Fadli Zon Didesak Minta Maaf dan Cabut Ucapannya soal Kekerasan Seksual 1998
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon diwawancarai usai diskusi publik Sastra Mendunia di Gedung Kementerian Kebudayaan, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025).(KOMPAS.com/MELVINA TIONARDUS)
14:14
16 Juni 2025

Fadli Zon Didesak Minta Maaf dan Cabut Ucapannya soal Kekerasan Seksual 1998

- Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengecam keras pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang mempertanyakan kebenaran kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998 dan menyebutnya sebagai “rumor”.

Koalisi mendesak Fadli Zon segera mencabut ucapannya secara terbuka dan meminta maaf kepada para korban dan keluarga korban.

"Menuntut Fadli Zon untuk mencabut pernyataannya secara terbuka, memberikan klarifikasi, dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada korban dan keluarga korban pelanggaran berat HAM, khususnya kekerasan seksual dalam Peristiwa Mei 1998 dan seluruh perempuan Indonesia yang berjuang membersamai korban untuk menegakkan keadilan," tulis Koalisi Sipil, dikutip dari laman resmi Kontras, Senin (16/6/2025).

Dalam pernyataan resminya, Koalisi menyebut pernyataan Fadli yang disampaikan dalam wawancara video berjudul “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis Soal Revisi Buku Sejarah” di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni sebagai bentuk manipulasi sejarah dan pelecehan terhadap perjuangan korban kekerasan seksual Mei 1998.

“Pernyataan ini mencederai upaya pengungkapan kebenaran dan keadilan bagi korban serta berpotensi melanggengkan budaya impunitas," ungkap Koalisi.

Koalisi menyebut bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya perempuan Tionghoa, dalam Peristiwa Mei 1998 telah didokumentasikan secara sah oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), Komnas HAM, dan Komnas Perempuan.

TGPF yang dibentuk pada Juli 1998 oleh Presiden ketiga RI, BJ Habibie, mencatat setidaknya 85 korban kekerasan seksual dalam berbagai bentuk, termasuk pemerkosaan, penganiayaan seksual, dan pelecehan.

Bahkan, ditemukan fakta bahwa sebagian besar korban mengalami pemerkosaan secara bergilir (gang rape) di hadapan orang lain.

“Pernyataan Fadli Zon menunjukkan sikap nirempati terhadap korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama korban. Ia telah gagal dalam memahami kekhususan dari kekerasan seksual dibandingkan dengan bentuk-bentuk kekerasan lainnya," nilai Koalisi.

Lebih lanjut, pernyataan Fadli Zon dinilai mengingkari hasil kerja TGPF.

Tak sampai situ, lewat pernyataannya, politikus Partai Gerindra tersebut juga dianggap telah merendahkan keberadaan Komnas Perempuan yang dibentuk sebagai respons atas tragedi itu melalui Keppres Nomor 181/1998.

Koalisi juga mengkritik keras posisi Fadli Zon sebagai Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), karena dinilai berpotensi digunakan untuk merevisi sejarah secara sepihak, termasuk mendorong rehabilitasi politik terhadap tokoh-tokoh kontroversial Orde Baru.

“Kombinasi peran sebagai Menteri Kebudayaan yang tengah merevisi sejarah dan sebagai Ketua GTK, menjadi indikasi kuat adanya agenda besar untuk mengubah arah narasi sejarah nasional, termasuk kemungkinan mendorong rehabilitasi politik terhadap figur-figur bermasalah dari masa Orde Baru," ungkap Koalisi.

Selain menuntut permintaan maaf dan pencabutan pernyataan, Koalisi juga mendesak pemerintah membatalkan pengangkatan Fadli Zon sebagai Ketua GTK serta menghentikan proyek penulisan ulang sejarah nasional yang dinilai menyingkirkan narasi pelanggaran HAM.

Koalisi juga menyerukan agar Jaksa Agung segera menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM dengan membentuk Tim Penyidik ad hoc sesuai UU Nomor 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

“Jika Fadli Zon menginginkan sejarah yang ditulis sebagai pemersatu bangsa, maka keberanian menghadapi kenyataan bahwa sejarah Indonesia tidak terlepas dari luka para korban dan keluarga korban," tutur Koalisi.

"Pelanggaran berat HAM adalah bentuk komitmen dalam membentuk sejarah yang mempersatukan bangsa sebagai bagian tidak terpisahkan dalam sejarah Indonesia sekaligus menjadi pembelajaran generasi yang akan datang," tambah dia.

Koalisi mengajak masyarakat sipil, akademisi, media, dan komunitas korban untuk terus mengawal penulisan sejarah nasional agar tidak jatuh ke dalam narasi yang menyesatkan dan menghapus jejak pelanggaran HAM.

Sebelumnya, dalam wawancara bersama IDN Times, Fadli Zon mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998 tidak ada buktinya.

Menurutnya, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.

"Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).

Fadli mengaku pernah membantah keterangan tim pencari fakta yang pernah memberikan keterangan ada pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 98.

"Saya sendiri pernah membantah itu dan mereka tidak bisa buktikan. Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa dan tone-nya harus begitu," ujar Fadli Zon.

Diketahui, saat ini pemerintah tengah menggodok penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan.

Fadli menyebutkan, penulisan ulang sejarah Indonesia itu akan mengedepankan pendekatan positif ketimbang mencari kesalahan pihak-pihak tertentu dalam sejumlah peristiwa sejarah.

"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," kata Fadli saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat, Minggu (1/6/2025).

Tag:  #fadli #didesak #minta #maaf #cabut #ucapannya #soal #kekerasan #seksual #1998

KOMENTAR