



Pergantian Mendikti Saintek dan Keberlanjutan Program
PRESIDEN Prabowo akhirnya melakukan reshuffle kabinet pertama kali dengan mencopot Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro dari jabatan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek).
Sebagai penggantinya, Prabowo melantik Brian Yuliarto, seorang akademisi dan peneliti senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB), untuk memimpin kementerian tersebut.
Tampaknya Presiden Prabowo kurang puas terhadap kinerja Satryo selama tiga bulan masa jabatannya.
Selain itu, awal menjabat sebagai Menteri, Satryo dianggap tidak memberikan kesan yang baik dan meyakinkan sehingga Presiden Prabowo membuat kebijakan reshuffle lebih cepat dari prediksi publik.
Dicopot atau mundur?
Menteri Satryo menjelaskan bahwa keputusannya untuk mengundurkan diri merupakan inisiatif pribadi. Ia merasa telah bekerja keras, tapi upayanya belum memenuhi harapan pemerintah.
Keputusan mundurnya Menteri Satryo menimbulkan pertanyaan di kalangan publik, apakah ia benar-benar mengundurkan diri atas inisiatif sendiri, atau ada permintaan dari presiden yang membuatnya mengambil inisiatif mundur?
Meskipun ia menyatakan secara sukarela mundur karena masa kinerjanya tidak sesuai harapan presiden, tapi tidak sedikit yang menduga ada faktor lain yang lebih berperan.
Spekulasi tersebut semakin menguat melihat beberapa pihak pemerintah yang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Ada beberapa alasan yang membuat Menteri Satryo diganti. Pertama, komunikasi organisasi yang buruk.
Menteri Satryo tidak mampu menjaga kondusivitas di kementeriannya, yang berujung pada ketidakseimbangan dalam pengambilan kebijakan serta komunikasi internal yang tidak selaras.
Dalam organisasi, seorang pemimpin harus mampu menciptakan iklim lingkungan kerja yang harmonis dan kondusif.
Dalam kasus Menteri Satryo, kegagalan dalam menjaga kondusivitas di kementerian menampakkan bahwa koordinasi yang lemah bisa berdampak pada efektivitas kebijakan yang dihasilkan.
Keterampilan komunikasi yang baik semestinya mampu merangkul berbagai pihak, menyelesaikan dengan musyawarah agar organisasi tetap berjalan dengan stabil dan efisien.
Kedua, komunikasi publik yang tidak efektif turut menjadi faktor yang memperparah permasalahan.
Eskalasi situasi semakin meningkat setelah pernyataan Menteri Satryo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR RI.
Dalam forum tersebut, ia mengemukakan kebijakan efisiensi anggaran yang berpotensi berdampak pada pengurangan beasiswa, khususnya Kartu Indonesia Pintar (KIP), serta kemungkinan peningkatan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Pernyataan ini menimbulkan kontroversi karena memberi kesan bahwa agenda efisiensi Presiden Prabowo akan berdampak langsung pada mahasiswa, sehingga kebijakan tersebut dikoreksi secara langsung oleh Menteri Keuangan.
Selain itu, situasi ini menimbulkan ketidakpastian di kalangan akademisi, tenaga pendidik, serta masyarakat yang bergantung pada kebijakan pendidikan.
Ketidakmampuan dalam mengelola komunikasi publik yang jelas dan terarah menyebabkan kebijakan yang diambil justru menimbulkan kegaduhan, bukan solusi.
Ketiga, komunikasi kasar dan tidak profesional terhadap ASN. Satryo dianggap menggunakan gaya komunikasi yang kasar terhadap para ASN di kementeriannya.
Banyak laporan yang menyebutkan bahwa ia sering berbicara dengan nada tinggi, menggunakan kata-kata merendahkan, dan tidak membuka ruang dialog yang sehat.
Bukti perilaku kasar Menteri Satryo semakin sulit dibantah setelah rekaman suaranya yang sedang memarahi bawahannya dengan nada tinggi dan kasar beredar di media sosial.
Dalam rekaman itu jelas bagaimana Satryo melontarkan kata-kata kasar dan tidak memberikan kesempatan balik kepada bawahannya menjelaskan duduk perkaranya.
Rekaman audio ini memicu gelombang kritik dari berbagai kalangan, temasuk masyarakat dan akademisi.
Banyak yang menilai bahwa Menteri Satryo tidak merepresentasikan etika sebagai pejabat publik, apalagi di Kemendikti Saintek yang semestinya memiliki karakter dan kepribadian yang bisa dicontoh oleh publik.
Hal ini menciptakan lingkungan kerja yang toxic dan berdampak pada mental dan psikologis pegawai.
Akibatnya, banyak ASN Kemditisaintek merasa tertekan dan kehilangan motivasi dalam bekerja yang pada akhirnya berdampak terhadap kinerjanya.
