

Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga, Prof Tuti Budirahayu. (Humas Unair)


Efisiensi Anggaran Pendidikan, Pakar Sosiologi Pendidikan Unair: Akuntabilitas atau Bencana Kualitas?
Pakar Sosiologi Pendidikan Universitas Airlangga, Prof Tuti Budirahayu, mengungkapkan pandangannya terkait kontroversi efisiensi anggaran dan dampaknya bagi dunia pendidikan Indonesia.
Ia melihat efisiensi anggaran dari dua sisi mata koin. Dari sisi positif, kebijakan ini bisa menjadi momentum untuk menertibkan penggunaan dana anggaran pendidikan yang selama ini kurang transparan.
“Banyak anggaran dihambur-hamburkan dengan tujuan yang tidak jelas. Jika efisiensi ini dilakukan dengan kontrol ketat dan transparan, justru bisa meningkatkan akuntabilitas,” tutur Prof Tuti di Surabaya, Kamis (20/2).
Namun di sisi lain, efisiensi anggaran juga berisiko menurunkan kualitas pendidikan Indonesia. Dampak seperti pengurangan kuota beasiswa dan tunjangan tenaga pendidikan juga mulai dirasakan masyarakat.
Oleh karenanya, Prof Tuti mengusulkan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali efisiensi di sektor krusial. Program literasi, penguatan kapasitas guru, serta kesejahteraan seharusnya menjadi prioritas, bukan dipangkas.
"Kalau menyangkut mutu pendidikan, sebaiknya jangan dipotong. Jika efisiensi dilakukan sembrono, maka dampaknya panjang terhadap kualitas SDM Indonesia di masa depan,” imbuhnya.
Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga itu menekankan bahwa pendidikan bukan sekedar fasilitas, melain bagaimana membangun generasi yang cerdas dan siap menghadapi tantangan.
Sebelumnya, Mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro mengakui, anggaran Kemendikti Saintek 2025 dipangkas sebesar Rp 14,3 Triliun.
Dari semula Rp 56,5 triliun menjadi Rp 42,3 triliun. "Kami menyampaikan secara ringkas dengan adanya permintaan efisiensi dari Dirjen Anggaran sebesar Rp 14,3 triliun," ujar Satrio di Jakarta, Rabu (12/2) lalu.
Efisiensi anggaran ini berdampak pada tunjangan dosen non-ASN, bantuan sosial berupa beasiswa KIP kuliah, Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), Beasiswa ADiK, hingga Beasiswa KNB.
Tidak hanya itu, efisiensi juga berimbas pada beasiswa dosen dan teknik dalam dan luar negeri, Sekolah Unggulan Garuda, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), hingga revitalisasi perguruan tinggi. (*)
Ia melihat efisiensi anggaran dari dua sisi mata koin. Dari sisi positif, kebijakan ini bisa menjadi momentum untuk menertibkan penggunaan dana anggaran pendidikan yang selama ini kurang transparan.
“Banyak anggaran dihambur-hamburkan dengan tujuan yang tidak jelas. Jika efisiensi ini dilakukan dengan kontrol ketat dan transparan, justru bisa meningkatkan akuntabilitas,” tutur Prof Tuti di Surabaya, Kamis (20/2).
Namun di sisi lain, efisiensi anggaran juga berisiko menurunkan kualitas pendidikan Indonesia. Dampak seperti pengurangan kuota beasiswa dan tunjangan tenaga pendidikan juga mulai dirasakan masyarakat.
Oleh karenanya, Prof Tuti mengusulkan pemerintah untuk mempertimbangkan kembali efisiensi di sektor krusial. Program literasi, penguatan kapasitas guru, serta kesejahteraan seharusnya menjadi prioritas, bukan dipangkas.
"Kalau menyangkut mutu pendidikan, sebaiknya jangan dipotong. Jika efisiensi dilakukan sembrono, maka dampaknya panjang terhadap kualitas SDM Indonesia di masa depan,” imbuhnya.
Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga itu menekankan bahwa pendidikan bukan sekedar fasilitas, melain bagaimana membangun generasi yang cerdas dan siap menghadapi tantangan.
Sebelumnya, Mantan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Mendikti Saintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro mengakui, anggaran Kemendikti Saintek 2025 dipangkas sebesar Rp 14,3 Triliun.
Dari semula Rp 56,5 triliun menjadi Rp 42,3 triliun. "Kami menyampaikan secara ringkas dengan adanya permintaan efisiensi dari Dirjen Anggaran sebesar Rp 14,3 triliun," ujar Satrio di Jakarta, Rabu (12/2) lalu.
Efisiensi anggaran ini berdampak pada tunjangan dosen non-ASN, bantuan sosial berupa beasiswa KIP kuliah, Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), Beasiswa ADiK, hingga Beasiswa KNB.
Tidak hanya itu, efisiensi juga berimbas pada beasiswa dosen dan teknik dalam dan luar negeri, Sekolah Unggulan Garuda, Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), hingga revitalisasi perguruan tinggi. (*)
Editor: Dinarsa Kurniawan
Tag: #efisiensi #anggaran #pendidikan #pakar #sosiologi #pendidikan #unair #akuntabilitas #atau #bencana #kualitas