Prabowo Bakal Capres 2029, Koalisi Permanen KIM, dan Arah Politik
Suasana Sidang Kabinet Paripurna (SKP) yang dipimpin Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto, di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2024)(DOK. Kemenpan-RB)
14:30
18 Februari 2025

Prabowo Bakal Capres 2029, Koalisi Permanen KIM, dan Arah Politik

APA makna politik dari deklarasi Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden pada Pilpres 2029 oleh Partai Gerindra, padahal umur pemerintahan Prabowo-Gibran belum genap satu tahun?

Lalu, bagaimana arah politik Indonesia dalam lima tahun ke depan di tengah wacana pembentukan koalisi permanen Koalisi Indonesia Maju (KIM)?

Tulisan ini berupaya menjawab dua pertanyaan yang sangat berkait kelindan tersebut.

Deklarasi Prabowo sebagai bakal capres pada Pilpres 2029 dan tawaran koalisi permanen KIM oleh Prabowo adalah dua peristiwa politik yang tak dapat dipisahkan.

Dari segi waktu, dua peristiwa politik tersebut sangat menarik secara politik. Prabowo dideklarasikan sebagai bakal capres terlebih dahulu dalam Kongres Luas Biasa (KLB) ke-7 Partai Gerindra pada Kamis (13/2/2025).

Kemudian keesokan harinya, Prabowo menawarkan pembentukan koalisi permanen pada silaturahmi KIM di Hambalang, Bogor.

Peristiwa politik setelahnya adalah dukungan mengalir dari partai politik koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran, mulai dari Golkar, PKB, PAN, PKS dan Demokrat hingga PSI.

Sementara Nasdem dan PDIP masih belum menentukan dan bersikap normatif. Rentetan peristiwa politik dalam sepekan tersebut menyiratkan tiga hal.

Pertama, wacana koalisi permanen merupakan langkah politik Prabowo –juga Partai Gerindra– untuk menguji sekaligus ‘mengunci’ loyalitas partai politik pendukung.

Apalagi, putusan Mahkamah Konstitusi menghapus ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang memungkinkan semua partai politik peserta pemilu dapat mencalonkan capres dan cawapresnya.

Di bawah payung koalisi permanen, Prabowo ingin ‘mengunci’ gerak partai politik pendukungnya agar tidak melakukan manuver politik yang di luar batas ‘kewajaran’.

Karena itu, koalisi permanen ini diwacanakan di awal periode kepemimpinan Prabowo-Gibran agar mekanisme reward and punishment dapat diterapkan. Loyalitas diganjar dengan reward, sementara disloyalitas diganjar dengan punishment.

Di bawah koalisi permanen, partai politik pendukung dapat seiya-sekata dalam sikap dan tindakan politiknya. Alhasil, stabilitas politik dapat terus terbangun sepanjang pemerintahan Prabowo-Gibran.

Kedua, meskipun berada di urutan pemenang ketiga setelah PDIP (pertama) dan Golkar (kedua) dalam Pileg 2024, pencalonan kembali Prabowo oleh Partai Gerindra sejak dini menandakan tingginya kepercayaan diri Gerindra.

Selain karena partainya presiden, Gerindra menorehkan kemenangan signifikan dalam Pilkada Serentak Nasional 2024.

Menurut data yang dihimpun Burhanuddin Muhtadi (2024), Partai Gerindra menjadi partai politik yang paling banyak memenangkan Pilgub 2024, yaitu 24 provinsi atau 64,9 persen, di mana 11 di antaranya merupakan kader Partai Gerindra.

Sehingga, koalisi permanen dapat berlaku di tingkat daerah. Dengan kata lain, koalisi permanen juga menjaga gerak partai politik di tingkat daerah agar manuver politiknya seirama dengan pemerintahan daerah, terutama di daerah-daerah di mana KIM memenangkan kontestasi.

Ketiga, Gerindra mengincar efek ekor jas (coattail effect) yang signifikan dari pencalonan Prabowo sebagai capres 2029 sejak dini.

Dari pemilu ke pemilu, Gerindra menyadari betul bahwa pencapresan Prabowo selalu memberikan insentif elektoral, bahkan sejak partai ini berdiri, mulai dari Pemilu 2009, 2014, 2019 hingga 2024.

Pada Pemilu 2014, Gerindra mengalami kenaikan perolehan suara signifikan dan menghantarkannya menjadi partai politik ketiga terbesar di Indonesia.

Dengan menyandang status partai presiden dan dengan segala jejaring dan sumber daya politiknya, manuver politik Gerindra akan semakin agresif untuk memenangkan Pilpres sekaligus Pileg 2029.

Apalagi dalam sejarah pilpres langsung di Indonesia pasca-Reformasi, petahana (incumbent) –baik calon maupun partainya– selalu menorehkan kemenangan.

Kita lihat bagaimana Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan gelaran Pilpres 2009, yang diikuti oleh kemenangan Partai Demokrat dalam pileg.

Begitu pula dengan kemenangan Joko Widodo dalam Pilpres 2019, yang selaras dengan kemenangan PDIP dalam Pileg.

Karena itu, pencapresan Prabowo sejak dini ini dapat dibaca sebagai bagian awal dari agresivitas Gerindra untuk meraih kemenangan dalam Pilpres sekaligus Pileg.

Berdasarkan analisis tersebut, pihak yang paling diuntungkan secara politik dari pencapresan Prabowo sejak dini dan pewacanaan koalisi permanen adalah Gerindra.

Meskipun demikian, Gerindra tidak dapat menang atau berkuasa sendiri. Pemilu pascareformasi tidak pernah menghasilkan partai politik tunggal sebagai pemenang.

Sistem multipartai dan desain kepemiluan kita memungkinkan kemenangan dalam Pileg terbagi secara proporsional kepada partai politik.

Karena itu, Gerindra harus mampu berbagi keuntungan politik dengan partai politik lainnya agar stabilitas politik dapat terjaga.

Bisa diproyeksikan, arah politik Indonesia dalam lima tahun ke depan adalah terjaganya stabilitas politik dengan magnet politik berada di sekitar Prabowo dan Gerindra.

Apalagi, PDIP tidak sepenuhnya menjadi partai oposisi. Ini terutama terjadi pada paruh pertama pemerintahan Prabowo-Gibran.

Riak-riak kecil mungkin terjadi dalam internal koalisi pemerintah akibat pembagian kekuasaan yang belum proporsional.

Dalam istilah Harold Lasswell, who gets what, when, how-nya belum terdistribusi secara merata di antara para pendukung Prabowo-Gibran.

Pada paruh kedua, tensi politik akan semakin tinggi karena menghadapi Pemilu 2029. Perebutannya adalah siapa yang akan menjadi cawapres-nya Prabowo.

Tiap partai politik dalam KIM tentu akan menyodorkan kader terbaiknya untuk mendampingi Prabowo.

Bisa jadi jalan tengahnya tetap mempertahankan pasangan Prabowo-Gibran –dengan catatan Gibran tidak maju sebagai capres.

Sementara ‘gangguan’ politik lain berasal dari pasangan calon penantang Prabowo yang akan terus memproduksi kritik terhadap kebijakan-kebijakan Prabowo-Gibran.

Tag:  #prabowo #bakal #capres #2029 #koalisi #permanen #arah #politik

KOMENTAR