



Yasonna: Napi Narkoba Seharusnya Diberi Grasi, Bukan Amnesti
– Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PDI-P Yasonna Laoly mengusulkan agar pemerintah mengkaji ulang rencana pemberian amnesti bagi puluhan ribu narapidana kasus narkoba.
Mantan Menteri Hukum dan HAM pada masa Presiden Joko Widodo itu berpendapat, amnesti seharusnya diberikan untuk kejahatan politik, bukan untuk pelaku tindak pidana umum seperti narkotika.
"Kalau kita lihat, amnesti itu biasanya diberikan untuk kejahatan politik terhadap negara, seperti makar, penghasutan, atau pemberontakan. Kadang-kadang juga untuk pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Yasonna dalam rapat kerja bersama Komisi XIII DPR RI, Senin (17/2/2025).
Atas dasar itu, Yasonna menilai grasi lebih tepat diberikan kepada narapidana narkoba, terutama pengguna yang menjalani rehabilitasi.
Yasonna bercerita, pada 2015 dirinya pernah mengusulkan kebijakan serupa untuk mengatasi masalah overkapasitas di lembaga pemasyarakatan.
"Saya pernah mengusulkan tahun 2015, grasi untuk pemakai narkoba. Sudah kita hitung sekitar belasan ribu. Pengguna narkoba diberi grasi dengan kewajiban rehabilitasi, kecuali dia melanggar, masuk lagi (ke penjara),” ungkap Yasonna.
Politikus PDI-P itu juga memperingatkan pemerintah agar tidak sembarangan menggunakan amnesti untuk kasus kejahatan umum.
Sebab, amnesti adalah kebijakan politis yang melibatkan DPR, sementara grasi diberikan berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung.
Dia pun menekankan pentingnya kemampuan membedakan amnesti dan grasi.
Hal ini untuk mencegah timbulnya persepsi bahwa amnesti bisa menjadi jalan keluar bagi narapidana tertentu.
"Saya hanya ingin memastikan agar amnesti tidak disalahartikan sebagai grasi untuk kejahatan umum. Amnesti dan abolisi itu diberikan untuk tujuan politik, sehingga betul-betul kita berpegang pada prinsip tersebut," pungkas Yasonna.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah bakal memberi pengampunan kepada narapidana atau warga binaan atas dasar kemanusiaan.
Hal ini telah disetujui oleh Presiden Prabowo saat menerima Menteri Hukum (Menkum) usai rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra dan Menteri HAM Natalius Pigai, 13 Desember 2024.
“Presiden akan memberikan amnesti terhadap beberapa narapidana yang saat ini sementara kami lakukan asesmen bersama dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan," kata Supratman ketika itu.
Dia menuturkan, amnesti diberikan atas pertimbangan kemanusiaan, di samping untuk mengurangi overload atau kelebihan kapasitas lapas.
Setidaknya, kelebihan muatan lapas bisa dikurangi sekitar 30 persen dengan pemberian amnesti tersebut.
Berdasarkan data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, ada sekitar 44.000 warga binaan maupun narapidana yang memungkinkan diberikan amnesti.
Namun, jumlah pasti yang diberikan amnesti belum disepakati karena memerlukan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Secara prinsip, kata Supratman, Prabowo setuju untuk memberikan amnesti alias pengampunan.
"Yang memungkinkan untuk diusulkan amnesti kurang lebih sekitar 44.000 sekian orang. Saya belum tahu persis jumlahnya berapa," ucap Supratman.
"Tapi selanjutnya kami akan meminta pertimbangan kepada DPR. Apakah DPR nanti dinamikanya seperti apa? Kita tunggu setelah resmi kami mengajukannya kepada Parlemen untuk mendapatkan pertimbangan," imbuh dia.
Tag: #yasonna #napi #narkoba #seharusnya #diberi #grasi #bukan #amnesti