



Poin-poin RUU Minerba, Jor-joran Beri Izin Tambang dan Abaikan Rakyat?
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tengah mengebut pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Berdasarkan rencana parlemen, RUU itu bisa dibawa ke sidang paripurna pada Selasa (18/2/2025).
Kini, DPR tengah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tersebut bersama pemerintah setelah diserahkan pada Rabu (12/2/2025).
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan mengatakan, DIM yang telah dikompilasi oleh tim Badan Legislasi dari pemerintah dan DPR RI berjumlah 256 DIM.
Rinciannya, 104 DIM RUU bersifat tetap, 12 DIM RUU bersifat redaksional, 1 DIM bersifat reposisi, 34 DIM RUU bersifat subtansi, 97 DIM RUU bersifat subtansi baru, dan 8 DIM RUU dihapus.
"Untuk DIM bersifat tetap dapat lansung disetujui, DIM bersifat perubahan redaksional diserahkan pada timus, timsin, dan DIM bersifat substansi lainnya dibahas dalam panja," jelas pada Rabu, pekan lalu.
Berikut poin-poin yang dibahas dalam RUU Minerba:
1. Ormas, UMKM, dan koperasi kelola tambang
Ada sejumlah pihak yang dapat mengelola tambang dalam RUU Minerba, mereka adalah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), hingga koperasi.
"WIUP mineral logam atau batubara diberikan kepada badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan cara lelang atau dengan cara pemberian prioritas," bunyi perubahan Pasal 51 dalam RUU Minerba.
Kemudian, lelang WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan) dilaksanakan dengan mempertimbangkan luas WIUP, kemampuan administratif/manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan, serta kemampuan keuangan.
Sementara itu, pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan luas WIUP, pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah, penguatan fungsi ekonomi organisasi kemasyarakatan keagamaan, serta peningkatan ekonomi daerah.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP mineral logam atau batubara dengan cara lelang atau prioritas diatur dengan peraturan pemerintah," tulis pasal 51 ayat (4).
Sementara di pasal 75, dijelaskan bahwa pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) juga dapat diberikan kepada sektor-sektor tersebut, yakni BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha kecil dan menengah, badan usaha milik organisasi kemasyarakatan keagamaan, badan usaha milik perguruan tinggi, dan badan usaha swasta.
Pada ayat (3) dan (4), semua sektor kecuali badan usaha swasta mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK. Sedangkan badan usaha swasta bisa mendapatkan IUPK dengan cara lelang WIUPK.
"Pemberian WIUPK dengan cara prioritas atau lelang sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat 4 dilakukan oleh menteri," tulis salinan RUU tersebut.
2. Kampus kelola tambang
Tak hanya ormas hingga koperasi, kampus juga diberi kesempatan untuk mengelola tambang.
Hanya saja dalam DIM, pemerintah mengusulkan agar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau badan usaha swasta tertentu menjadi pihak ketiga sebagai pengelola tambang perguruan tinggi.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan, penugasan itu bisa diberikan lewat Keputusan Presiden maupun Keputusan Menteri (Kepmen).
"Mungkin nanti pemerintah akan mengusulkan supaya skemanya tidak langsung diberikan kepada perguruan tinggi, tetapi lewat keputusan presiden ataupun keputusan menteri untuk memberikan kepada BUMN sebagai prioritas ataupun kepada badan usaha swasta tersendiri, tertentu," kata Supratman di sela-sela rapat Baleg membahas RUU Minerba di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2025) malam.
Dia menyebut, opsi ini dikaji berdasarkan reaksi publik yang direspons dengan usulan. Dengan begitu, perguruan tinggi tetap fokus pada dunia pendidikan, alih-alih pertambangan.
Adapun keuntungan dari usaha tambang tetap bisa digunakan untuk membantu dunia pendidikan.
"Karena itu kan reaksi publik, itu yang kita respons. Kan lebih banyak yang tidak setuju. Lebih bagus dunia pendidikan fokus, kemudian bagaimana negara memikirkan dari sisi aspek pembiayaan. Nah, sekarang itu kita respons," ujar Supratman.
Nantinya, menurut Supratman, ada mekanisme bagi hasil antara badan usaha dengan perguruan tinggi. Sistem bagi hasil ini akan digodok bersama DPR RI untuk menentukan perhitungan yang tepat.
Usulan ini pun belum disetujui mengingat pemerintah dan DPR masih membahas DIM. Supratman hanya memastikan bahwa pemerintah akan mengawasi izin usaha pertambangan karena menyangkut soal penugasan khusus.
