Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan, DPR: Kegagalan Telanjang Sistem Hukum
Ilustrasi pemerkosaan(KOMPAS.COM/SHUTTERSTOCK)
19:14
10 Juni 2025

Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan, DPR: Kegagalan Telanjang Sistem Hukum

- Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding menilai kasus pencabulan korban pemerkosaan oleh oknum polisi di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai bentuk kegagalan sistem hukum.

Terlebih, kasus tersebut terjadi saat korban pemerkosaan sedang melaporkan peristiwa pemerkosaan yang dialaminya di kantor polisi, yakni Polsek Wewewa Selatan.

"Kasus ini merupakan bentuk kegagalan paling telanjang dari sistem hukum yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan bagi masyarakat. Seharusnya kantor polisi menjadi tempat paling aman bagi rakyat, tapi ini malah sebaliknya,” ujar Sudding, Selasa (10/6/2025).

Politikus PAN itu berpandangan bahwa peristiwa ini harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak, khususnya institusi Polri.

Sebab, tindakan pelaku berinisial Aipda PS bukan hanya masuk dalam ranah tindak pidana, tetapi telah mencoreng institusi Polri dan mencederai rasa keadilan.

"Seorang warga negara datang ke kantor polisi karena telah menjadi korban kejahatan seksual. Tapi alih-alih mendapat perlindungan, dia justru menjadi korban untuk kedua kalinya oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindung," ucap Sudding.

Dia meyakini bahwa kasus ini menjadi bukti adanya kegagalan sistemik dalam pembinaan personel, tak terkecuali dalam pengawasan di internal aparat penegak hukum.

"Jika kantor polisi berubah menjadi tempat pelecehan, maka seluruh konsep negara hukum sedang dalam bahaya," kata Sudding.

Sudding pun mendesak agar kasus pemerkosaan tersebut tidak hanya diselesaikan lewat mekanisme pelanggaran kode etik.

Pelaku harus diadili di peradilan umum dan dihukum berat.

“Tak bisa hanya diselesaikan dalam sidang etik atau diberi teguran atau sanksi ringan saja. Karena ini adalah kejahatan pidana, bukan hanya pelanggaran disiplin. Pelakunya harus diadili di pengadilan umum, dengan proses yang bisa diawasi oleh masyarakat,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang anggota Polsek Wewewa Selatan, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT berinisial Aipda PS, resmi ditahan oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya.

Penahanan dilakukan setelah yang bersangkutan diduga melakukan tindak pelecehan seksual terhadap seorang korban pemerkosaan yang melapor ke kantor polisi.

Peristiwa ini mencuat ke publik usai sebuah unggahan viral di media sosial Facebook pada Kamis (5/6/2025).

Unggahan tersebut menyebutkan bahwa seorang perempuan berinisial MML (25) menjadi korban dugaan pelecehan seksual oleh anggota polisi saat melapor sebagai korban pemerkosaan ke Polsek Wewewa Selatan.

Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri tersebut.

Ia menyatakan bahwa Aipda PS kini telah menjalani penahanan khusus selama 30 hari ke depan sambil menunggu proses selanjutnya.

“Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya terhitung sejak hari ini, untuk jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri,” kata Harianto saat dikonfirmasi Kompas.com, Minggu (8/6/2025).

Ke Polsek untuk laporkan kasus pemerkosaan

Kasus bermula pada 2 Maret 2025 sekitar pukul 21.00 Wita, ketika MML mendatangi Polsek Wewewa Selatan untuk melaporkan tindak pemerkosaan yang dialaminya di Desa Mandungo, Kecamatan Wewewa Selatan.

Saat memberikan keterangan, MML diperiksa oleh Aipda PS.

Namun, dalam proses pemeriksaan tersebut, MML diduga justru menjadi korban kekerasan seksual oleh anggota polisi yang menangani laporannya.

Setelah peristiwa itu, Aipda PS disebut meminta MML untuk tidak menceritakan kejadian tersebut kepada siapapun.

Namun, MML akhirnya memberanikan diri untuk bersuara.

Unggahan mengenai kasus ini menyebar luas di media sosial hingga menuai perhatian publik.

AKBP Harianto menambahkan bahwa Aipda PS sudah diperiksa oleh anggota Provos dan saat ini tengah menjalani proses hukum internal.

"Berdasarkan pengakuan yang bersangkutan dalam Berita Acara Interogasi (BAI) oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya, saat ini kasus tersebut sedang dalam penanganan lebih lanjut," ungkap Harianto.

Kapolres menegaskan bahwa institusinya tidak akan menoleransi setiap bentuk pelanggaran oleh anggota, terutama yang mencoreng nama baik institusi Polri, apalagi terkait tindak pelecehan seksual oleh anggota polisi.

“Kami atas nama institusi Polri, khususnya Polres Sumba Barat Daya, menyampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat atas kejadian ini. Kami sangat menyesalkan perbuatan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota kami dan berkomitmen untuk menangani kasus ini secara profesional dan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar Harianto.

Ia menegaskan bahwa Polri akan tetap profesional, objektif, dan transparan dalam menangani kasus ini, sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.

Tag:  #polisi #perkosa #korban #pemerkosaan #kegagalan #telanjang #sistem #hukum

KOMENTAR