Hasto Keberatan dengan Keterangan Saksi Ahli Bahasa: Tidak Netral dan Sangat Berbahaya
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (kiri), terdakwa dalam kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, mendengarkan keterangan ahli bahasa UI, Frans Asisi Datang, dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/6/2025). [Antara/Bayu Pratama]
08:52
13 Juni 2025

Hasto Keberatan dengan Keterangan Saksi Ahli Bahasa: Tidak Netral dan Sangat Berbahaya

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto keberatan terhadap keterangan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang yang dinilai rancu dan tidak netral dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan dugaan perintangan penyidikan.

Hasto, terdakwa dalam kasus tersebut, dan tim kuasa hukumnya menilai kesaksian ahli rancu, tidak netral dan bahkan sangat berbahaya. 

Frans diperiksa sebagai saksi ahli dari jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025). Hasto adalah terdakwa dalam kasus tersebut.

“Saya ada beberapa keberatan, yang mulia, yang pertama keberatan dengan keterangan ahli karena keterangannya rancu terkait ilustrasi sebagai latar belakang dan dasar analisa konteks,” kata Hasto

“Yang kedua, keberatan dengan keterangan saksi bahwa 'bapak' sebagai pihak ketiga dalam komunikasi antara Nur Hasan dan Harun Masiku itu adalah Hasto Kristiyanto karena dipengaruhi pendapat saksi ahli dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik,” tambah dia.

Kemudian, Hakim Ketua Rios Rahmanto menanyakan apakah Frans ingin mengubah keterangannya atau tidak. Frans lantas menjawab bahwa dirinya tetap pada keterangan yang disampaikannya dalam sidang hari ini.

Keterangan Saksi Ahli di Sidang

Frans, pengajar di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, kepada hakim sebelumnya mengatakan kata 'bapak' yang dalam percakapan antara Harun Masiku dan penjaga Rumah Aspirasi PDI Perjuangan Nur Hasan merujuk pada Hasto.

Pada mulanya, jaksa menceritakan kembali isi percakapan antara Harun Masiku dan Nur Hasan di ponsel. Dalam percakapan dimaksud, keduanya saling mengucapkan kata “bapak” ketika ada perintah untuk merendam ponsel milik Harun Masiku ke dalam air.

Jaksa lalu bertanya maksud dari percakapan tersebut kepada ahli. Menjawab pertanyaan jaksa, Frans mengatakan bahwa Harun Masiku dan Nur Hasan saling mengerti sosok “bapak” dalam percakapan tersebut.

“Harun Masiku menanyakan 'Bapak di mana? Bapak di mana?', sedangkan yang satu (Hasan) menjawab 'Bapak lagi di luar'. Dua-duanya mengerti bahwa yang dimaksud sebagai 'bapak' itu adalah seseorang,” kata Frans.

Menurut Frans, "bapak” dalam komunikasi Harun Masiku dan Nur Hasan merupakan pihak ketiga yang berada di luar percakapan.

Lebih lanjut jaksa menanyakan sosok “bapak” yang dimaksud. Menurut Frans, berdasarkan keterangan penyidik secara lisan maupun konteks pemeriksaan dirinya serta runtutan kasus secara keseluruhan, sosok “bapak” itu adalah Hasto.

“Dalam data-data bahasa sebelumnya itu ada menyebut nama Hasto, sekjen,” imbuh Frans.

Kuasa Hukum Hasto: Keterangan Ahli Berbahaya

Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menilai keterangan Frans sangat berbahaya karena dinilai hanya asumsi tanpa dasar fakta yang kuat.

Menurut Ronny, ahli yang dimintai pendapat dalam persidangan seharusnya objektif, netral, dan mengacu pada fakta hukum, bukan sekadar ilustrasi atau informasi yang disodorkan sepihak oleh penyidik.

“Keterangan ahli hari ini hanya asumsi. Kalau seperti ini, bahaya, karena bisa mempidanakan orang sembarangan tanpa dasar yang kuat,” kata Ronny di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut Ronny Frans mengabaikan keterangan saksi Nur Hasan yang sebelumnya secara tegas menyatakan bahwa “bapak” dalam komunikasi dengan Harun Masiku bukanlah Hasto.

“Saksi kunci sudah jelas menyatakan ‘bapak’ itu bukan Pak Hasto. Tapi ahli tetap bersikukuh hanya berdasar ilustrasi penyidik. Ini jelas berbahaya,” ujar Ronny.

Ketua DPP PDI-P Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional itu juga mempertanyakan netralitas ahli yang tidak memperhitungkan seluruh konteks persidangan secara utuh.

Terlebih, Frans mengaku bahwa keterangannya hanya didasarkan pada dokumen dari penyidik, bukan hasil observasi terhadap fakta-fakta persidangan.

“Ini bisa menjadi preseden buruk dalam proses hukum. Ahli harusnya membantu mencari kebenaran, bukan menguatkan asumsi yang bisa menyesatkan,” ucap Ronny.

Dakwaan Hasto

Jaksa KPK mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Editor: Liberty Jemadu

Tag:  #hasto #keberatan #dengan #keterangan #saksi #ahli #bahasa #tidak #netral #sangat #berbahaya

KOMENTAR