Anggota DPR Minta Pemberian Amnesti Tak Berulang, Dorong Sesuai Regulasi
Pengertian grasi, amnesti, dan abolisi.(iStockphoto/nathaphat)
10:16
18 Februari 2025

Anggota DPR Minta Pemberian Amnesti Tak Berulang, Dorong Sesuai Regulasi

– Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion meminta pemerintah untuk mengantisipasi pemberian amnesti yang berulang di masa mendatang.

Dia mengatakan, kebijakan pemberian amnesti tidak boleh menjadi solusi yang terus-menerus diambil, terutama jika sudah ada aturan hukum yang mengatur mekanisme penyelesaian kasusnya.

"Keputusan tentang amnesti ini tidak boleh terulang. Jadi, tahun-tahun yang akan datang jangan kasih amnesti lagi," ujar Mafirion di Gedung DPR RI, Senin (17/2/2025).

Dia mencontohkan, kasus penyalahgunaan narkotika dalam jumlah kecil yang sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Mafirion menyebut, pasal dalam beleid itu mengamanatkan bahwa pengguna narkoba dengan jumlah di bawah 1 gram seharusnya menjalani rehabilitasi, bukan dipenjara.

“Karena memang misalnya narkoba yang dibawah 1 gram, maksimal 1 gram. Itu kan memang Undang-Undang 35 tahun 2009 memang mengatur. Mereka harus direhabilitasi, sehingga ini harus benar-benar dijalankan,” kata Mafirion.

Di samping itu, Mafirion juga menyoroti pentingnya evaluasi peraturan perundang-undangan yang berpotensi memunculkan kebutuhan pemberian amnesti di masa mendatang.

Dia mencontohkan, kasus penghinaan terhadap presiden yang masih tetap diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal, para narapidana kasus tersebut saat ini telah diberi amnesti.

“Di UU ITE perubahan ke-2 tahun 2024 itu kan masih ada. Walaupun tidak menyebutkan Presiden dan Wakil Presiden, tetapi menyebutkan penghinaan terhadap pribadi-pribadi. Sehingga untuk amnesti ini, pemerintah harus juga melakukan evaluasi terhadap UU yang ada,” ungkap Mafirion.

Selain itu, Mafirion menyinggung soal amnesti untuk kasus makar. Dia mendorong agar pemerintah menjelaskan secara spesifik siapa yang layak menerima amnesti, terutama dalam kasus makar bersenjata dan tidak bersenjata.

"Soal makar ini, spesifiknya seperti apa? Misalnya yang bersenjata seperti yang diminta teman-teman dari Papua. Kan ada yang bersenjata tidak diberi, yang diberi amnesti yang tidak bersenjata. Itu bagaimana sih verifikasinya?" kata Mafirion.

Mafirion lantas mengingatkan bahwa UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru masih mengatur soal makar.

Jika aturan ini tidak dievaluasi, menurut dia, maka kasus serupa akan terus berulang dan kembali berujung pada pemberian amnesti.

“Kan masih ada mengatur soal makar. Nanti jangan tangkap lagi, nanti kita amnesti lagi. Amnesti itu kan memang putusan politik yang diminta persetujuan kepada DPR,” ujar Mafirion.

“Tetapi walaupun dia putusan politik, kan tidak mungkin setiap tahun kita membuat putusan politik yang memang UU mengatur orang itu,” katanya lagi.

Dia pun berharap agar ke depannya pemerintah memastikan bahwa aturan hukum yang ada benar-benar dijalankan, sehingga tidak perlu lagi mengambil kebijakan serupa berulang-ulang.

"Sehingga untuk kasus kali ini, untuk amnesti kali ini cukup sekali ini saja. Enggak boleh terulang di masa yang akan datang. Karena aturan-aturan yang ada memang sudah mengatur hal-hal seperti itu," ujar Mafirion.

Dia menambahkan, pemberian amnesti tidak boleh hanya didasarkan pada alasan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas).

“Karena lapas over capacity kan karena ada keputusan-keputusan kita yang tidak punya korelasi yang tepat atau tidak selaras dengan UU yang ada,” pungkas Mafirion.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah bakal memberi pengampunan kepada narapidana atau warga binaan atas dasar kemanusiaan.

Hal ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo saat menerima Menteri Hukum (Menkum) usai rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dan Menteri HAM Natalius Pigai pada 13 Desember 2024.

“Presiden akan memberikan amnesti terhadap beberapa narapidana yang saat ini sementara kami lakukan asesmen bersama dengan Kementerian Imipas (Imigrasi dan Pemasyarakatan)," kata Menkum Supratman ketika itu.

Dia menuturkan, amnesti diberikan atas pertimbangan kemanusiaan, di samping untuk mengurangi overload atau kelebihan kapasitas lapas. Setidaknya, kelebihan muatan lapas bisa dikurangi sekitar 30 persen dengan pemberian amnesti tersebut.

Berdasarkan data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), ada sekitar 44.000 warga binaan maupun narapidana yang memungkinkan diberikan amnesti.

Namun, jumlah pasti yang diberikan amnesti belum disepakati karena memerlukan pertimbangan DPR RI.

Editor: Tria Sutrisna

Tag:  #anggota #minta #pemberian #amnesti #berulang #dorong #sesuai #regulasi

KOMENTAR