



APBN Diyakini Cukup untuk Sediakan SD-SMP Gratis Sesuai Putusan MK
– Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah memastikan kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) cukup untuk menjalankan kewajiban penyediaan pendidikan dasar gratis, seperti yang ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Said, amanat pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP, baik negeri maupun swasta dengan persyaratan tertentu, sejatinya bukan hal baru.
Sebab, pemberian dana bantuan selama ini telah berjalan melalui mekanisme anggaran pendidikan yang diatur minimal 20 persen dari APBN.
“Sesuai dengan keputusan MK, SD, SMP, baik negeri maupun swasta, walaupun di swasta ada persyaratan-persyaratan, itu menjadi mandatori 20 persen dari APBN, dan insya Allah pasti berkembang,” kata Said, saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (24/6/2025).
Said memperkirakan, alokasi anggaran pendidikan pada tahun 2026 bisa mencapai sekitar Rp 760 triliun.
Estimasi itu mengacu pada proyeksi total APBN sebesar Rp 3.800 triliun.
“Kalau prediksi saya, APBN sekitar Rp 3.800-an (triliun), 20 persen dari Rp 3.800 (triliun) itu kurang lebih Rp 760 T. Baik di pusat maupun di daerah, termasuk di dana abadi pendidikan, maka semua akan tercapai,” kata politisi PDI-P itu.
Terkait potensi dampak fiskal dari putusan MK soal kewajiban penyediaan pendidikan dasar gratis, Said menyatakan bahwa tambahan anggaran yang dibutuhkan tidak terlalu besar.
Sebab, lanjut Said, sebagian besar biaya operasional sekolah dasar dan menengah pertama sudah ditanggung melalui skema Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Kalau dari sisi itu, penambahnya tidak begitu besar. Karena faktanya SD, SMP kan sudah ada BOS. Tinggal kita akan hitung ulang utilitinya. Berapa sih kebutuhan sesungguhnya,” ujar Said.
Namun, Said menekankan bahwa penghitungan kebutuhan tersebut tidak bisa disamaratakan, karena kondisi di setiap daerah berbeda-beda.
Dia juga mengingatkan bahwa sekolah swasta yang ingin menerima dana dari APBN untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan dasar gratis harus disertai dengan pemenuhan sejumlah persyaratan.
“Walaupun itu tidak mungkin dipukul rata, setiap daerah akan berbeda. Sehingga, soal SD, SMP wajib gratis itu bukan isu baru. Itu hanya penegasan dari MK karena mungkin ada swasta-swasta yang belum menerima,” kata Said.
“Kalau swasta yang belum menerima, tentu kalau itu diterima, harus ada persyaratan. Jadi, kalau semua gebyak uyah, asal terima, ini APBN, uang negara, pertanggungjawabannya seperti apa. Kan repot juga,” sambung dia.
Diketahui, MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal 34 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".
MK berpandangan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 Ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.
Hal tersebut, menurut MK, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Dalam kondisi tersebut, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dalam norma a quo memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah/madrasah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.
"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih, membaca pertimbangan hukum Mahkamah.
Data tersebut menunjukkan masih adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di swasta akibat terbatasnya kuota.
Karenanya, untuk menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh warga, negara wajib menyediakan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah di sekolah swasta.
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam norma Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003, yang menurut para Pemohon menimbulkan multitafsir dan diskriminasi karena hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri adalah beralasan menurut hukum," ujar Enny.
Tag: #apbn #diyakini #cukup #untuk #sediakan #gratis #sesuai #putusan