



Desakan Pidana untuk Aipda PS yang Perkosa Korban Pemerkosaan di NTT
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Kupang mendesak Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) memproses hukuman terhadap Aipda PS, yang memperkosa korban pemerkosaan ketika ingin melapor ke Polsek Wewewa Selatan.
Aipda PS yang melakukan kejahatan kekerasan seksual harus menjalani proses pidana dan pemecatan dari institusi kepolisian karena perbuatannya itu.
"Tersangka polisi di Sumba yang melakukan kekerasan seksual tidak pantas berseragam cokelat lagi alias harus dipecat dan mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana," ujar Direktur LBH APIK Kupang, Ansy Damaris kepada Kompas.com, Rabu (11/6/2025).
Sebagai aparat penegak hukum, Aipda PS seharusnya mendapatkan hukuman maksimal atas perbuatan kejinya itu.
LBH APIK juga mendesak agar Kapolda NTT bisa bertindak tegas atas kasus yang melibatkan anak buahnya tersebut.
"Mari bersama-sama kita bunyikan Alarm NTT darurat kekerasan seksual agar semua pihak bisa berbenah," ujar Ansy.
Tegasnya, kepolisian seharusnya menjadi tempat perlindungan bagi korban-korban kejahatan, bukan malah menjadi sarang predator kekerasan seksual.
"Mereka seperti memasuki sarang predator seksual, terus kepada siapa masyarakat berlindung. Polda NTT harus gerak cepat berbenah," ujar Ansy.
Jangan Hanya Sanksi Etik
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menegaskan, kasus di mana anggota kepolisian melakukan pencabulan terhadap korban pemerkosaan di Polsek Wewewa Selatan merupakan sebuah kejahatan.
Tegasnya, pelaku harus dihukum berat lewat peradilan umum, bukan hanya sanksi dari internal kepolisian.
"Tak bisa hanya diselesaikan dalam sidang etik atau diberi teguran atau sanksi ringan saja. Karena ini adalah kejahatan pidana, bukan hanya pelanggaran disiplin. Pelakunya harus diadili di pengadilan umum, dengan proses yang bisa diawasi oleh masyarakat," tegas Sudding, Selasa (10/6/2025).
Kantor polisi seharusnya menjadi tempat berlindung warga dari kejahatan, termasuk bagi korban pemerkosaan yang ingin melapor.
Namun kasus yang terjadi di NTT justru sebaliknya, kantor polisi malah menjadi tempat seseorang menjadi korban.
"Seorang warga negara datang ke kantor polisi karena telah menjadi korban kejahatan seksual. Tapi alih-alih mendapat perlindungan, dia justru menjadi korban untuk kedua kalinya oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung," ujar Sudding.
"Jika kantor polisi berubah menjadi tempat pelecehan, maka seluruh konsep negara hukum sedang dalam bahaya," sambungnya menegaskan.
Sudding menegaskan, Polri harus menaruh perhatian khusus terhadap kasus tersebut. Sebab, ia memandang bahwa kasus tersebut merupakan bentuk kegagalan dari sistem hukum.
"Kasus ini merupakan bentuk kegagalan paling telanjang dari sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan bagi masyarakat. Seharusnya kantor polisi menjadi tempat paling aman bagi rakyat, tapi ini malah sebaliknya," tegas Sudding.
Sebelumnya, seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT berinisial Aipda PS, resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.
Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke kantor polisi.
Peristiwa ini mencuat ke publik usai sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).
Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh anggota polisi saat melapor sebagai korban pemerkosaan ke Polsek Wewewa Selatan.
Tag: #desakan #pidana #untuk #aipda #yang #perkosa #korban #pemerkosaan