Proses Panjang dan Tidak Mudahnya Pemakzulan Gibran
Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka melayat dan ikut shalat jenazah penyanyi senior Titiek Puspa di Masjid An-Nur, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (11/4/2024).(KOMPAS.com/FIRDA JANATI)
11:06
5 Juni 2025

Proses Panjang dan Tidak Mudahnya Pemakzulan Gibran

- Isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali ramai setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyurati DPR dan MPR pada Senin (2/6/2025).

Surat tersebut ditandatangani oleh empat purnawirawan, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

"Dengan ini, kami mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI untuk segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," demikian bunyi surat tersebut.

Proses Panjang

Meski surat tersebut sudah diterima DPR, proses untuk memulai pemakzulan Gibran dari posisi Wakil Presiden akan sangat panjang.

Hal tersebut diungkap Wakil Ketua Komisi III DPR yang juga Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Ahmad Sahroni.

Ia mengatakan, proses pemakzulan pimpinan negara bukan merupakan sesuatu yang mudah untuk dilakukan.

"Saya rasa itu akan panjang sekali prosesnya, dan enggak semudah yang kita bayangkan," ujar Sahroni kepada Kompas.com, Selasa (3/6/2025).

Prosesnya yang panjang tidak hanya melibatkan DPR, tapi juga akan bersinggungan dengan MPR dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kendati demikian, ia mengatakan bahwa Forum Purnawirawan TNI atau pihak manapun boleh saja mengirim surat tuntutan kepada DPR.

Namun, Sahroni mengingatkan bahwa Sekretariat Jenderal DPR juga akan memilah untuk memprioritaskan mana surat yang bakal didahulukan.

"Kalau surat kan boleh-boleh dikirim dari pihak manapun. Tapi, surat mana saja yang akan diprioritaskan itu menjadi bagian administrasi Kesetjenan DPR RI," ujar Sahroni.

Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden atau wakil presiden harus dimulai terlebih dahulu dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.

Lalu 2/3 peserta sidang pleno harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.

Berdasarkan Pasal 7A Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemakzulan presiden atau wakil presiden harus dimulai terlebih dahulu dengan sidang pleno DPR yang dihadiri 2/3 anggota.

Lalu, 2/3 peserta sidang pleno DPR harus menyetujui bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela.

Setelah DPR menyetujui hal tersebut, hasil sidang pleno akan dibawa ke MK yang akan memutuskan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.

Jika MK memutuskan adanya pelanggaran, hasil dari lembaga tersebut akan dibawa ke MPR untuk memproses pemakzulan.

Di MPR, pemakzulan akan diputuskan lewat Keputusan MPR jika dalam sidang pleno diikuti oleh 2/3 anggota MPR dan disetujui oleh 2/3 dari anggota yang hadir.

Tidak Mudah Secara Politik

Selain prosesnya yang panjang, pemakzulan Gibran akan sangat sulit secara politik. Hal tersebut diungkapkan Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo.

Menurut Ganjar, pemakzulan akan sangat sulit karena Gibran didukung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mendominasi kursi di DPR.

"Kalau melihat komposisi kerja sama politik dalam KIM, rasanya proses tidaklah mudah," ujar Ganjar kepada Kompas.com, Rabu (4/6/2025).

Proses awal pemakzulan dimulai dari sidang pleno yang dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 peserta sidang yang hadir.

Sedangkan di DPR periode 2024-2029 terdiri dari delapan fraksi dengan total 580 kursi. Tujuh fraksi di antaranya tergabung dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dari tujuh fraksi yang tergabung di KIM Plus, total kursi mereka di DPR sebanyak 470. Sedangkan PDI-P yang berada di luar pemerintahan memiliki 110 kursi.

Ganjar melanjutkan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI saat ini hanyalah menyurati DPR dan MPR untuk memproses pemakzulan Gibran. Namun, mereka tidak menyertakan bukti yang menunjukkan pelanggaran yang dilakukan putra sulung Joko Widodo (Jokowi) itu.

"Itu baru pernyataan, akan lebih baik jika dilampiri bukti-bukti. Kalau ada, itu akan jadi awal DPR bisa merespons. Itu pun jika DPR satu suara," ujar Ganjar.

Pakar hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yance Arizona juga menilai, Forum Purnawirawan Prajurit TNI belum memiliki dasar hukum yang kuat untuk memakzulkan Gibran.

Ia menjelaskan, pemakzulan tidak bisa dilakukan semata-mata hanya karena opini atau tekanan politik.

Proses pemakzulan haruslah berdasarkan ketentuan konstitusi dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

"Argumen-argumennya juga tidak begitu solid secara hukum. Belum tentu ini memang satu proses hukum yang sedang digulirkan, tapi bisa jadi proses politik yang justru menjadikan spotlight pemberitaan media terarah ke Wakil Presiden Gibran," ujar Yance.

Di samping itu, ia menjelaskan bahwa pemakzulan dapat dilakukan jika presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pengkhianatan terhadap negara; korupsi; penyuapan; tindak pidana berat lainnya; atau perbuatan tercela, sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.

"Kalau kita kaitkan dengan impeachment clauses itu yang ada di Pasal 7A, kita tidak melihat mana cantelan yang akan dipakai untuk memberhentikan Gibran sampai hari ini," ujar Yance.

Surat Belum Dibaca DPR

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengaku belum membaca surat dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang meminta pemakzulan Gibran.

Dasco menyebut, surat usulan tersebut masih berada di Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar dan DPR tengah menjalani masa reses.

"Iya ini kan kebetulan reses, saya kan datang Pak Sekjen-nya juga enggak ada. Saya pengen lihat suratnya, suratnya masih di Sekjen. Jadi belum sempat lihat surat," ujar Dasco.

Dasco belum bisa merespons surat usulan pemakzulan Gibran tersebut, karena ia belum membaca surat tersebut.

"Belum baca, gimana nanggapin," ujar Dasco.

Tag:  #proses #panjang #tidak #mudahnya #pemakzulan #gibran

KOMENTAR