



Survei Ungkap Sejumlah Alasan Polri Perlu Reformasi dan Reposisi
Alasan utama reformasi dan reposisi untuk peningkatan kualitas SDM, profesionalitas dan akuntabilitas di tubuh institusi Polri.
Survei Civil Society for Police Watch ini dilakukan pada 10-14 Februari 2025 terhadap 1.200 responden yang merupakan warga negara Indonesia berusia 17 tahun atau sudah menikah.
Margin of error survei kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sementara metode pengambilan sampel menggunakan simple random sampling.
Survei dilakukan denga wawancara tatap muka dan formplus.
Petugas surveyor mayoritas adalah mahasiswa yang sudah mendapatkan pelatihan mengenai survei dari tim pusat.
"Dalam survei kali ini, kami memotret tingkat kepuasan atau kinerja Polri, kebutuhan serta alasan reposisi dan reformasi Polri. Mayoritas publik menilai reposisi dan reformasi Polri mendesak dan penting demi perbaikan Polri ke depannya, peningkatan SDM, profesionalitas dan akuntabilitas di internal Polri sehingga pelaksanaan tugas pokok kepolisian Indonesia optimal seperti menjaga keamanan, penegakan hukum, dan pelayanan masyarakat," ujar Peneliti dan Penulis Civil Society for Police Watch, Gian Kasogi saat rilis hasil survei bertajuk 'Urgensi Reformasi Polri Dalam Desain Politik Hukum Indonesia' di Balairung Hotel, Matraman Raya, Jakarta Pusat, Minggu (16/2/2025)
Gian mengatakan mayoritas publik setuju dengan isu reposisi Polri dengan tingkat persetujuan 71,5 persen dengan perincian responden yang menjawab cukup setuju sebesar 30,8 persen, sangat setuju 7,1 persen dan setuju 33,6 persen.
Sementara yang menjawab tidak setuju dengan isu reposisi Polri sebesar 2,1 persen, kurang setuju 11,2 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 15,2 persen.
"Lalu alasan publik perlunya reposisi Polri ini adalah responden yang menjawab untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Polri sebesar 7,3 persen, untuk menata struktur organisasi Polri sebesar 15,3 persen, untuk mentransformasikan layanan publik sebesar 22,7 persen, untuk meningkat, untuk meningkatkan reaksi tanggap darurat sebesar 18,1 persen, untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat sebesar 20,3 persen. Lainnya sebesar 12,2 persen dan responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 4,1 persen," jelas Gian.
Dari hasil survei tersebut, mayoritas publik juga menganggap reposisi Polri mendesak atau harus segera dilakukan. Responden yang menjawab cukup harus segera dilakukan reposisi Polri sebesar 24,1 persen, sangat harus 9,3 persen dan harus 28 persen, sementara yang menjawab tidak harus sebesar 5,1 persen, kurang harus 13,3 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 20,2 persen.
"Ketika responden diberikan pertanyaan mengapa reposisi Polri urgen untuk dilakukan, responden yang menjawab untuk meningkatkan profesionalisme Polri sebesar 18,5 persen, untuk menanggulangi isu internal Polri sebesar 16,1 persen, untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman sebesar 8,7 persen, untuk meningkatkan responsivitas sebesar 20,6 persen, untuk meningkatkan karir dan motivasi anggota Polri sebesar 11,3 persen, lainnya sebesar 15,8 persen dan responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 9 persen," ungkap Gian.
Selain itu, kata Gian, mayoritas publik juga mendorong agar dilakukan reformasi total terhadap institusi Polri selain reposisi.
Dari hasil survei, kata Gian, responden yang menjawab cukup perlu melakukan reformasi Polri selain reposisi sebesar 31,1 persen, sangat perlu 8,3 persen dan perlu 25,4 persen, sementara yang menjawab tidak perlu sebesar 9,8 persen, belum perlu 13,2 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 12,2 persen.
Publik juga membeberkan sejumlah alasan perlunya reformasi Polri selain reposisi, antara lain responden yang menjawab untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi Polri sebesar 13,1 persen, untuk pemberantasan penyalahgunaan kekuasaan sebesar 8,1 persen, untuk meningkatkan profesionalitas sebesar 16,1 persen, dan untuk mengurangi kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat kepada masyarakat sebesar 18,5 persen.
"Lalu untuk pemberantasan korupsi sebesar 17,8 persen, untuk penyesuaian dengan perkembangan teknologi sebesar 2,1 persen, lainnya sebesar 11,4 persen dan responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 12,9 persen," tutur Gian.
Survei Civil Society for Police Watch juga memotret kepuasan publik terhadap kinerja Polri. Dari hasil survei, ternyata tingkat kepuasan publik atas kinerja Polri masih di bawah angka 50 persen atau berada di angka 42,3 persen dengan perincian responden yang menjawab cukup puas sebesar 23,1 persen, sangat puas 2,1 persen dan puas 17,1 persen.
Sementara responden yang menjawab tidak puas sebesar 12,3 persen, kurang puas 31,2 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 14,2 persen.
Gian mengatakan, isu-isu negatif dan kasus hukum yang melibatkan oknum Polri ternyata berpengaruh besar terhadap tingkat kepercayaan dan kepuasan publik terhadap institusi Polri.
Dari hasil survei, responden yang menjawab isu-isu negatif dan kasus hukum oknum polisi cukup mempengaruhi kepuasan publik atas kinerja Polri sebesar 28,2 persen, sangat mempengaruhi 8,2 persen dan mempengaruhi 20,1 persen.
"Sementara yang menjawab tidak mempengaruhi sebesar 2,9 persen, kurang mempengaruhi 7,7 persen. Responden yang menjawab tidak tahu/tidak menjawab sebesar 32,9 persen," pungkas Gian.
Tag: #survei #ungkap #sejumlah #alasan #polri #perlu #reformasi #reposisi