"Sekali lagi, ini belum diputuskan apakah DPR setuju atau tidak. Tetapi sekali lagi buat pemerintah, khususnya Bapak Presiden Prabowo Subianto selalu menegaskan bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah kunci, kata kunci untuk kita menuju Indonesia Emas 2040," kata Supratman.
3. IUP Tumpang Tindih Dicabut dan Dikembalikan ke Negara
Dalam draft yang sama, DPR RI mengusulkan izin usaha tambang (IUP) tumpang tindih atau bermasalah yang diterbitkan sebelum berlakunya UU Minerba baru, dicabut dan dikembalikan kepada negara.
"Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, berdasarkan hasil evaluasi pemerintah pusat terhadap IUP yang diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini yang tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUP-nya dicabut dan dikembalikan kepada negara," begitu bunyi pasal 173D dalam salinan draft yang diterima Kompas.com.
Di sisi lain, pemerintah menjamin tidak ada perubahan ruang dan kawasan pada WIUP yang telah ditetapkan.
Ketentuan itu tertuang dalam pasal 17A ayat (2). Di ayat (1) disebutkan, penetapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam dilakukan setelah memenuhi kriteria pemanfaatan ruang dan untuk kegiatan Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan," begitu bunyi pasal 17A ayat (2) dalam salinan draft RUU Minerba.
Kendati demikian, jaminan WIUP Mineral logam dan WIUP batubara itu tidak berlaku apabila bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah juga menjamin penerbitan izin lain yang diperlukan dalam kegiatan usaha tambang pada WIUP mineral logam dan batubara yang telah ditetapkan.
Hal ini pun sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
4. Jadi inisiatif DPR, demi hilirisasi
Diketahui, RUU ini merupakan inisiatif dari DPR RI. Rancangan UU disahkan menjadi inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Kamis, 23 Januari 2025.
Rapat Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
"Dapat disetujui menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR RI?" kata Dasco saat meminta pendapat fraksi-fraksi dalam rapat paripurna.
"Setuju," sambut anggota DPR RI yang hadir.
Sebelum dibawa ke sidang paripurna, Baleg telah lebih dulu menyetujui revisi RUU Minerba menjadi usul inisiatif DPR pada Senin, 20 Januari 2025 tengah malam, sekitar pukul 23.00 WIB.
Rapat tersebut berlangsung dalam satu hari dan dilakukan saat masa reses.
Sebagian besar anggota Baleg DPR baru mendapatkan naskah akademik RUU Minerba 30 menit sebelum rapat pleno yang digelar sekitar pukul 10.30 WIB pada hari yang sama.
5. Bukan untuk rakyat?
Ngebutnya pembahasan RUU Minerba mendapat sorotan dari publik.
Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Alfarhat Kasman mengatakan, revisi UU Minerba tersebut sejak awal diperuntukkan untuk mengakomodasi kepentingan para penguasa dan pengusaha.
"Kepentingannya sama sekali bukan untuk kesejahteraan rakyat," kata Alfarhat kepada Kompas.com.
Alfarhat menyampaikan, berdasarkan catatan Jatam, 71 persen Kabinet Merah Putih merupakan pebisnis. Dari angka tersebut, lanjut Alfarhat, 15 di antaranya terafiliasi dengan bisnis ekstraktif.
Temuan ICW (Indonesia Corruption Watch) juga menunjukkan hal yang serupa. Sekitar 61 persen anggota parlemen periode 2024–2029 memiliki latar belakang atau afiliasi dengan sektor bisnis.
Dalam konteks pemberian konsesi kepada UKM, Alfarhat menduga hal tersebut menjadi alat legitimasi dari pengusaha melakukan ekstraksi.
"Dan pembancakan kekayaan alam Indonesia tentunya dengan proteksi pemberian izin, hingga menjaga ruang hidup warga yang sangat minim," ujarnya.
Dia menambahkan, usulan UKM agar bisa mengelola tambang merupakan narasi yang sesat. Pasalnya, tambang sejak awal merupakan industri yang padat teknologi dan modal.
"Jadi bagaimana mungkin UKM yang notabenenya memiliki modal dan teknologi yang terbatas dapat mengelola tambang dengan rencana luas konsesi yang akan diberikan sekitar 2.500 hektare. Ini akan membutuhkan biaya yang sangat besar," kata Alfarhat.
Tag: #poin #poin #minerba #joran #beri #izin #tambang #abaikan #rakyat