Lingkungan kerja yang penuh dengan tekanan tanpa komunikasi sehat pasti akan menurunkan semangat kerja dan produktivitas seiring dengan meningkatnya stres di kalangan pegawai.
Keempat, intervensi keluarga dalam kebijakan kementerian. Salah satu isu paling kontroversial adalah dugaan keterlibatan anggota keluarganya dalam keputusan strategis kementerian.
Beberapa kebijakan diduga dipengaruhi oleh kepentingan pribadi dan bukan berdasarkan kajian akademis atau kebutuhan sektor pendidikan.
Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan pegawai dan publik karena melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Tanpa dukungan kekuatan politik
Menteri Satryo juga bukan berasal dari partai politik koalisi sehingga sejak awal menjabat sesungguhnya posisinya rentan terhadap dinamika politik dalam pemerintahan.
Hal ini berbeda dengan para menteri lain yang memperoleh dukungan atau perwakilan dari partai-partai pengusung. Satryo dikenal sebagai figur profesional yang dipilih Prabowo karena berdasarkan rekam jejaknya di dunia Pendidikan.
Hal ini menyebabkan ia tidak memperoleh perlindungan politik yang kuat ketika kebijakan dan gaya kepemimpinannya menuai kritik.
Tanpa dukungan dari partai koalisi, setiap langkah yang diputuskan lebih mudah dipertanyakan, bahkan alasan untuk menekan, atau menggantinya dengan sosok yang dianggap lebih sejalan dengan kepentingan politik pemerintah.
Ketika tekanan politik meningkat dan kritik terhadap kepemimpinannya semakin keras, tidak ada kekuatan politik yang cukup dari partai koalisi yang membelanya.
Pada akhirnya keputusan mundur (melalui pernyataannya) sepertinya menjadi pilihan yang realistis untuk menghindari konflik berkepanjangan yang bisa melemahkan kementerian yang dipimpinnya.
Pergantian Mendikti Saintek ini memicu berbagai reaksi. Berbagai kalangan berharap Brian dapat membawa perubahan signifikan, terutama dalam reformasi pendidikan tinggi dan peningkatan anggaran riset.
Dengan perubahan ini, kabinet Prabowo-Gibran memasuki babak baru. Publik saat ini menantikan langkah-langkah strategis yang akan diambil Brian Yulianto memperbaiki sistem pendidikan tinggi dan tentu juga meningkatkan daya saing lulusan Pendidikan tinggi Indonesia di tingkat global.
Setiap pergantian kementerian selalu ada kebijakan yang berbeda dan tidak ada keberlanjutan dari kebijakan kementerian sebelumnya.
Keberlanjutan kebijakan dalam suatu kementerian semestinya menjadi prioritas utama agar program-program yang sudah berjalan tidak terputus begitu saja di tengah jalan.
Misalnya kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) era Menteri Nadiem Makarim telah memberikan dampak yang cukup signifikan bagi mahasiswa di seluruh Indonesia, meskipun ada saja titik kelemahannya dari program tersebut.
Program MBKM menawarkan berbagai kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar di luar kampus.
Pertukaran mahasiswa memungkinkan peluang bagi mahasiswa untuk belajar di luar kampus, baik di dalam dan di luar negeri.
Program Magang MBKM memberikan pengalaman kerja langsung di dunia industri. Selain itu, Matching Fund mendukung kolaborasi perguruan tinggi dan industri melalui pendanaan inovasi.
Jadi beragam program ini memberikan fleksibilitas mahasiswa untuk mengembangkan keterampilan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
Sementara itu, tradisi pergantian kepemimpinan di kementerian kerapkali membawa perubahan drastis yang menghambat keberlanjutan yang sudah terbukti manfaatnya.
Menteri Satryo tidak memiliki afiliasi kuat terhadap kekuatan politik dalam pemerintahan serta kurang membangun iklim komunikasi yang baik dengan jajarana kementerian, dan juga tampaknya tidak menjalankan kesinambungan terhadap program-program kementerian sebelumnya.
Di bawah kepemimpinannya, program MBKM mengalami stagnasi karena kurangnya pengembangan lebih lanjut dan minimnya koordinasi dengan perguruan tinggi.
Hal ini dalam dunia pendidikan tinggi mengalami ketipakpastian bagi dosen dan mahasiswa yang sudah mulai terbiasa dengan sistem MBKM.
Diharapkan Menteri baru, Brian Yuliarto berorientasi inovasi dan keberlanjutan program. Jika memang ada aspek yang diperbaiki, maka semestinya dilakukan secara proporsional tanpa menghilangkan esensi utama program sebelumnya.
Dengan pendekatan lebih komunikatif dan beroerientasi pada kemaslahatan bersama, kebijakan pendidikan ada keberlanjutan dengan baik tanpa mengorbankan program yang sudah berjalan.
Tanpa keberlajutan yang jelas, maka perubahan kepemimpinan di kemendiktisaintek justru bisa mengalami stagnasi bagi sistem Pendidikan nasional.