



Aksi Kamisan ke-852: Suara Keadilan Bergema di Hari Keadilan Sosial Sedunia
Aksi Kamisan ke-852 kali ini bertepatan dengan Hari Keadilan Sosial Sedunia, menjadi momentum untuk menuntut pemerintah menjamin hak asasi manusia (HAM), menghapus diskriminasi, dan mewujudkan kesejahteraan yang inklusif.
Berbagai kalangan usia ikut meramaikan Aksi Kamisan, mulai dari siswa sekolah, mahasiswa, hingga orang tua, menuntut keadilan bagu para korban pelanggaran HAM.
Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan yang tewas dalam Tragedi Semanggi I pada 13 November 1998, turut hadir dalam aksi tersebut.
Peserta aksi berdiri selama 30 menit menghadap Istana Merdeka, membuka payung hitam dan mengangkat poster-poster sebagai simbol protes damai.
Selain menuntut keadilan bagi para korban pelanggaran HAM berat di masa lalu, massa juga turut menuntut berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai menindas rakyat, salah satunya efisiensi anggaran hingga penggusuran lahan warga.
Eta, perwakilan warga Bara-Baraya, Makassar, melalui orasinya menyampaikan kekhawatiran mereka terkait rencana eksekusi lahan pada 24 Februari mendatang.
"Kami meminta solidaritas kawan-kawan semua agar membantu dan mendukung kami untuk memperjuangkan tanah kami," ujar Eta pada aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2025).
Selain itu, Danar, mahasiswa Kriminologi Universitas Indonesia, menyoroti berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap kontradiktif dan merugikan rakyat.
Ia menyebut program Makan Bergizi Gratis (MBG) hanya menimbulkan masalah baru, serta berbagai masalah sosial yang disebabkan dari kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak dievaluasi secara mendalam.
Fritz, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, menambahkan keresahannya terhadap kondisi pendidikan di Indonesia.
"Pendidikan yang katanya nggak akan dipotong, tapi nyatanya teman-teman di perguruan tinggi nggak bisa lagi magang, bahkan dosen beberapa juga sama, anggaran riset dipotong, tunjangan dipotong, untuk MBG," ungkapnya.
Aksi ini juga menjadi refleksi bagi peserta mengenai esensi demokrasi dan peran masyarakat dalam mengawal penegakan hukum serta hak asasi manusia di Indonesia.
Reporter : Kayla Nathaniel Bilbina
Tag: #aksi #kamisan #suara #keadilan #bergema #hari #keadilan #sosial #sedunia