Inovasi Akurasi Prediksi Cuaca Ekstrem, Guru Besar ITS Raih Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award
Guru besar ITS, Heri Kuswanto raih penghargaan Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award, atas inovasinya dalam riset akurasi prediksi cuaca. (dok. pribadi)
05:08
18 Februari 2025

Inovasi Akurasi Prediksi Cuaca Ekstrem, Guru Besar ITS Raih Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award

  – Cuaca ekstrem yang sulit diprediksi sering menjadi mimpi buruk bagi para petani. Gagal panen akibat hujan atau kekeringan yang datang di luar perkiraan menjadi masalah yang terus berulang. Berangkat dari pengalaman masa kecilnya sebagai anak petani, Prof. Dr. Heri Kuswanto, M.Si, guru besar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), mengembangkan metode baru untuk meningkatkan akurasi prediksi cuaca ekstrem di Indonesia.   Inovasi yang dikembangkan Heri dan timnya berbasis distribusi Gamma dan Fréchet, sebuah pendekatan yang lebih efektif dalam menangkap pola cuaca ekstrem dibandingkan model konvensional. Melalui sistem Drought Monitoring and Forecasting System (DMFS), penelitian ini membantu meningkatkan ketepatan prakiraan kekeringan, sehingga berkontribusi bagi sektor pertanian dan mitigasi bencana.   Atas inovasi tersebut, Heri berhasil meraih Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award, sebuah penghargaan bergengsi bagi ilmuwan yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat.   Indonesia memiliki karakteristik cuaca yang unik dibandingkan negara-negara subtropis. Faktor seperti monsoon, El Niño, La Niña, dan Madden-Julian Oscillation (MJO) membuat pola cuaca di Indonesia lebih sulit diprediksi.   Selain itu, jumlah stasiun cuaca yang terbatas serta data historis yang tidak lengkap turut menghambat peningkatan akurasi prediksi cuaca.   “Di negara-negara maju seperti Jerman dan Kanada, prakiraan cuaca bisa sangat akurat hingga 10 hari ke depan. Tapi di Indonesia, prediksi sering kali meleset karena kondisi atmosfer yang dinamis dan banyak faktor yang mempengaruhinya,” ungkap Heri kepada JawaPos.com.   Selain tantangan geografis, model prakiraan cuaca numerik yang digunakan di Indonesia juga masih memiliki bias yang tinggi. Oleh sebab itu, dibutuhkan metode kalibrasi yang lebih canggih untuk menyesuaikan hasil prediksi dengan kondisi nyata.   Selama ini, banyak model prediksi cuaca menggunakan asumsi distribusi normal. Namun, kejadian ekstrem seperti hujan deras atau kekeringan justru tidak mengikuti pola tersebut. Oleh karena itu, Heri mengembangkan metode berbasis distribusi Gamma dan Fréchet, yang lebih tepat untuk menangkap pola kejadian ekstrem.   “Prediksi cuaca tidak bisa hanya menggunakan model umum. Kami menggunakan metode ensemble forecast yang lebih canggih agar bisa menangkap ketidakpastian dan meningkatkan akurasi,” jelas alumnus Leibniz Hannover University, Jerman ini.   Metode ini mengombinasikan pendekatan statistik dengan Numerical Weather Prediction (NWP) untuk prakiraan jangka pendek dan North American Multi-Model Ensemble (NMME) untuk prakiraan jangka panjang. NWP memungkinkan prediksi dengan resolusi lebih tinggi dalam beberapa hari ke depan, sementara NMME memberikan gambaran iklim dalam rentang bulan.   “Kami melakukan kalibrasi terhadap output dari model ini menggunakan data dari BMKG agar hasilnya lebih akurat dan biasnya bisa dikurangi,” tambahnya.   Peningkatan akurasi prediksi cuaca, meskipun tampak kecil, memiliki dampak besar bagi masyarakat. Menurut Heri, setiap peningkatan akurasi bisa menyelamatkan nyawa dan mengurangi kerugian akibat bencana.   Namun, penerapan metode ini masih menghadapi kendala, terutama dalam hal data. “Data cuaca di Indonesia masih terbatas, baik dari segi jumlah maupun kualitas. Banyak wilayah yang tidak memiliki data historis yang cukup untuk meningkatkan resolusi prediksi,” ujar Dekan Sekolah Interdisiplin Manajemen dan Teknologi (SIMT) ITS ini.   Selain itu, pengembangan sistem prediksi berbasis web yang pernah dirancang Heri sempat dihentikan karena keterbatasan tenaga ahli dalam pemrograman. Saat ini, timnya tengah mengembangkan versi terbaru dari sistem DMFS agar bisa mencakup prediksi hujan lebat dan bencana lainnya.   “Untuk saat ini, sistem masih dalam tahap pengembangan dan diuji secara offline. Kami berharap ke depannya bisa lebih optimal dan bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.   Heri optimistis bahwa prediksi cuaca di Indonesia bisa terus meningkat seiring perkembangan teknologi dan kolaborasi antar lembaga. Menurutnya, dengan inovasi yang tepat, pemanfaatan data yang lebih baik, serta dukungan kebijakan yang kuat, Indonesia bisa memiliki sistem prakiraan cuaca yang lebih akurat.   “Negara lain bisa, kenapa kita tidak?” tutupnya.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #inovasi #akurasi #prediksi #cuaca #ekstrem #guru #besar #raih #hitachi #global #foundation #asia #innovation #award

KOMENTAR