampilkan di seluruh kantor polisi se-Indonesia, bordiran seragam anggota polisi, hingga papan tanda razia di jalanan.
Anti “damai”. Pro-sidang — Survei GoodStats menyatakan 55 persen publik Indonesia pernah alami pungli oleh aparat kepolisian.
Survei Populi Center, dikutip Kompas.com, juga menyatakan 31,3 persen atau mayoritas responden ingin POLRI perbaiki perilaku pungli.
Intimidasi = Banci — Koalisi Seni dalam surveinya menemukan pelaku represi kebebasan berkesenian nomor satu sejak 2010-2025 adalah polisi.
Sebanyak 602 kasus kekerasan (24 intimidasi) dilakukan oleh polisi di 2025, menurut laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Sementara, 176 kasus penyiksaan dilakukan oleh polisi, laporan Komisi Nasional (Komnas) HAM sepanjang 2020-2024.
Salah tangkap? Pecat kami — 15 kasus salah tangkap terjadi sepanjang Juni 2023-Juli 2024, laporan KontraS. Sebanyak 14 anak salah tangkap disiksa, data pribadi disebar polisi Magelang dan 66 sipil ditahan, mengalami luka-luka, 24 orang diantaranya anak-anak, dilaporkan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Lapor! (Dipukul, diancam, dilecehkan) senior — Brigadir Dua Faturrahman Ismail, tewas setelah diduga dianiaya oleh dua orang senior di barak Pengendalian Masyarakat (Dalmas) Polda Sulawesi Tenggara (2018).
Brigadir Muhammad Nurhadi tewas dianiaya tiga seniornya di vila di Kabupaten Lombok Utara (2025).
Anggota Ditsamapta Polda Jawa Barat (Jabar), Bripda Ariq Irfansyah meninggal dunia setelah diduga mengalami kekerasan fisik yang dilakukan seniornya (2025).
DOR! Digaji oleh Rakyat — 65 persen lebih tidak percaya atas Polri yang bersih dan mengayomi, berdasarkan survei GoodStats.
Dalam pengarahannya di 2022, Jokowi mengatakan: “Jangan gagah-gagahan karena merasa punya mobil bagus, atau motor gede yang bagus, hati-hati, hati-hati, saya ingatkan hati-hati."
Bagi Jokowi, Polri cukup resapi, jalankan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat—tinggalkan jelimet Presisi.
Dan, hal itu dapat diperkuat secara strategis melalui copywriting yang jelas, sederhana, dan persuasif.