Di KPK, Greenpeace Paparkan Karut-marut Tata Kelola Tambang di Raja Ampat
Gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016). Seluruh kegiatan KPK akan pindah ke gedung baru pada akhir tahun ini.(TRIBUN NEWS / HERUDIN)
20:26
24 Juni 2025

Di KPK, Greenpeace Paparkan Karut-marut Tata Kelola Tambang di Raja Ampat

- Greenpeace Indonesia telah memaparkan laporan tentang persoalan tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dalam pertemuan dengan Kedeputian Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (23/6/2025).

"Laporan Greenpeace (berjudul) 'Surga yang Hilang? Bagaimana pertambangan nikel mengancam masa depan salah satu kawasan konservasi paling penting di dunia'," kata Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas dalam keterangan tertulis, Selasa (24/6/2025).

Arie mengatakan, sesuai dengan laporan tersebut, pihaknya menyampaikan bahwa legalitas Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat patut dipertanyakan.

Selain itu, sejumlah IUP diterbitkan di dalam kawasan lindung dan konservasi, bahkan beberapa di antaranya dibebankan di atas pulau-pulau kecil.

"UU 1/2014 mengatur pulau-pulau kecil ialah pulau yang luasnya kurang dari 2.000 km2, lalu Permen KKP 53/2020 menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan mineral dan batu bara tidak diizinkan di pulau dengan luas kurang dari 1.000 km2," ujarnya.

Arie mengatakan, Greenpeace Indonesia juga menyampaikan sejumlah temuan, seperti deforestasi yang terjadi di Pulau Manuran, Kawe, dan Gag; limpasan tanah yang terdokumentasi di perairan sekitar tiga pulau tersebut; hingga tak adanya restorasi bekas tambang di Pulau Manuran.

Greenpeace menilai terbitnya izin-izin tambang nikel di Raja Ampat membuktikan karut-marut tata kelola pertambangan di Indonesia.

Terkait adanya indikasi korupsi dalam tambang nikel tersebut, Arie mengatakan, hal terdebut menjadi tugas KPK untuk menelusurinya.

"Apakah ada indikasi korupsi di sana? Itu menjadi tugas KPK dan lembaga penegak hukum lain untuk menelusurinya," tuturnya.


Arie mengatakan, Greenpeace berharap KPK bisa terlibat dalam membenahi karut-marut tata kelola pertambangan nikel dalam kerangka pemberantasan korupsi, baik dari sisi pencegahan maupun penindakan jika memang ada indikasi tindak pidana korupsi.

"Peran ini pernah dimiliki KPK dulu lewat Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNPSDA)," ucap dia.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dengan Greenpeace Indonesia dalam kegiatan Koordinasi dan Supervisi (Korsup) guna membahas Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

"Greenpeace terkait dengan kegiatan Korsup, khususnya pada aspek pencegahan, terkait dengan IUP tambang nikel yang di Raja Ampat," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (24/6/2025).

Budi mengatakan, KPK mendorong upaya perbaikan dalam tata kelola pertambangan nikel di Papua agar potensi korupsi dapat dicegah.

"Sehingga ke depan kita bisa betul-betul melihat tata kelola tambang di Indonesia bisa betul-betul sesuai dengan SOP-nya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk perizinannya, termasuk bagaimana rehabilitasi pasca penambangan," ujarnya.

Tag:  #greenpeace #paparkan #karut #marut #tata #kelola #tambang #raja #ampat

KOMENTAR