Saat Niat Baik Guru Dianggap Pungli: Potret Kegagalan Negara Menjamin Pendidikan
Raut lega dan haru terpancar dari wajah dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Abdul Muis dan Rasnal, setelah menerima langsung surat rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (13/11/2025). (Dok. Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)
07:56
13 November 2025

Saat Niat Baik Guru Dianggap Pungli: Potret Kegagalan Negara Menjamin Pendidikan

- Niat baik dua guru di Luwu Utara, Sulawesi Selatan, membantu rekan-rekannya yang belum menerima honor justru berujung hukuman berat.

Rasnal dan Abdul Muis, dua guru di SMA Negeri 1 Luwu Utara, dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) setelah perbuatannya dianggap sebagai pungutan liar berkedok sumbangan sukarela.

Mereka pun harus berhadapan dengan hukum. Bahkan di tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) pun, keduanya tetap divonis bersalah.

Beruntung kabar vonis itu sampai di telinga Presiden Prabowo Subianto. Perjuangan mereka memperoleh keadilan diganjar rehabilitasi oleh presiden. Nama baik dan hak mereka pun segera dipulihkan. 

Berawal dari Sumbangan Rp 20.000

Kasus ini bermula pada 2018. Saat itu, Rasnal baru saja dilantik sebagai Kepala SMAN 1 Luwu Utara.

Ia didatangi 10 guru honorer yang mengadu belum menerima honor selama 10 bulan pada 2017.

Dari situ, Rasnal kemudian menggelar rapat dewan guru untuk mencari solusi, dengan melibatkan komite sekolah dan orangtua siswa. Rapat digelar pada 19 Februari 2018.

Rapat itu melahirkan kesepakatan adanya sumbangan sukarela Rp 20.000 per bulan per siswa, yang dikelola komite untuk membantu pembayaran honor guru.

“Semua orangtua setuju. Tidak ada paksaan, tidak ada yang menolak. Komite sendiri yang mengetuk palu,” kata Rasnal.

Sementara Abdul Muis ditunjuk oleh orangtua siswa dan pengurus komite untuk mengelola dana sumbangan tersebut.

“Saya didaulat jadi bendahara komite melalui hasil rapat orangtua siswa dengan pengurus. Jadi posisi saya itu hanya menjalankan amanah,” kata Abdul Muis kepada Kompas.com saat ditemui di sekretariat PGRI Luwu Utara, Senin (10/11/2025).

Awal Masalah Hukum

Masalah kemudian muncul setelah ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menganggap sumbangan itu sebagai pungli.

Rasnal dan Abdul Muis pun terseret dalam masalah hukum. Mereka menjalani pemeriksaan hingga persidangan, dan akhirnya divonis bersalah oleh Mahkamah Agung.

Rasnal dijatuhi hukuman satu tahun dua bulan. Ia menjalani delapan bulan di penjara dan sisanya sebagai tahanan kota.

Rasnal dan Abdul Muis, dua guru di Luwu Utara, Sulawesi selatan yang di PTDH karena memperjuangkan hak honorer melalui sumbangan dana komite sekolah, Selasa (11/11/2025)MUH. AMRAN AMIR Rasnal dan Abdul Muis, dua guru di Luwu Utara, Sulawesi selatan yang di PTDH karena memperjuangkan hak honorer melalui sumbangan dana komite sekolah, Selasa (11/11/2025)

Setelah bebas pada 29 Agustus 2024, Rasnal kembali mengajar di SMAN 3 Luwu Utara. Namun, gajinya tidak lagi masuk ke rekening sejak Oktober 2024.

Hingga akhirnya keluar keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.2/3973/BKD.

“Saya terdiam lama. Saya pikir, beginikah nasib seorang guru yang ingin menolong?” ujarnya.

Nasib serupa dialami Abdul Muis. Pengadilan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 50 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Total saya jalani enam bulan 29 hari karena ada potongan masa tahanan. Denda saya bayar,” ujarnya.

