Pegiat HAM hingga Pengamat Soroti RUU TNI, Sebut Berpotensi Ancam Kebebasan dan Demokrasi Indonesia
RUU TNI - Nurani 98 dan Strategi Institute mengadakan diskusi, Rabu (19/2/2025) tentang isu militer dan polisi. Dalam diskusi tersebut beberapa narasumber menyoroti masuknya RUU TNI dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2025. (Dok Nurani 98 dan Strategi Institute) 
20:15
19 Februari 2025

Pegiat HAM hingga Pengamat Soroti RUU TNI, Sebut Berpotensi Ancam Kebebasan dan Demokrasi Indonesia

- Nurani 98 dan Strategi Institute mengadakan diskusi, Rabu (19/2/2025), tentang isu militer dan polisi. 

Dalam diskusi tersebut beberapa narasumber menyoroti masuknya RUU TNI dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2025.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menilai RUU TNI bermasalah karena akan memperluas jabatan-jabatan sipil yang akan dapat diduduki TNI.  

Selain itu, menurutnya adanya isu bisnis militer akan di bahas dalam RUU  TNI juga bermasalah itu.

Menurutnya, militer dilarang berbisnis, militer adalah alat pertahanan negara. 

Sementara Jane Rosalina dari Kontras juga menilai RUU TNI bermasalah secara substansil .

Sementara Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf,  yang juga menjadi narasumber dalam diskusi tersebut menilai RUU TNI akan mengancam kehidupan kebebasan , demokrasi dan negara hukum. 

"Dalam RUU TNI ini, Angkatan Darat akan memiliki kewenangan penegakan hukum, ini jelas melanggar konstitusi dan undang-undang dan hakikat dibentuknya militer sendiri sebagai alat pertahanan negara bukan penegak hukum. Hal ini akan menimbulkan tumpang tindih tugas antara militer dan aparat penegak hukum sehingga dinamika negara hukum terganggu," katanya.

Lebih lanjut, Al Araf juga menilai, RUU TNI akan melegalkan dwi fungsi TNI di mana TNI dapat duduk di banyak jabatan sipil. 

Ini sesuatu yang berbahaya dan harus ditolak karena militer dilatih untuk perang bukan untuk menjadi birokrasi sipil.

"Ini akan melemahkan profesionalisme TNI sendiri karena orientasinya akan berubah bukan bersiap untuk perang tapi duduk di jabatan sipil. Selain itu hal ini juga akan mengganggu dan merusak sistem birokrasi sipil. Pegawai negeri sipil akan bekerja seadanya karena mereka tidak ada harapan untuk dapat posisi jabatan karena di dudki militer aktif atau polisi aktif."

DPR Membantah

Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengklaim Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) tidak akan memuat pasal-pasal yang berpotensi memperluas peran TNI di ranah sipil. 

Ia mengatakan, revisi yang ada berkutat pada urusan perpanjangan masa pensiun.

“Enggak, enggak, itu yang dwifungsi ABRI segala macam? Enggak, kita lihat nanti sama-sama,” kata Adies, kemarin.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan perubahan RUU TNI menjadi program legislasi nasional atau prolegnas prioritas 2025 karena ada surat dari Presiden pada 13 Februari 2025. 

Sebelumnya, surpres itu pernah diajukan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. 

Namun, kata dia, lantaran ada banyak nomenklatur kementerian yang berubah maka diajukan ulang di era Presiden Prabowo Subianto. Sehingga DPR memutuskan RUU TNI naik menjadi prolegnas prioritas dari prolegnas jangka menengah.

Polemik Revisi UU TNI

Revisi UU TNI telah menjadi topik perdebatan di kalangan publik dan berbagai elemen masyarakat.

Pembahasan RUU ini, sejatinya sudah bergulir di DPR periode 2019-2024. Namun, pembahasan belum juga selesai hingga periode kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) berakhir.

Beberapa poin utama dalam RUU TNI yang mendapat sorotan publik antara lain:

1. Penambahan usia pensiun prajurit TNI

Salah satu perubahan yang diusulkan dalam RUU ini adalah penambahan usia pensiun bagi prajurit TNI.

Usia pensiun yang sebelumnya ditetapkan pada 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara dan tamtama, diusulkan untuk diperpanjang.

Pada draf RUU TNI yang diterima Kompas.com pada Mei 2024, Pasal 53 disebutkan usia pensiun bagi perwira diperpanjang dari semula 58 tahun ke 60 tahun.

2. Perluasan penempatan prajurit di lembaga sipil

RUU TNI juga disebut membuka pintu perluasan penempatan prajurit TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil.

Pasal 47 UU TNI yang sebelumnya membatasi penempatan prajurit TNI aktif hanya pada sepuluh kementerian/lembaga, diusulkan untuk diperluas dengan menambahkan frasa "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden".

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil. Sebab, dianggap berpotensi mengembalikan peran dwifungsi ABRI di masa lalu.

Kritik ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil dapat mengancam supremasi sipil dan prinsip-prinsip demokrasi.

Namun, Adies Kadir selaku pimpinan DPR memastikan bahwa TNI tidak memiliki niat untuk menduduki jabatan-jabatan pemerintahan.

Menurut dia, TNI hanya mengisi posisi yang memang diperlukan dalam sektor pemerintahan, terutama pada beberapa posisi yang dibutuhkan oleh kementerian tertentu.


3. Keterlibatan TNI dalam aktivitas bisnis

Isu lain yang menjadi sorotan pada RUU TNI adalah wacana keterlibatan prajurit aktif dalam aktivitas bisnis.

Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, namun keterlibatan TNI dalam bisnis dikhawatirkan dapat mengganggu profesionalisme dan netralitas TNI sebagai institusi pertahanan negara.

"Rencana revisi mencabut larangan berbisnis dalam UU TNI adalah sesuatu yang berbahaya dalam pembangunan profesionalisme militer itu sendiri," kata pengamat militer, Al Araf saat dihubungi Kompas.com pada 15 Juli 2024.

Dia menyatakan, gagasan itu sangat tidak tepat dan menjadi langkah mundur bagi proses reformasi TNI.

Resistensi dari mahasiswa

Revisi UU TNI juga mendapat penolakan dari kalangan mahasiswa yang tercermin dalam aksi demonstrasi, sebagai contoh pada Senin, 17 Februari 2025.

Mereka mengkhawatirkan bahwa perubahan yang diusulkan dengan memperbanyak prajurit TNI aktif mengisi jabatan-jabatan sipil, berpotensi mengancam demokrasi dan reformasi TNI yang telah berjalan sejak era reformasi.

Demonstrasi dan aksi protes telah dilakukan di berbagai daerah sebagai bentuk penolakan terhadap revisi ini.

Dalam tuntutannya, kalangan mahasiswa yang berdemonstrasi menolak RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan sebab revisi ini berpotensi menguatkan impunitas para aparat juga militer dan memperlemah penguasaan terhadap aparat.

Tag:  #pegiat #hingga #pengamat #soroti #sebut #berpotensi #ancam #kebebasan #demokrasi #indonesia

KOMENTAR