Delapan bulan menjelang masa pensiun, ia resmi diberhentikan dari status PNS melalui Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tentang pemberhentiannya sebagai guru ASN.

Negara Gagal Menjamin Kesejahteraan Guru

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji, menilai kasus ini mencerminkan buruknya sistem pendidikan nasional yang belum mampu menjamin kesejahteraan tenaga pendidik.

“Fenomena ini menunjukkan kegagalan negara dan buruknya sistem pendidikan yang belum mampu menjamin kesejahteraan guru. Akibat sistem yang amburadul ini, ironisnya yang terjadi malah menjadikan guru sebagai ‘kambing hitam’,” kata Ubaid kepada Kompas.com, Rabu (12/11/2025).

Ubaid menyoroti lemahnya komitmen pemerintah terhadap pembiayaan pendidikan. Menurutnya, APBN untuk pendidikan kerap digerogoti program-program yang tidak menyentuh kebutuhan dasar sekolah.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi serta dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Rasnal dan Abdul Muis di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11/2025) dini hari.Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi serta dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yakni Rasnal dan Abdul Muis di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (13/11/2025) dini hari.

“Buktinya, APBN untuk pendidikan terus digerogoti oleh program-program yang tidak terkait dengan kebutuhan dasar pendidikan. Misalnya, kasus pemotongan dana pendidikan besar-besaran untuk MBG. Pemerintah harus mereformasi sistem pendanaan pendidikan agar kebutuhan dasar sekolah dan kesejahteraan guru, khususnya honorer, dijamin dengan jelas oleh pemerintah, bukan malah bergantung pada ‘sumbangan’,” ujarnya.

Ia juga menyoroti normalisasi pungutan liar berkedok sumbangan yang kerap terjadi di sekolah-sekolah.

“Ada kesan kuat di sekolah kita soal normalisasi pungutan liar berkedok sumbangan. Ini perkara yang sengaja dinormalisasi: sumbangan di sekolah kerap menjadi pisau bermata dua, bisa membawa manfaat, tapi juga bisa menikam balik jika terbukti benar-benar pungli dan sumbangan hanyalah kedok belaka,” katanya.

Menurut Ubaid, secara prinsip, sumbangan diperbolehkan selama bersifat sukarela, tidak mengikat, transparan, dan tidak menjadi syarat layanan pendidikan. Namun di lapangan, praktiknya kerap bergeser menjadi pungutan terselubung karena tekanan kebutuhan sekolah yang tidak ditopang pendanaan memadai dari pemerintah.

“Jika benar guru tersebut jelas-jelas melakukan pungli, maka keduanya ya melakukan kesalahan. Misalnya sumbangan yang mestinya sukarela malah diwajibkan, maka ini jelas pungli. Tapi sebaliknya, jika kedua guru tersebut tidak melakukan pungli, tapi benar-benar sumbangan yang tidak mengikat dan sukarela, maka dua guru tersebut adalah korban dari sistem yang timpang,” ujarnya.

“Mereka dihukum karena mencoba mencari solusi atas persoalan struktural: minimnya kesejahteraan guru honorer dan keterbatasan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang serba ketat penggunaannya. Niat baik mereka justru dipersekusi oleh sistem yang tidak adil,” lanjutnya.

Ubaid menegaskan, persoalan ini bukan sekadar soal pelanggaran aturan, tapi indikator lemahnya tata kelola pendanaan pendidikan dan buruknya perlindungan bagi tenaga pendidik.

“Guru yang bersuara atau berinisiatif kerap menjadi korban represi birokrasi. Padahal, negara seharusnya hadir untuk mensejahterakan dan melindungi mereka, bukan malah menjadikan mereka sebagai kambing hitam lalu menghukumnya. Tragis!” tutupnya.

Evaluasi Keputusan PTDH

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus dua guru tersebut.

Menurutnya, peristiwa ini menggambarkan masih adanya ketimpangan dan kekakuan dalam birokrasi pendidikan serta lemahnya empati negara terhadap guru yang menjadi ujung tombak pendidikan nasional.

“Kita tidak boleh membiarkan keadilan menjadi kaku hanya karena teks aturan, sementara hati nurani dan akal sehat kita menjerit melihat kenyataan. Apa yang dilakukan para guru itu adalah tindakan solidaritas dan kemanusiaan, bukan tindakan memperkaya diri,” ujar Lalu Hadrian.

Ia menilai, semangat membantu sesama guru yang belum digaji selama 10 bulan tidak bisa dipersepsikan sebagai niat melanggar hukum.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani.Runi/vel Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani.

“Sebaliknya, ini menunjukkan kepedulian dan rasa tanggung jawab moral dari para pendidik di lapangan yang selama ini harus berjuang di tengah keterbatasan,” katanya.

Politikus PKB asal NTB ini menegaskan bahwa negara seharusnya hadir dengan kebijakan yang adil, manusiawi, dan berpihak kepada para pendidik, bukan justru menambah beban bagi mereka.

“Negara seharusnya introspeksi, guru-guru honorer dibiarkan tidak menerima gaji berbulan-bulan hanya karena persoalan administrasi dapodik, tapi (ketika ada guru lain membantu) justru dipenjara dan diberhentikan karena ingin membantu mereka? Pemerintah seharusnya dalam memastikan hak-hak mereka secara adil, bukan memenjarakan dan memberhentikannya?” tegasnya.

Menurutnya, Komisi X DPR RI akan mendorong pemerintah, khususnya Kemendikdasmen serta pemerintah daerah, untuk meninjau kembali kebijakan pemberhentian terhadap kedua guru tersebut.

“Kami mendukung sepenuhnya aspirasi para guru di Luwu Utara yang menuntut keadilan. Kami akan meminta penjelasan dari pihak terkait agar keputusan PTDH ini dapat dikaji ulang secara bijak dan proporsional,” jelas Lalu Hadrian.

Ia menambahkan, kasus ini menjadi cermin nyata masih belum berkeadilannya sistem penggajian dan pendataan guru honorer.

“Banyak guru di pelosok negeri yang bekerja sepenuh hati namun masih bergelut dengan gaji rendah dan status yang tidak jelas,” ujarnya.

“Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menegakkan keadilan substantif, bukan sekadar formalitas hukum.” imbuh Ketua DPW PKB NTB itu.

Prabowo Beri Rehabilitasi

Usai kabar pemecatan itu viral di media sosial, Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan memberikan rehabilitasi kepada keduanya. 

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah pusat mendengar dan mendapat aduan berjenjang dari masyarakat soal kasus yang menimpa Rasnal dan Abdil Muis.

"Kami, pemerintah, mendapatkan informasi dan mendapatkan permohonan yang secara berjenjang dari masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga legislatif di tingkat provinsi," kata Prasetyo Hadi dilihat dari tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (13/11/2025).

Aduan tersebut kemudian dikoordinasikan dengan Pimpinan DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Kasus tersebut juga dibahas selama satu minggu terakhir sebelum akhirnya keduanya mendapat rehabilitasi dari Kepala Negara.

"Kemudian berkoordinasi ke DPR RI melalui bapak wakil ketua DPR RI kemudian kami selama satu minggu terakhir, berkoordinasi minta petunjuk kepada Bapak Presiden untuk memberikan rehabilitasi kepada kedua orang Guru dari SMA 1 ya Luwu Utara," ucapnya.

Lewat rehabilitasi hukum ini, Istana berharap dapat memulihkan nama baik dan hak Rasnal dan Abdul Muis.

Tag:  #saat #niat #baik #guru #dianggap #pungli #potret #kegagalan #negara #menjamin #pendidikan

KOMENTAR